Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Merindukan Pemilu Islam


Oleh: N. Vera Khairunnisa

Sungguh memprihatikan, sebagaimana yang diinfokan oleh KPU, jumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia pada saat proses rekapitulasi hasil Pemilu 2019 kembali bertambah. Saat ini tercatat sebanyak 119 orang meninggal dunia.

"Datanya bertambah, 119 meninggal dunia, 548 sakit, tersebar di 25 provinsi," ujar komisioner KPU Viryan Aziz di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (detik. com, 23/4/2019).

Menurut media, penyebab kematian atau sakitnya petugas sangat beragam. Ada beberapa yang meninggal karena kelelahan. Bahkan ada yang meninggal setelah mengantar kotak suara, karena ditabrak babi, ini terjadi di Sulawesi Selatan. (detik. com, 23/04/19)

Begitulah sekelumit problem pemilu dalam demokrasi, selalu menghasilkan banyak masalah. Sejatinya ada dua problem yang dihadapi pemilu dalam demokrasi, pertama problem ideologis, dan kedua problem teknis.

Problem ideologis berkaitan dengan prinsip demokrasi sendiri yang menjadikan hak membuat hukum di tangan manusia, sehingga manusia akan membuat hukum berdasarkan kepentingan dan keuntungan pribadi, hukum menjadi tidak efektif dan tidak objektif, semuanya dikendalikan politik transaksional.

Problem teknis, berkaitan dengan kemampuan penyelenggaraan pemilu yang rumit dan boros anggaran. Padahal konon sekarang zaman modern, segala serba canggih, namun kotak suara masih pakai kardus. Belum lagi masalah DPT yang menurut media masih ada problem, masalah kekeliruan input data, masalah distribusi logistik pemilu, masalah sengketa pemilu, kecurangan pemilu, serrta beragam problem teknis lainnya yang perlu diperbaiki.

Pemilu Dalam Islam

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, pemilu dalam Demokrasi punya dua problem serius, baik secara ideologis maupun teknis. Karena itu, sudah saatnya negeri dengan mayoritas muslim ini membuat gebrakan cerdas, kembali pada Syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, tak terkecuali dalam konteks politik, yakni semisal proses pemilu. 

Dalam ajaran Islam, yakni dalam konteks fikih siyasah, pemimpin dipilih bukan untuk membuat aturan, namun untuk menjalankan aturan Islam. Meski dalam proses pemilihannya, rakyat tetap dilibatkan. Pelibatan ini seolah memiliki kesamaan dengan Demokrasi dalam hal mewakilinya. Hanya saja bedanya, dalam demokrasi, penguasa menjadi wakil rakyat dalam hal membuat hukum. Namun dalam Islam, penguasa menjadi wakil rakyat dalam hal melaksanakan hukum yang sudah ditetapkan oleh pembuat hukum, yakni Allah Swt dan Rasul-Nya. 

Sistem pemerintahan dalam Islam juga memiliki wadah sebagai representasi umat, yakni Majelis Umat. Keberadaannya berfungsi   dalam dua hal; dalam konteks memberi masukan (syura) bagi yang muslim, dan komplain (syakwa) bagi yang non-muslim. Sebagai wakil dari rakyat, maka mereka harus dipilih oleh rakyat. Namun, sebelum dilakukan pemilu Majelis Umat, terlebih dahulu akan dilakukan pemilu Majelis Wilayah. Mereka yang terpilih dalam Majelis Wilayah memilih anggota Majelis Umat di antara mereka. Anggota Majelis Wilayah yang mendapatkan suara terbanyak akan menjadi anggota Majelis Umat.

Dalam proses pemilihan khalifah, pertama, Mahkamah Mazalim menyeleksi siapa calon khalifah yang dinyatakan layak, yakni yang memenuhi syarat; laki-laki, muslim, baligh, berakal, adil, merdeka, dan mampu. Calon-calon ini diserahkan kepada Majelis Umat, kemudian ditentukan siapa saja yang menjadi calon khalifah. Proses pemilihan itu dilakukan dalam rentang waktu 2 hari 3 malam. Dari beberapa calon yang sudah dipilih, ditetapkan satu orang yang menjadi pilihan Majelis Umat.

Dalam hal ini, perlu dipahami bahwa pengangkatan Khalifah hukumnya fardhu kifayah, sehingga tidak harus dipilih langsung oleh rakyat. Jika ditetapkan bahwa Majelis Umat yang akan memilih dan mengangkatnya, maka kifayah ini pun terpenuhi, Khalifah bisa dibai’at dengan bai’at in’iqad (pengangkatan). Kemudian seluruh kaum muslim wajib membaiatnya dengan bai’at tha’ah (pengakuan rakyat).

Mekanisme pemilu dalam Islam akan menghindarkan berbagai kecurangan, politik uang, bahkan bencana kematian petugas pemilu. Oleh karena itu, tidak ada alasan umat Islam untuk terus mempertahankan demokrasi, sebuah sistem yang terus menerus melahirkan berbagai bencana. Dan sudah sepatutnya menjadikan Islam sebagai aturan dalam seluruh aspek kehidupan. Demi meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.[vm]

Posting Komentar untuk "Merindukan Pemilu Islam"

close