Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Salah Kaprah Investasi Asing


Oleh: Fath Astri Damayanti, S.Si 
(Pemerhati Lingkungan dan Politik)

Indonesia merupakan negeri kepulauan yang mempunyai potensi sumber daya alam yang beragam, diantaranya perkebunan, pertanian, perikanan, peternakan, pertambangan, kehutanan dan sektor lainnya. Dengan beragamnya potensi Indonesia, termasuk dengan pembangunan di segala bidang maka masuknya investasi asing menjadi angin segar bagi Indonesia. Investasi yang dilakukan oleh asing ini dianggap sebagai hal yang menguntungkan untuk peningkatan hasil produksi dan membantu kendala modal. Investasi asing ini berarti mendorong agar pihak-pihak dari luar negeri untuk masuk ke dalam negeri dan melakukan bisnis di wilayah dalam negeri dalam bidang apapun yang mereka anggap mempunyai potensi saling menguntungkan. 

Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sepanjang 2018 mencapai Rp 392,7 triliun. Lantas dari mana saja asal investasi tersebut. Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPM) mencatat, Singapura masih menjadi negara asal investasi terbesar sepanjang 2018. Sepanjang 2018, investasi asal Singapura yang masuk ke Indonesia mencapai 9,2 miliar dollar AS, atau 39,4 persen dari total PMA. Di tempat kedua ada Jepang. Investasi yang berasal dari Negeri Sakura ini mencapai 4,9 miliar dollar AS, atau 16,7 persen dari total PMA. Menyusul di bawahnya ada China dengan nilai investasi 2,4 miliar dollar AS, Hong Kong sebesar 2 miliar, dan Malaysia sebesar 1,9 miliar dollar AS. BKPM tidak merinci seluruh PMA masuk ke sektor mana saja, namun dari investasi total (PMDN dan PMA), sejumlah sektor usaha menjadi favorit. Lima sektor usaha tersebut yakni listrik, gas dan air dengan investasi Rp 117,5 triliun, transportasi, gudang dan telekomunikasi Rp 94,9 triliun, pertambangan Rp 73,8 triliun. Selanjutnya ada sektor industri makanan Rp 68,8 triliun dan perumahan, kawasan industri dan perkantoran Rp 56,8 triliun (kompas.com, 30/1/2019).

Masalah investasi juga sempat disinggung pada debat keempat Pilpres 2019, Sabtu (30/3/2019) malam. Jokowi memajukan permasalahan invetasi asing dalam proyek-proyek infrastruktur, dengan Indonesia mempertahankan mayoritas kepemilikan. Ia mengutip keberhasilan pemerintah dalam mendapatkan kontrol mayoritas dari pertambangan tembaga dan emas Grasberg dari Freeport-McMoran Inc. “Anggaran kita terbatas kita tentu mengundang investment untuk investasi di Indonesia, dalam hal menyangkut kedaulatan tidak akan kita memberikan satu centimeter kedaulatan kita kepada yang lain,” ujar Jokowi. “Ini sesuatu yang berbeda. Ini invest yang dilakukan oleh perusahaan bukan sebagai negara.” Prabowo yang telah berjanji untuk memangkas pajak perusahaan dan perorangan untuk mengakselerasikan pertumbuhan ekonomi, mengulangi kembali janjinya untuk menghentikan impor pangan jika terpilih. Dia juga menyalahkan kesalahan penanganan ekonomi oleh Jokowi sehingga menyebabkan tumpukan hutang dan mata uang yang lemah (matamatapolitik.com, 31/3/2019).

Investasi pun menjadi harapan untuk memajukan pembangunan. Hanya saja perlu dicermati siapa sebenarnya yang akan diuntungkan dengan masuknya investasi dari asing ini.  Ketika investor asing masuk maka jelas sumber daya alam akan dikelola oleh asing, kebijakan-kebijakan akhirnya dibuat untuk mempermudah masuknya pihak asing ke dalam negri. Bahkan dibarengi dengan masuknya tenaga kerja asing yang akhirnya membuat daya saing dalam pekerjaan semakin berat, maka tak heran jumlah pengangguran pun semakin meningkat. Ketika dilakukan investasi tentu ada timbal balik atau keuntungan yang ingin diperoleh. Tidak ada makan siang yang gratis, belum lagi investasi yang dilakukan disertai dengan riba karena sistem yang digunakan adalah sistem kapitalisme yang memegang erat kemanfaatan. Akhirnya negara harus menangung beban hutang yang tidak sedikit, yang nantinya akan mengurangi anggaran untuk sektor-sektor tertentu. Hal ini akan semakin menguatkan cengkraman asing karena ini adalah bentuk penajajahan neoliberalisme, sehingga diharamkan bagi kaum muslim untuk membantu mencapai keinginannya ataupun menyuarakan perkara tersebut. 

Islam mengatur darimana saja sumber pendapatan negara, pemasukan dan pengeluarnnya diatur sesuai islam. Maka yang semestinya dilakukan oleh Pemerintah adalah memanfaatkan sumber daya alam seoptimal mungkin dengan cara-cara yang benar dan berdasarkan pengaturan islam terutama dalam pengaturan ekonomi. Negara akan mengalokasikan anggaran khusus untuk pembangunan, sehingga tanpa investasi asing pun pembangunan dapat berjalan. Investasi sendiri diperkenankan ketika dilakukan bukan pada bidang-bidang strategis atau vital, tidak membahayakan dan merusak baik itu lingkungan maupun aqidah umat, dan pengaturannya disesuaikan dengan pengaturan dalam Islam. Kerjasama yang dilakukan dengan asing pun juga diatur, sehingga pihak asing tidak mendominasi. Negara tidak diperkenankan melakukan perjanjian dengan kafir harbi fi’lan, yang jelas-jelas dan secara nyata memerangi kaum muslim. 

Dalam sistem Islam pengelolahan sumber daya alam tidak boleh diserahkan kepada swasta atau asing tapi harus dikelolah sepenuhnya oleh negara, dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk. Dari Ibnu Abbas ra.a berkata sesungguhnya Nabi saw bersabda; “Orang muslim berserikat dalam tiga hal yaitu; air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram. Abu Said berkata: maksudnya: air yang mengalir.” (HR. Ibnu Majah). Dengan demikian seluruh kaum muslim mempunyai kewajiban untuk memahami dan memahamkan umat bahwa hanya dengan Islam segala permasalahan akan terselesaikan dengan tuntas, karena solusi yang tepat hanyalah dengan menggunakan hukum dari Allah SWT bukan hukum manusia yang banyak menimbulkan pertentangan. Wallahua’lam bishawab [vm]

Posting Komentar untuk "Salah Kaprah Investasi Asing"

close