Pemerintah Menjadi Penafsir Tunggal atas Pemikiran Masyarakat ?
Oleh : dr. M. Amin, SpMK (Dir. Poverty Care)
Dikabarkan Menko Polhukam Wiranto mengatakan pemerintah akan membentuk Tim Hukum Nasional yang mengkaji semua ucapan, pemikiran, dan tindakan tokoh yang melanggar hukum pasca-pemilu yang terdiri atas beberapa pakar.
Sebagaimana dilansir dari detik.com (6/6/2019) Wiranto menyatakan "Hasil rapat salah satunya adalah kita membentuk tim hukum nasional yang akan mengkaji ucapan, tindakan, pemikiran dari tokoh-tokoh tertentu, siapa pun dia, yang nyata-nyata melanggar dan melawan hukum," ujar Wiranto setelah memimpin Rakortas tentang 'Permasalahan Hukum Pascapemilu' di Kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (6/5).
Kontan inisiatif ini menuai kontroversi, pasalnya tindakan tersebut dinilai berlebihan dan berpotensi mengkriminalisasi pemikiran. Ada dugaan tampak seperti mencari-cari kesalahan. Pemerintah tampak seperti menjadi penafsir tunggal atas pemikiran masyarakat yang pada akhirnya dijadikan alasan untuk mengambil tindakan.
Kecendrungan rezim sekarang dinilai semakin dzolim dan represif telah banyak diungkap. Hal yang paling menonjol adalah pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tanpa proses pengadilan. Secara substansial, dihilangkannya proses pengadilan dalam mekanisme pembubaran Ormas (Pasal 61) (yang sekarang menjadi UU Ormas) membuka pintu kesewenang-wenangan karena pemerintah akan bertindak secara sepihak dalam menilai, menuduh, dan menindak Ormas, tanpa ada ruang bagi Ormas itu untuk membela diri.
Rezim sekarang juga dinilai cenderung refresif dengan menggunakan alat-alat kekuasaan yang bekerja cenderung untuk kepentingan rezim. Hal ini diungkap Tom Power (The New Mandala), menurutnya pada tahun 2018 melihat semakin banyak bukti bahwa pemerintah Jokowi mengambil tindakan yang cenderung otoriter dalam menanggapi lawan-lawan politik, Dalam catatannya, upaya pemerintah untuk menggunakan instrumen hukum dengan cara ini telah menjadi jauh lebih terbuka dan sistematis di bawah Jokowi.
Untuk itu, kami mengingatkan kepada penguasa agar bersikap bijak dan adil. Sekaligus mengingatkan umat agar menolak kepemimpinan ruwaibidhah, karena kepemimpinan ini sangatlah berbahaya dan sangat destruktif bagi umat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya. Karena pemimpin seperti ini dapat menjungkirbalikkan segala nilai dan tatanan, yaitu orang yang jujur dikatakan pembohong, orang yang pembohong dikatakan orang jujur, pengkhianat dipercaya namun sebaliknya orang yang bisa dipercaya malah dianggap pengkhianat. Dalam kitab Sunan Ibnu Majah disebutkan :
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,”Akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya. Pada tahun-tahun itu pendusta dibenarkan, sebaliknya orang jujur didustakan, pengkhianat dipercaya sebaliknya orang yang terpercaya dianggap pengkhianat. Pada masa itu berbicara Ruwaibidhah.” Ada yang bertanya,”Apa itu Ruwaibidhah?” Rasul bersabda,”Orang bodoh yang bicara urusan orang banyak.” (HR Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, nomor 4036).[vm]
Posting Komentar untuk "Pemerintah Menjadi Penafsir Tunggal atas Pemikiran Masyarakat ?"