Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Subsidi Energi Dipangkas, Bukti Negara Semakin Kapitalis Liberalis


Oleh : Mela Ummu Nafiz

Pemerintah memutuskan untuk memangkas subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 menjadi Rp137,5 triliun. Angka ini turun sekitar 3,58 persen dari alokasi subsidi energi di 2019 yang mencapai Rp142,6 triliun. Dalam asumsi dasar sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) APBN 2020, subsidi yang dipatok pemerintah untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu, LPG 3kg dan listrik masing-masing sebesar Rp18,8 triliun, Rp52 triliun, serta Rp62,2 triliun. Pemangkasan subsidi ini memunculkan kekhawatiran terhadap kenaikan harga di tahun depan. Terlebih, tahun politik sudah lewat dan volume konsumsi energi juga diproyeksikan lebih tinggi ketimbang APBN 2019. (tirto.id, Agustus 2019).

Keberanian pemerintah memutuskan untuk memangkas subsidi energi untuk rakyat, menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki cukup "uang" untuk membeli energi yang saat ini sistem kepengurusannya mayoritas dimiliki oleh badan usaha. Baik milik pemerintah maupun swasta. Dan hari ini badan usaha milik pemerintah banyak dikuasai oleh swasta utamanya swasta asing.

Seperti diketahui banyak pihak, jika badan usaha akan bergerak menjalankan usahanya berdasarkan hitungan untung rugi. Padahal sejatinya badan usaha milik pemerintah hari ini mengelola sumber harta kepemilikan umum atau masyarakat, sebut saja barang tambang dan energi.

Maka wajarlah jika dalam mengurusi urusan kebutuhan energi masyarakat landasan perhitungannya adalah untung-rugi, bukan hak dan kewajiban apalagi halal dan haram.

Saat urusan pemenuhan kebutuhan energi masyarakat dilandaskan pada untung rugi, maka hal ini menunjukkan jika negara menggunakan konsep sekuler Kapitalis liberal dalam mengurusi urusan masyarakat. Dan ini sungguh sangat berbahaya bagi eksistensi negara. Karena negara akan kehilangan sumber dana utama dalam mengurusi urusan masyarakat yang begitu banyak dan beragam. Sedangkan tidak dapat dipungkiri bahwa "dana" yang dihasilkan dari "penghasil dana" adalah salah satu faktor penting dalam mengelola masyarakat dalam sebuah negara. 

Saat negara kehilangan sumber dananya, maka negara akan masuk dalam ketidakstabilannya, mudah mengalami krisis ekonomi dan akan terjerat hutang luar negeri sebagai upaya untuk menutup biaya operasional kenegaraannya. Hari ini, fakta itu terjadi, manakala sumber dana dikuasai oleh negara yang banyak diberikan kepada pihak swasta untuk mengelolanya  bahkan swasta asing. 

Pemangkasan subsidi energi pun menunjukan jika negara bukanlah pihak yang diuntungkan dalam pengelolaan berbagai macam sumber energi saat ini. Negara selalu mengalami kerugian, yang berkonsekuensi pada semakin dikuranginya subsidi yang sebenarnya adalah hak rakyat. Hal ini menunjukkan adanya "salah urus" terhadap sumber-sumber energi berupa barang tambang penghasil energi.

Salah urus ini mengakibatkan pengelolaan yang selalu berimplikasi pada semakin sedikit dan semakin berkurangnya "keuntungan" yang diperoleh. Akibat pengelolaan yang diserahkan negara kepada pihak swasta asing, bahkan negara berani untuk menjual aset-aset publik tersebut, akibat tekanan politik transaksional dunia.

Hal ini menunjukkan jika pengelolaan negara dengan menggunakan landasan sekuler Kapitalis Liberalis adalah cara pengelolaan  yang salah. Yang mengakibatkan banyak keburukan dan kezaliman dimasyarakat. Contohnya pemangkasan subsidi energi untuk masyarakat akan berimplikasi pada  melambungnya harga kebutuhan bahan pokok masyarakat, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan dan pendidikan, akibat kenaikan harga energi. Masyarakat dipaksa untuk membeli sesuatu yang sebenarnya adalah miliknya sendiri.

Sungguh sekuler Kapitalis Liberalis telah menciptakan iklim kehidupan binatang dalam peradaban manusia. Siapa kuat dia dapat. Yang lemah akan dibiarkan mati perlahan. Sungguh sangat tidak manusiawi. Tersebab faktanya manusia tercipta dalam berbagai macam kondisi dan keadaan. Ada yang kuat ada yang lemah.

Karena itu pemberlakuan sistem sekuler Kapitalis Liberalis dalam pengelolaan harta milik masyarakat berupa bahan tambang dan energi saat ini harus segera dihentikan, tersebab sistem ini mengancam eksistensi masyarakat sebagai sekumpulan makhluk yang beradab, yang memiliki aturan, pemikiran dan perasaan.

Adapun sistem yang dapat menghentikan pemberlakuan sistem sekuler Kapitalis Liberalis adalah Sistem Islam yang memberlakukan syariat Islam kaffah. Mau tidak mau, suka tidak suka, hanya ini satu-satunya solusi yang dapat menyelamatkan semua pihak.

Syariat Islam akan mendudukan seluruh persoalan manusia termasuk pemenuhan energi bagi masyarakat, berdasarkan duduk persoalannya. Yaitu mengembalikan kepemilikan milik masyarakat kepada masyarakat, dan menjadikan negara sebagai pihak pengelola, yang wajib mengelola seluruh aset sumber energi milik masyarakat dengan amanah, mengembalikan hasil pengelolaannya seutuhnya kepada masyarakat sebagai pemiliknya. Tersebab, jika negara murni berperan sebagai pihak pengelola yang mewakili masyarakat dengan konsep pengelolaan menggunakan syariat Islam kaffah, maka sangat kecil kemungkinan negara mengalami kerugian dan defisit sehingga berani memangkas subsidi rakyat. Apalagi Indonesia yang memiliki keberlimpahan sumber daya alam luar biasa dalam sektor energi.

Karenanya, tinggal satu peer nya, mau keluar dari sistem bobrok sekuler Kapitalis Liberalis dan mengambil sistem Islam sebagai solusi. Atau tetap bertahan dalam sistem bobrok sekuler Kapitalis Liberalis seperti saat ini yang banyak menyumbang kesempitan hidup semua pihak utamanya warga masyarakatnya. [www.visimuslim.org]

Posting Komentar untuk "Subsidi Energi Dipangkas, Bukti Negara Semakin Kapitalis Liberalis"

close