Undang-Undang Sapu Jagat Buah Pahit Rezim Otoriter
Oleh: Anggun Permatasari
Wacana mengenai Omnimbus law pertama kali diungkapkan Presiden Joko Widodo pada saat dilantik, Oktober 2019. Walaupun masih asing, Omnimbus Law digadang-gadang sebagai undang-undang sapu jagat.
Namun, kemunculannya menuai banyak kontroversi di masyarakat. Saat ini, terdapat tiga rancangan undang-undang (RUU) Omnibus Law tentang kemudahan investasi di Indonesia. Yaitu RUU Cipta Lapangan Kerja (Cika), RUU Perpajakan, dan RUU UMKM.
Belakangan RUU Cika menjadi sorotan publik karena dianggap banyak merugikan pihak pemerintah sendiri dan buruh.
Dilansir dari laman cnnindonesia.com., "Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyebut Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja merupakan bentuk sikap otoriter pemerintah. Ini adalah aturan yang dirumuskan pemerintahan Presiden Joko Widodo."
Salah satunya adalah penghapusan kewajiban para perusahaan untuk mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB). Menurutnya hal tersebut bisa mengurangi fungsi kontrol dari pemerintah daerah.
Halaman vivanews.com., mengabarkan bahwa terdapat pasal-pasal kontroversi yang dikritik organisasi buruh. Upah Minimum Provinsi (UMP) lebih kecil dari Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang saat ini dijadikan standar pembayaran. Uang penghargaan masa kerja dari maksimal 10 bulan hanya menjadi 8 bulan. Jam kerja yang eksploitatif buruh.
Selintas, tidak ada yang aneh dari RUU Cipta Lapangan Kerja. Dari nomenklaturnya, RUU ini seperti memberi angin segar kepada masyarakat yang saat ini sedang bingung mencari pekerjaan. Namun apabila kita telisik lebih dalam, isi RUU Cika ternyata malah menyeret para buruh ke dalam lingkaran setan kapitalisme.
Bagaimana tidak, para pekerja dijadikan mesin pencetak pundi-pundi pemodal. Buruh dipaksa kerja rodi, namun minim apresiasi. Lemahnya pengawasan dan undang-undang perlindungan tenaga kerja juga membuat pembayaran upah sering tertunda.
"Dari Abu Hurairah Ra. dari Nabi Saw bersabda: "Ada tiga golongan (orang) yang Aku (Allah) musuhi (perangi) pada hari qiyamat, seseorang yang bersumpah (memberi gaji) atas nama-Ku lalu mengingkarinya, seseorang yang menjual orang merdeka lalu memakan harganya (hasil penjualannya) dan seseorang yang mempekerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar upahnya." (HR. Bukhari).
Upah yang diberlakukan tidak memperhitungkan status buruh. Karena, sebagai tulang punggung keluarga tentunya juga menanggung biaya anggota keluarga yang lain.
Melihat fakta tersebut, pemerintah seolah abai terhadap nasib para pekerja. Kebijakan yang berat sebelah selalu saja merugikan buruh. Negara seperti tidak punya standar menyelesaikan kasus ketenagakerjaan dari tahun ke tahun.
Padahal, untuk bisa menyelesaikan kasus mengenai ketenagakerjaan, negara harus paham mengenai asas/akar masalahnya. Dan akar permasalahan dari masalah buruh adalah terkait kompensasi yang diberikan pengusaha. Selama pemerintah belum mengurai asas ini, jangan berharap buruh akan meraih kebahagiaannya.
Disamping itu, yang sangat menyayat hati adalah saat ini baik di toko, kantor atau pabrik pegawainya kebanyakan wanita. Sehingga, peran domestik wanita dalam rumah tangga banyak dilalaikan.
Atas nama investasi RUU Cika ini berseberangan dengan UU Perlindungan Lingkungan Hidup. Sehingga, ke depannya para pengusaha bisa melanggeng bebas dari tanggungjawab hukum terkait limbah. Contohnya, lubang-lubang raksasa bekas pertambangan batu bara yang banyak menelan korban jiwa akan semakin berjamur.
RUU tersebut sejatinya menunjukkan sikap rezim yang semakin kalap memuluskan kepentingan kaum kapitalis. Dengan justifikasi untuk kemajuan pembangunan dan ekonomi yang tangguh, rakyat selalu dikorbankan. Karena dalam pandangan sistem ekonomi kapitalis, posisi buruh akan selalu tertindas. Padahal, jika sebuah perekonomian ingin terus tumbuh dan berkembang, maka faktor tenaga kerja harus mendapat perhatian serius.
Kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekologi seringkali diabaikan ketika tujuan suatu program pemerintah menyangkut investasi.
Idealnya, semua kebijakan yang dikeluarkan negara semata-mata demi kesejahteraan rakyat. Sejahtera untuk buruh maupun pengusaha.
Sebaliknya, saat ini kebijakan pemerintah justru melenggangkan asing mencengkramkan kukunya lebih dalam di negeri ini. Pemerintah secara otoriter melahirkan kebijakan yang justru tidak pro rakyat seperti omnimbus law.
Ketangguhan ekonomi yang akan membuat negara memiliki integritas tidak akan terwujud selama masih mengadopsi sistem kapitalis liberalis. Hanya Islam yang punya solusi tuntas meniadakan pengangguran.
Mimpi meraih kesejahteraan buruh saat ini hanya pepesan kosong belaka. Faktanya, semua kebijakan terkait ketenagakerjaan tidak ada yang berpihak kepada buruh.
Dalam sistem Islam, negara akan memfasilitasi semua rakyatnya untuk bekerja. Selain itu, Islam mewajibkan kepada setiap laki-laki usia produktif untuk bekerja.
Alkisah, ketika Khalifah Umar ra. mendengar jawaban orang-orang yang berdiam di masjid pada saat orang-orang sibuk bekerja. Dan mereka berkata sedang bertawakal. Saat itu beliau berkata, “Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.” Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari masjid dan memberi mereka setakar biji-bijian.
Para wanita hanya mengisi jenis pekerjaan yang sesuai porsi dan tidak menabrak rambu-rambu syariat. Contohnya, bidan, perawat, dokter, dan guru.
Negara akan selalu menjaga iklim usaha yang sehat di tengah-tengah umat. Dengan begitu, harga-harga kebutuhan pokok terjangkau dan stabil. Islam sangat menjaga mekanisme pasar. Hal tersebut terbukti mampu menghilangkan dan memberantas berbagai distorsi pasar, seperti intervensi harga oleh perorangan, penimbunan, kanzul mal, riba, monopoli, dan penipuan.
Selain itu, dalam sistem ekonomi Islam, negaralah yang menguasai dan mengelola sumber kekayaan alam yang merupakan milik rakyat. Hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat. Dengan demikian, jaminan sosial bagi masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan dan tempat tinggal akan terpenuhi.
Rasulullah saw. bersabda: "Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya." (HR al-Bukhari dan Muslim).
Posting Komentar untuk "Undang-Undang Sapu Jagat Buah Pahit Rezim Otoriter"