Jangan Korbankan Keselamatan Rakyat demi Pariwisata
Oleh Ragil Rahayu, SE (Pemerhati Ekonomi dari Komunitas Revo-ekonomi)
Berita kapal pesiar MV Colombus yang bersandar di dermaga pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, Jumat (13/3/2020) membuat publik khawatir akan dampaknya pada penularan Covid-19. Kapal ini mengangkut sebanyak 1.044 wisatawan mancanegara. Sebelumnya kapal pesiar itu sempat singgah di Lombok dan berencana meneruskan perjalanan ke Jakarta.
Alasan dijinkannya kapal tersebut bersandar adalah karena para penumpang kapal sudah dilakukan pemeriksaan oleh tim medis dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di atas perairan. Setibanya di dermaga, para penumpang diperiksa suhu tubuh menggunakan alat Thermal Scanner. Sebagian besar penumpang kapal itu berasal dari Amerika, Kanada, Inggris, Jerman, Belanda dan Australia. Padahal Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengumumkan darurat nasional virus corona pada Jumat (13/3/2020) waktu setempat.
MV Colombus bukan satu-satunya kapal pesiar yang bersandar di Indonesia pasca merebaknya Covid-19. Kapal ini merupakan kapal keempat yang bersandar ke Tanjung Emas dari total 21 kapal pesiar asing yang dijadwalkan merapat ke Semarang sepanjang 2020. Sebelumnya, pada 08/03/2020, Kapal pesiar berbendera Norwegia, Viking Sun, diizinkan berlabuh di kawasan alur Pelabuhan Benoa, Bali. Pada 12/03/2020 kapal pesiar Australia berlabuh di Makassar.
Tindakan pemerintah yang mengijinkan kapal pesiar asing masuk Indonesia disesalkan banyak pihak. Seharusnya pemerintah menolak kaoal pesiar tersebut bersandar di Indonesia. Meski pemerintah menyatakan para penumpang bebas dari infeksi Corona, namun publik tetap khawatir. Pasalnya para penumpang hanya dites gejalanya saja seperti demam, misalnya. Tes ini hanya melihat gejala, bukan menguji ada tidaknya virus corona di tubuh penumpang. Untuk menguji infeksi virus corona, tak cukup dengan thermal scanner, namun harus diuji di laboratorium.
Kekhawatiran masyarakat sangat beralasan. Saat ini Covid-19 atau virus corona telah dinyatakan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Corona telah masuk ke Indonesia. Update tanggal 14/03/2020, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 117 kasus. Kasus Covid-19 bertambah 21 kasus. Jumlah pasien Covid-19 yang meninggal di Indonesia ada 5 pasien.
Dalam kondisi pandemi seperti ini, seharusnya pemerintah menutup akses masuknya wisatawan mancanegara ke Indonesia. Hal ini penting demi keselamatan nyawa jutaan orang. Sayangnya Pemerintah justru membiarkan turis asing lenggang kangkung masuk Indonesia. Padahal bisa jadi ketika mereka berinteraksi dengan warga lokal akan menularkan penyakitnya. Mengingat Covid-19 sangat mudah menular melalui ludah, bersin, batuk, jabat tangan dll.
Pemerintah mengejar devisa dari sektor pariwisata bagi pemasukan negara. Padahal seharusnya keselamatan rakyat lebih diutamakan. Jika yang menjadi pertimbangan adalah hitung-hitungan ekonomi, masuknya wisatawan mancanegara akan meningkatkan risiko infeksi corona sehingga biaya pengobatan yang harus dikeluarkan negara juga sangat besar. Apalagi jika yang menjadi pertimbangan adalah keselamatan rakyat, berapapun kerugian ekonomi yang dialami akibat sepinya pariwisata, negara seharusnya siap menanggung, demi kemaslahatan rakyat. Karena nyawa satu orang jelas lebih berharga dari ribuan dolar devisa. Ini jika penguasa memposisikan dirinya sebagai pelayan umat.
Tapi kenyataannya, pemerintah justru mengundang wisatawan mancanegara untuk masuk ke Indonesia. Berbagai stimulus diberikan, misalnya memberikan insentif melalui diskon tiket pesawat antara 30% sampai 40% untuk 10 destinasi dalam negeri dari Maret hingga Mei 2020. Selain dari pemerintah, maskapai bisa memberikan potongan harga untuk sebagian besar destinasi wisata domestik.
Pada akhirnya penguasa lebih sibuk "mengobati demam" ekonomi akibat Covid-19 daripada menjaga rakyatnya agar tidak terinfeksi virus ini. Demi devisa, nyawa rakyat taruhannya. Industri pariwisata memang sangat terpukul akibat pandemi corona, namun ini tak menjadi pembenar untuk mengorbankan keselamatan rakyat. Jika virus corona bisa ditanggulangi, kondisi akan kondusif lagi, pariwisata bisa kembali beroperasi. Devisa bisa dikejar lagi. Namun dalam kondisi seperti sekarang, prioritas pemerintah seharusnya pada penyelesaian penyakit, bukan mengejar pemasukan negara.
Sikap pemerintah ini menunjukkan bahwa negara makin neolib. Negara sibuk mengejar keuntungan ekonomi dan melalaikan pelayanan urusan rakyat. Padahal para penguasa itu menduduki jabatannya karena mendapat mandat dari rakyat. Setelah berkuasa, mereka justru melupakan amanat rakyat. Sungguh tak patut.
Hal ini kontras dengan sistem Islam. Saat khilafah mengalami wabah, khalifah melakukan isolasi pada wilayah yang terkena wabah. Penduduk wilayah tersebut dilarang keluar, sedangkan penduduk luar kota tersebut dilarang masuk. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan penyebaran penyakit.
Di zaman Rasululullah SAW pernah terjadi wabah kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya. Kala itu, Rasulullah SAW memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat orang yang mengalami kusta atau lepra.
Nabi Muhammad SAW juga pernah memperingatkan umatnya untuk tidak dekat dengan wilayah yang sedang terkena wabah. Dan sebaliknya jika berada di dalam tempat yang terkena wabah dilarang untuk keluar.
Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
Artinya: "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)
Di zaman khalifah Umar bin Khattab juga ada wabah penyakit. Dalam sebuah hadist diceritakan, Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhori).
Isolasi/lock down penting untuk mencegah penyebarluasan virus corona. Saat ini beberapa pemerintah daerah seperti DKI Jakarta dan Jawa Tengah telah meliburkan sekolah. Namun perang melawan corona butuh satu komando dari pusat, yaitu presiden. Agar tidak ada simpang siur terkait virus ini. Satu komando tersebut sangat dinanti rakyat. Namun berbagai pernyataan yang meremehkan corona justru banyak dilontarkan pejabat publik. Hal ini sangat melukai hati rakyat. Ketika Pak Menteri Perhubungan positif corona, baru pemerintah sadar bahaya virus ini. Pemerintah dinilai publik terkesan lamban dalam penanganan corona. Tiap hari jumlah korban makin banyak. Semoga bencana ini segera berakhir. Aamiin. []
Posting Komentar untuk "Jangan Korbankan Keselamatan Rakyat demi Pariwisata "