Pasien Corona Melonjak, Lockdown Ditolak



Oleh: Dr. Agnes Lituhayu

Saat ini hampir tidak ada satu orang pun warga kita yang tidak pernah mendengar nama virus corona. Semuanya nyaris heboh.  Setiap media mengabarkan perkembangan kasusnya. 

Televisi, tabloid, terlebih sosial media dipenuhi oleh berita tentang Covid 19. Virus satu ini memang sangat spesial. Masih satu keluarga dengan virus  SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dan MERS (Midle East Respiratoy Syndrome) yang sempat menjadi endemik pada beberapa tahun yang lalu, virus SARS COV-2 (sebutan bagi virus Corona penyebab Covid 19) jauh lebih istimewa dari kedua saudaranya tersebut. Penyebarannya begitu cepat, bahkan sangat cepat. Belum satu semester Covid sudah menjadi pandemi, wabah yang mendunia.

Meski pada awal kemunculannya menjadi bahan candaan, SARS COV-2 akhirnya berhasil menembus Indonesia pada Senin, 2 Maret lalu, melalui pengumuman resmi presiden bahwa sudah ada dua penderita positif. 

CNN Indonesia menilai, jumlah pasien positif terinfeksi di negeri ini melonjak signifikan. Sampai kemarin Sabtu 28 Maret 2020, pasien positif Covid menjadi 1.155 kasus, dengan 102 meninggal dan 59 sembuh. Ada penambahan konfirmasi pasien positif sebanyak 109 kasus dibanding hari sebelumnya. Total pasien yang tersebar di hampir seluruh provinsi Indonesia itu menunjukkan kenaikan lebih dari 500 kali lipat dalam kurun waktu hanya tingga minggu sejak kasus pertama ditemukan.

Perkembangan Covid 19 di negeri ini membawa serta cerita kelam bersamanya. Angka kematian tinggi, di atas rata-rata angka kematian global yang dirilis WHO. Minimnya fasilitas APD (Alat Pelindung Diri) bagi tenaga kesehatan yang berada di garda terdepan menghadapi wabah. Hingga mengakibatkan puluhan dari mereka positif terinfeksi dan setidaknya sudah sembilan dokter yang meninggal.

Prosedur penanganan pasien Covid juga banyak dikeluhkan, baik oleh masyarakat maupun tenaga penyedia layanan kesehatan. Syarat pemeriksaan usap tenggorokan untuk menentukan diagnosis cukup rumit. Belum lagi problema biayanya yang masih membingungkan sejumlah pihak. Melonjaknya jumlah pasien juga membuat rumah sakit rujukan yang ditunjuk pemerintah untuk menangani kasus spesial ini hampir selalu penuh pasien, bahkan nyaris tidak mampu menampung lagi. Berita penolakan pasien suspect Covid pun mulai menyebar.

Sementara faktor resiko cepatnya penyebaran penyakit masih terus terjadi. Masyarakat sulit diminta untuk stay at home, padahal itulah cara efektif memutus rantai penularan. Meski pemerintah telah melakukan gerakan meliburkan aktivitas beberapa instansi dengan maksud mempermudah tinggal di rumah, masih saja ada masyarakat yang beraktifitas di luar rumah. Biasanya mereka ini adalah orang-orang yang kurang memahami seberapa penting dan bermanfaatnya untuk menetap di rumah. Tetapi tidak sedikit juga mereka adalah orang-orang yang terpaksa tetap keluar rumah, demi mencari biaya hidup sehari-hari. Meskipun sadar adanya ancaman tertular virus di luaran sana.

Seruan lockdown dari para ahli medis sejak awal kemunculan wabah selalu ditolak oleh pemerintah. Berbagai alasan dikemukakan, semuanya mengerucut pada kekhawatiran lumpuhnya perekonomian bangsa. Padahal, jika saja lockdown diterapkan sedini mungkin, bisa diprediksi wabah Covid 19 tidak akan meluas sampai seperti sekarang. 

Penerapan lockdown oleh pemerintah secara tegas menjadi solusi bagi warga yang kesadaran dirinya masih minim untuk tetap tinggal di dalam rumah. Mengenai kebutuhan sehari-hari selama masa lockdown, seharusnya tidak perlu dikhawatirkan. 

Undang-undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan telah mengatur mengenai hal ini. Pasal 52 menyebutkan bahwa kebutuhan dasar seluruh penghuni rumah maupun hewan ternak selama masa karantina rumah menjadi tanggung jawab pemerintah. Maka tidak ada lagi alasan warga untuk beraktifitas di luar rumah. Rantai penularan virus terputus, kebutuhan pokok harian pun terjamin.

Namun justru di sinilah masalahnya. Banyak pihak menilai, inilah alasan mengapa pemerintah menegaskan tidak akan mengambil tindakan lockdown total. Mereka mencurigai tidak ada dana cukup untuk menjamin kebutuhan rakyat selama masa lockdown. Sampai akhirnya muncul berita bahwa pemerintah membuka rekening khusus untuk menampung donasi dunia usaha guna pencegahan dan penanganan Covid 19. 

Tapi anehnya, di tengah simpang siur masalah dana ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan memastikan persiapan ibu kota baru ke Kalimantan Timur terus berjalan. Masyarakat mulai bertanya-tanya, mengapa dana untuk ibu kota baru tersedia, sementara dana penyelamatan nyawa rakyatnya masih menunggu donasi.

Begitulah sempitnya kehidupan pada masa ini, masa dimana kehidupan tidak lagi diatur oleh aturan yang turun dari pencipta manusia. Aturan hidup sistem Kapitalisme hanya mengutamakan keuntungan materi di atas nyawa manusia. Mirisnya, sistem kejam dan tidak manusiawi  ini yang masih diterapkan pemerintah kita hingga sekarang. Sehingga tidak perlu heran, penyelamatan nyawa warganya bukan menjadi prioritas dan fokus utama para pemegang tanggug jawab. Mereka menjabat atas pilihan rakyat, tapi menjalankan amanah jabatan bukan demi kesejahteraan rakyat. 

Terbukti hingga hari ini problem penanganan Covid masih tidak jelas. Rakyat harus secara mandiri menjalankan hidup di tengah ancaman wabah. Para tenaga medis harus menunggu donasi masyarakat demi tersedianya fasilitas peralatan medis terutama APD dalam menghadapi lonjakan pasien. Nampaknya masa depan kondisi pandemi ini masih suram. Tidak ada pihak bertanggung jawab yang bisa kita andalkan kecuali hanya berharap pada Sang Pemegang kehidupan. Semoga Allah segera mengangkat wabah mengerikan ini dalam waktu dekat. Aamiin. []

Wallahu’aam

Posting Komentar untuk "Pasien Corona Melonjak, Lockdown Ditolak"