Persembahan Cinta untuk Bunga Bangsa
Oleh: Meli Mustofiah, S.Pd.I (Penulis, Revowriter)
Kulihat kusuma bangsa terus berguguran
Mereka maju di garda depan karena sumpah jabatan
Namun sayang seribu sayang
Seolah hanya menjadi tumbal kekuasaan
Meski tanpa baju besi
Menyeruak di tengah medan perang
Tak lagi pikirkan diri sendiri
Nurani menjerit jutaan nyawa melayang di hadapan
Lalu dimanakah mereka yang katanya pemangku negeri
Butakah dengan penderitaan rakyat kalian
Tulikah dengan jeritan mereka yang kini mulai sayup terdengar dalam kepasrahan
Lupakah dengan sumpah di bawah kitab suci
Malang sungguh malang
Kulihat mereka masih pikirkan untung rugi
Seolah kehidupan ini abadi
Tak cukupkah peringatan Tuhan sadarkan diri
Harum kuhidu wangi perjuangan
Masih ada harapan
Pada mereka pemilik iman
Pada mereka pemegang bara api di akhir zaman
***
Puisi di atas persembahan untuk para tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan perjuangan melawan pandemi. Sungguh perjuangan kalian luar biasa. Hanya doa yang mampu kami persembahkan semoga lelah kalian menjadi pemberat amal salih saat hisab nanti. Meski saran untuk segera melakukan lockdown seolah dianggap angin lalu oleh para pemangku negeri namun bakti kalian sepenuh hati.
Entah apa yang merasuki mereka yang duduk di singgasana kekuasaan. Gagap terhadap pandemi yang sebelumnya sangat jumawa mampu mengatasi. Kebijakan silih berganti direvisi, bingung sendiri karena dalam benaknya hanya materi.
Hal itu tentu saja wajar karena meski mayoritas penduduk negeri ini muslim namun sistem yang dijalankan adalah kapitalisme. Maka wajar jika untung rugi yang menjadi acuan dari setiap kebijakan. Bahkan negeri ini sejatinya bermodel korporatokrasi yaitu suatu bentuk pemerintahan di mana kewenangan telah didominasi atau beralih dari negara kepada perusahaan-perusahaan besar sehingga petinggi pemerintah dipimpin secara sistem afiliasi korporasi (perusahaan). Hingga akhirnya negara hanya menjadi instrumen kepentingan bisnis dan keputusan politik mengabdi pada pemilik modal.
Sudah banyak bukti akan hal itu. Contohnya pemerintah lebih memilih darurat sipil dibanding karantina untuk mengatasi wabah meski akhirnya direvisi. Titik tekannya jelas pemerintah tidak mau rugi dengan menanggung kebutuhan masyarakat selama karantina atau lockdown.
Bahkan ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) bagi para tenaga medis sangat minim sekali yang akhirnya menggugah masyarakat untuk beramai-ramai menggalang dana memberikan bantuan kepada tenaga kesehatan demi ketersediaan APD yang mencukupi. Tak hanya kekurangan APD, para medis pun tidak mendapat perhatian. Mereka sampai mengalami kelelahan yang luar biasa akibat minimnya ketersediaan sumber daya. Baik dari sisi tenaga maupun sarana dan prasarana untuk pengobatan pasien Covid-19.
Pemerintah juga lebih memilih rapid test yang diklaim lebih ekonomis dari pada RT-PCR untuk pemeriksaan infeksi virus corona (Covid-19). Padahal jika dilihat hasil RT-PCR memiliki akurasi 95-97% karena langsung mengambil swab lendir dari hidung atau tenggorokan tempat virus corona bereplikasi.
Mereka sangat perhitungan jika dana yang mereka keluarkan untuk kebutuhan rakyat sebaliknya tanpa berpikir panjang, sangat tanggap mengeluarkan biaya untuk membangun ibu kota baru ataupun menandatangani kontrak dengan pihak luar yang justru hal itu akan menguntungkan asing dan aseng. Inilah penyimpangan cara pandang ideologi kapitalisme dalam mengurus rakyat. Negara yang harusnya menjadi supremacy state malah menjadi profit entity seperti sebuah perusahaan.
Tak berlebihan kiranya jika ada yang mengatakan bahwa kapitalisme adalah the satanic ideology karena membiarkan rakyat berjuang sendiri memenuhi kebutuhan pokok mereka bahkan keamanan mereka. Wajar juga dikatakan bahwa negara ini telah gagal karena membuat kebijakan yang alih-alih mampu menyejahterakan justru semakin menyengsarakan rakyat.
Padahal Rasulullah saw telah mengajarkan bahwa peran negara (Khilafah) adalah pengurus dan pelayan rakyat. Merekalah yang melayani dan melindungi dengan segenap upaya dan sumber daya yang ada. Maka jika terjadi wabah, Khilafah tidak berpikir panjang untuk segera melakukan lockdown di daerah wabah. Dan masyarakat pun tidak khawatir sebab meskipun tidak ada wabah, negara tetap bertanggungjawab penuh untuk memenuhi kebutuhan umum rakyat seperti membangun fasilitas kesehatan yang memadai, menggaji tenaga kesehatan secara layak, menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan rumah sakit dengan ditopang sistem ekonomi Islam.
Terlebih ketika terjadi wabah, keselamatan rakyat akan menjadi prioritas utama karena satu nyawa dalam Islam sangatlah berharga. Maka Khilafah akan memberikan jaminan di daerah wabah. Memasok kebutuhan logistik dan obat-obatan kepada mereka. Mereka dilockdown agar daerah yang tidak terkena wabah dapat menjalankan aktivitas perekonomian mereka sebagaimana biasanya. Oleh karena itu, kesusahan rakyat akibat dari wabah ini sebenarnya akan mudah diselesaikan ketika Islam diambil sebagai sebuah sistem kehidupan yang diterapkan secara praktis oleh negara yaitu Khilafah.
Tak bosan rasanya mengisahkan kegemilangan peradaban Islam dalam naungan Khilafah. Sebagai contoh pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak dijumpai orang miskin yang berhak menerima zakat. Bahkan baitul mal pada masa itu akan memberikan bantuan kepada orang yang dililit hutang, pemuda lajang yang ingin menikah namun tidak memiliki harta dan memberikan tambahan modal bagi yang kekurangan.
Keadaan tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam Qs.Al-A’raf[7]: 96 bahwa iman dan taqwa adalah kunci keberkahan suatu negeri.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jikalau penduduk kota-kota beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
Maka diperlukan ketakwaan tidak hanya pada level individu namun hingga level masyarakat dan negara agar negeri ini dan seluruh alam kembali diliputi keberkahan. []
Wallahu a'lamu bishawab
Posting Komentar untuk "Persembahan Cinta untuk Bunga Bangsa"