Tuntutan Mahasiswa, Gratiskan UKT!
Ilustrasi |
Oleh: Ummu Rufaida (Aktivis Dakwah Ideologis)
Selama pandemi, sektor pendidikan menjadi salah satu yang terdampak paling pelik. Sebab pendidikan merupakan kebutuhan semua rakyat. Kegiatan belajar mengajar beralih melalui daring (dalam jaringan), tak terkecuali perguruan tinggi.
Banyak suka duka yang dirasakan para mahasiswa selama kuliah daring. Mulai dari tidak mampu berkonsentrasi, tidak paham materi perkuliahan, jaringan eror, mengantuk, serta terbatasnya kuota internet. Namun, yang menjadi keresahan adalah mengapa kuliah daring tetapi UKT (Uang Kuliah Tunggal) tidak miring?
Seperti dilansir dari laman BantenNews.co.id (22/06/20), puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UIN Banten melakukan aksi demo terkait tuntutan penggratisan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di depan Gedung Rektorat UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Senin (22/6/2020).
Presiden Mahasiswa (Presma) UIN Banten, Ade Riad Nurudin dalam orasinya, aksi ini dilatarbelakangi karena keluhan dan keresahan yang dialami oleh Mahasiswa UIN Banten atas tidak adanya titik terang dari pimpinan kampus mengenai kebijakan yang diharapkan mahasiswa soal penggeratisan atau pemotongan UKT semester depan.
“Seharusnya pihak kampus mengeluarkan keputusan yang bijak mengenai pembayaran UKT dan bertransparansi terkait anggaran pengeluaran kampus selama pandemi Covid-19,” kata Ade, Senin (22/6/2020).
Tuntutan ini sangat wajar terjadi sebab selama masa pandemi, mahasiswa belajar dari rumah dan tidak menggunakan fasilitas kampus. Disisi lain, terjadinya PHK dimana-mana berimbas pada pemasukan orang tua mahasiswa. Belum lagi naiknya tagihan listrik, iuaran BPJS serta kebutuhan harian yang semakin hari semakin sulit terjangkau.
Tentu jika kebijakan pemerintah dalam hal ini Kemendikbud, tetap memberlakukan UKT secara normal, akan sangat memberatkan. Seolah tak mau tahu jeritan hati para mahasiswa. Padahal mereka seharusnya bertanggung jawab atas pembiayaan pendidikan.
Inilah potret pembiayaan pendidikan kapitalis. Semua ditimbang berdasarkan untung rugi, bukan asas untuk melayani rakyat. Pendidikan hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mampu membayar mahal. Sedangkan yang tidak memiliki pundi-pundi rupiah jangan bermimpi untuk mengenyam bangku pendidikan dengan mudah dan murah.
Berbeda dengan sistem Islam, pendidikan menjadi salah satu kebutuhan dasar rakyat. Dimana rakyat mampu mengaksesnya dengan mudah dan murah, baik laki-laki atau perempuan, orang kaya atau fakir miskin. Sebab pemerintah bertanggung jawab untuk menggratiskan biaya pendidikan pada setiap jenjangnya.
Pendidikan murah bahkan gratis ini tentu juga memiliki kualitas serta fasilitas yang juga berkelas. Sebab, negara merupakan pelayan bukan pemalak rakyat. Maka, tentu negara akan bersungguh-sungguh memberikan pendidikan terbaik bagi para penerus generasi.
Lantas, darimana pembiayaannya? Seluruh pembiayaan pendidikan dalam negara khilafah bersumber dari kas Baitul mal, yakni pos fa'i dan khoroj serta pos milkiyah ammah (kepemilikan umum).
Seluruh pemasukan negara dari kedua pos ini, boleh digunakan untuk pembiayaan sektor pendidikan. Negara tidak akan mengambil pembiayaan lain jika kedua pos ini sudah mencukupinya, termasuk pungutan dari rakyat.
Namun, jika ternyata harta Baitul mal tidak mencukupi untuk pembiayaan ini. Maka, negara khilafah akan meminta sumbangan sukarela dari kaum muslim. Jika tidak cukup juga, maka negara akan meminta dharibah (pajak) hanya kepada rakyat yang mampu dan berkecukupan.
Begitulah gambaran sistem pendidikan dalam Islam. Tentu semua itu hanya bisa diwujudkan dalam sistem pemerintahan khilafah. Sistem yang sesuai dengan fitrah manusia yang berasal dari Tuhan manusia, Allah Subhanahu wa Taala.[]
Wallahu A'lam
Posting Komentar untuk " Tuntutan Mahasiswa, Gratiskan UKT! "