Tambang, Mengapa Tak Dikekola Negara?
Ilustrasi |
Oleh: Ummu Rufaida (Anggota Akademi Menulis Kreatif)
Indonesia negeri kaya melimpah sumber daya alam, baik daratan, lautan bahkan dalam perut bumi. Negeri dengan sejuta pesona, membuat semua orang takjub dibuatnya. Melimpah kekayaan alam yang mengundang banyak investor swasta dan asing untuk mendekatinya.
Nusa Tenggara Timur salah satunya. Ia dilirik banyak investor tambang, seperti tambang batu mangan, batu gamping dan lain-lain. Setelah sebelumnya PT. Istindo Mitra Perdana melakukan aktivitas pertambangan mangan di Kampung Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda Manggarai Timur. Kini, PT. Istindo Mitra Manggarai (IMM) dan PT. Singa Merah berencana akan melakukan aktivitas pembangunan tambang batu gamping dan pabrik semen di wilayah yang sama.
Tentu, rencana ini ditolak oleh berbagai elemen masyarakat, salah satunya mahasiswa. Aliansi Mahasiswa Manggarai Raya (AMMARA) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin, 30 Juni 2020 menggelar aksi unjuk rasa di Gedung DPRD NTT menolak Pembangunan Pabrik Semen dan Tambang Batu Gamping di Luwuk dan Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Mangggarai Timur.
Dalam pernyataan yang ditandatangani Koordinator Umum, Adeodatus Syukur dan Koordinator lapangan, Alvino Latu menyebutkan beberapa dasar penolakan pembangunan pabrik semen dan tambang batu gamping. Dimana wilayah yang akan menjadi tempat operasi perusahaan itu mencakup perkampungan warga dan lahan-lahan pertanian yang telah bertahun-tahun menghidupi mereka.
Selain itu, karena wilayah di sekitar dua kampung itu merupakan bekas tempat beroperasinya perusahaan tambang mangan selama puluhan tahun, yang faktanya tidak membawa perubahan signifikan bagi situasi kehidupan masyarakat. (NTTTERKINI.ID, 29/06/2020)
Sebab, masyarakat lokal tentu hanya menjadi buruh kasar yang penghasilannya tidak sebanding dengan beban kerja. Sementara, pihak perusahaan tentu akan mengambil tenaga kerja professional untuk mengelola dan menjalankan roda bisnisnya. Padahal masyarakat sudah kehilangan banyak lahan pertaniannya.
Rencana pembangunan pabrik ini pun dinilai sangat melukai hati warga. Bagaimana tidak, Gubernur yang berjanji akan membatasi penambangan di wilayah NTT, nyatanya memberikan izin. Selain itu, di tengah pandemi, alih-alih memberikan perhatian bagi para terdampak Covid-19, pemerintah justru bersikap acuh dan miskin empati.
Pengelolaan tambang oleh perusahaan swasta tentu sangatlah lumrah dalam sistem demokrasi. Sebab, pengusaha dan penguasa bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Keduanya menginginkan keuntungan yang sama. Maka tak heran jika rakyat selalu menjadi bulan-bulanan janji manis kampanye politik yang berakhir kecewa.
Jika pengelolaan sumber daya alam ini hanya dilakukan oleh segelintir orang, akankah kekayaan merata pada setiap warga NTT? Sampai kapan warga tetap dalam kemiskinannya sementara dengan mata kepalanya mereka menyaksikan korporasi mengeruk SDA tanpa ampun? Yang tersisa hanya limbah yang merusak lingkungan sekitar.
Islam merupakan agama paripurna, mengatur seluruh sendi kehidupan manusia, termasuk pengelolaan SDA. Islam pun membagi konsep kepemilikan menjadi tiga, kepemilikan individu, umum dan negara. Tambang merupakan kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan kepada baitul mal, kemudian akan didistribusikan untuk kemaslahatan rakyat secara umum.
Oleh karenanya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan SDA kepada pihak swasta ataupun individu. Sebab, muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu: air, api dan padang rumput. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw.:
“Al-muslimûna syurakâ`un fî tsalâtsin: fî al-kalâ`i wa al-mâ`i wa an-nâri”
Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Sungguh, jika ini dilaksanakan akan sangat membantu perekonomian negara. Sehingga tak perlu negara berutang kepada asing untuk penanganan pandemi Covid-19 serta pembiayaan lainnya. Namun, konsep ini hanya bisa terealisasi dalam sistem Islam, yaitu Khilafah.[]
Wallahu A'lam
Posting Komentar untuk " Tambang, Mengapa Tak Dikekola Negara?"