Fahri Hamzah: Seandainya Penguasa Mau Mendengar, Tentu Beda Ceritanya
Jakarta, Visi Muslim- Wakil Ketua Umum Partai gelora, Fahri Hamzah memberikan pandangannya terkait polemik masalah radikalisme yang belakangan ramai diperbincangkan.
Awalnya, Fahri menjelaskan soal kebebasan berpendapat yang ada di Indonesia.
“Negara kita dulu percaya bahwa pikiran harus dikontrol sejak dini, negara menentukan apa yang boleh dibaca dan apa yg boleh dikatakan. Lalu Pemerintah menyelenggarakan kewajiban penataran sebagai dalih agar kelak bisa mengatakan “ini yang boleh dan ini yg tidak” secara sepihak,” tulisnya di akun Twitternya, Selasa (9/8/2020).
Hanya saja upaya pengekangan kebebasan berpendaoat di zaman dahulu itu kemudia berubah menurut Fahri Hamzah.
“Tapi kita telah hentikan kekeliruan itu. Demokrasi kita sebagai jiwa konstitusi UUD 1945 percaya bahwa perbedaan pendapat adalah keberkahan oleh sebab itu “negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat baik lisan maupun tulisan”.” Lanjutnya.
Saat ini, kata mantan anggota DPR itu aturan konstitusi sekarang percaya bahwa ide dan pikiran hanya bisa dilawan dengan ide dan pikiran. Kekuasaan sebesar apapun tidak bisa memusnahkan pikiran. Demikian hukum besi sejarah. Pikiran selalu punya cara untuk menang di depan kekuasaan sebesar apapun.
“Argumen pikiran melawan kekuasaan kita dengar dlm sejarah Pemuda Ibrahim di depan Raja Namrudz. Ibrahim adalah pemuda #GoodLooking yang cerdas mempertanyakan tradisi menyembah berhala. Secara monumental agama2 samawi (yahudi, nasrani dan Islam) menyebutnya “bapak monotheisme”.” Jelasnya.
Dia lantas menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW, seorang pemuda yang #GoodLooking datang dengan ide “Islam” yang segar di tengah gersang kejahiliahan. Banyak orang tertarik tapi kaum “mapan” mencoba mematikannya dengan kekuasaan bahkan rencana pembunuhan dilakukan dan juga perang.
“Apa yang terjadi? Ide islam dan sampai sekarang ia Menjadi Agama yang terus berkembang sehingga kita pun di Indonesia menjadi pemeluk Islam yang terbesar di dunia. Ini karena ide, kalau benar ia tidak bisa dilawan. Kebenaran ide hanya bisa dilawan dengan membuktikannya salah!” Ungkapnya.
“Sekarang apa yang terjadi dengan komunisme? Ide komunisme mulai hilang di dunia. Bukan karena diperangi tetapi karena ia tidak benar. Di amerika dan di semua negara demokrasi ide komunis ada tetapi tidak bisa menang karena idenya kalah dalam pertandingan. Idenya salah!” lanjutnya.
Dia kemudian berandai-andai, jika saja partai komunis di Indonesia tidak melakukan pengkhianatan tentu PKI di Indonesia tidak akan dilarang. Komunis akan mati dengan sendirinya bahkan di negara yang partai komunis masih menjadi nama para penguasanya. Kominisme tinggal bungkus belaka.
“Maka, jalan kita dalam konstitusi UUD 1945 adalah jalan pikiran. Negara mengambil untung dari perbedaan pendapat bahkan negara memfasilitasi perbedaan pendapat dengan meindungi kebebasan berkumpul dan berserikat,” beber Fahri.
“Apakah kalian sudah mengerti? Apakah kalian susah mengerti? Saya dapat mengerti jika banyak yg tidak mengerti karena demokrasi adalah ide yang susah dan tidak mudah dimengerti. Tetapi setidaknya seandainya para penguasa mau mendengar saja. Tentu ceritanya beda,” pungkasnya. [] Fajar.co.id
Posting Komentar untuk "Fahri Hamzah: Seandainya Penguasa Mau Mendengar, Tentu Beda Ceritanya"