Menghina Pemimpin Berbeda dengan Mengkritik Kebijakannya
Sebagian pihak mengatakan bahwa tidak boleh melakukan kritik kepada pemimpin dengan alasan Rasulullah melarang kita menghina pemimpin. Padahal faktanya berbeda antara menghina dengan mengkritik kebijakannya yang zhalim.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من أهان سلطان الله تبارك وتعالى في الدنيا أهانه الله يوم القيامة
Hadits tersebut ada di banyak tempat dalam kitab mashadir al-ashliyyah (kitab induk hadits), seperti Sunan al-Tirmidzi dan Musnad Ahmad bin Hanbal.
Di dalamnya ada satu rawi yang diperselisihkan ketsiqahannya yakni Sa’ad bin Aus.
Dalam Sunan al-Tirmidzi sanadnya sbb:
حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مِهْرَانَ عَنْ سَعْدِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ زِيَادِ بْنِ كُسَيْبٍ الْعَدَوِيِّ قَالَ كُنْتُ مَعَ أَبِي بَكْرَةَ …
Pandangan para ulama terkait Sa’ad bin Aus:
وقداختلفت عبارة أهل العلم في سعد بن أوس ، فضعفه يحيى ابن معين. وذكره البخاري في التاريخ الكبير ،ولم يذكر فيه شيئا
وذهب آخرون إلى توثيقه منهم ابن حبان، قال الحافظ الذهبي : ضعفه ابن معين، ووثقه غيره، وذكره ابن حبان في الثقات
وأما الحافظ ابن حجر- رحمه الله- فقد خلص في الحكم عليه بأنه ” صدوق له أغاليط
Jadi, meskipun Sa’d bin Aus didhaifkan oleh banyak ulama hadits seperti Imam Yahya bin Ma’in, tetapi minimal masih ditsiqahkan oleh Imam Ibnu Hibban dalam al-Tsiqat. Al Hafizh Ibnu Hajar menilai shaduq namun banyak kesalahan.
Imam al-Tirmidzi sendiri berkomentar,
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Abu Isa (Imam Tirmidzi): “hadits ini hasan gharib.”
Hadits tersebut tidak hanya satu, ada juga dalam riwayat imam Ahmad dengan sanad sbb:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مِهْرَانَ حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ أَوْسٍ عَنْ زِيَادِ بْنِ كُسَيْبٍ الْعَدَوِيِّ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ
Tetapi dengan matan yang sedikit berbeda:
مَنْ أَكْرَمَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الدُّنْيَا أَكْرَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الدُّنْيَا أَهَانَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya, ketika kita menerima hadits tersebut sebagai hadits maqbul (yakni hadits hasan sebagaimana penilaian sebagian ulama hadits) dengan alasan: (1) karena rawi Sa’d bin Aus masih ada yang tsiqahkan dan (2) terdapat jalur lain sebagai mutabi’, maka pemahaman terhadap matan hadits tersebut harus tepat, sbb:
Pertama, Imam al-Tirmidzi menempatkan dalam bab Para Khalifah (al-Khulafa). Artinya, pemimpin yang dimaksud adalah khalifah, yakni pemimpin yang taat kepada Allah dan RasulNya.
Kedua, dalam redaksi Musnad Ahmad secara jelas diterangkan bahwa pemimpin tersebut adalah سُلْطَان اللَّهِ yakni pemimpin (yang taat) Allah.
Lengkapnya:
مَنْ أَكْرَمَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الدُّنْيَا أَكْرَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الدُّنْيَا أَهَانَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa selama di dunia memuliakan pemimpin (yang taat) Allah, maka Allah akan memuliakannya pada hari Kiamat kelak. Dan barangsiapa selama di dunia menghinakan pemimpin (yang taat) Allah, maka Allah akan menghinakannya pada hari Kiamat kelak”
Jadi pemimpin yang tidak taat atau pemimpin yang bukan سُلْطَان اللَّهِ dikecualikan dari hadits tersebut.
Ketiga, adapun yang Rasulullah larang adalah menghina pemimpin, dan ini adalah perkara yang ma’ruf ‘inda ahlil ‘ilmi. Bagaimanapun menghina pemimpin tidak dibenarkan. Menghina berbeda dengan melakukan muhasabah (koreksi) atas kebijakannya yang zhalim atau menzhalimi rakyat. Muhasabah al-hukkam tidak terkategori وَمَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ. Muhasabah atas kezhaliman penguasa kehujjahannya ditegaskan dalam banyak hadits shahih. Misalnya hadits riwayat Abu Dawud dan Ahmad:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيرٍ جَائِرٍ
“Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran terhadap penguasa yang zhalim”
Dan masih banyak hadits shahih lainnya.
Wallahu a’lam.
(Yuana Ryan Tresna)
Posting Komentar untuk "Menghina Pemimpin Berbeda dengan Mengkritik Kebijakannya"