Gatot Nurmantyo: Gagal Total atau Gagah Total?



Jakarta, Visi Muslim- Keputusan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo tak hadir di istana untuk menerima penganugerahan Bintang Mahaputera menuai pro kontra.

Ada yang menganggap Gatot benar-benar "Gatot alias Gagal Total" kalau menjadikan urusan ini untuk menaikkan pamornya. Ada juga yang menganggap Gatot benar-benar "Gatot alias Gagah Total" karena berani tak datang ke istana demi menjaga marwah dirinya dan kelompok KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) yang selama ini selalu kritis ke pemerintah.

Upacara Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera dan Bintang Jasa itu dimulai sekitar pukul 10.00 WIB, Rabu (11/11/2020). Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin kompak mengenakan setelan jas hitam dengan dasi warna merah.

Sementara di pojok kanan Jokowi ada Plh. Sekretaris Militer Presiden Brigjen TNI Basuki Nugroho dengan setelan jas militer lengkap dengan pangkatnya. Dia berdiri membacakan Keputusan Presiden (Kepres) nomor 118/TK Tahun 2020 yang berisikan daftar nama penerima gelar itu.

Selain Gatot, ada 70 orang lainnya yang menerima tanda kehormatan itu. Sebagian besar adalah pejabat atau mantan pejabat negara yang mengisi kabinet kerja 2014-2019 lalu, beserta para tenaga medis yang gugur dalam menangani pandemi Covid-19.

Tidak semua hadir pada acara ini. Ketidakhadiran Gatot yang paling jadi sorotan. Ke mana Gatot? Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres), Heru Budi Hartono, mengatakan Gatot sudah bersurat kepada Presiden Jokowi soal ketidakhadirannya.

"Isinya, mungkin nanti akan disampaikan Pak Menko Polhukam," kata Heru.

Usai upacara, Menko Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD membeberkan isi surat tersebut. "Dalam suratnya, Pak Gatot menyatakan menerima pemberian bintang jasa ini. Tetapi, beliau tidak bisa hadir karena beberapa alasan," ungkap Mahfud.

Salah satu alasannya, sebut Mahfud, adalah karena suasana pandemi Covid-19. Meskipun menolak hadir, Gatot yang sudah dijatah mendapatkan Bintang Mahaputera Adipradana tak dibatalkan. Hanya saja, tanda kehormatannya itu tidak lagi disematkan secara langsung oleh Presiden Jokowi.

"Nanti dikirim melalui Sekretaris Militer," terangnya.

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menjelaskan kenapa pemberian gelar dilakukan bulan November. Pasalnya, sejumlah kalangan menilainya tidak lazim. Menurut Mahfud, pandemi Covid-19 menjadi alasannya.

Penerima tanda kehormatan yang seyogyanya bisa diberikan sekaligus di Agustus, harus dipecah dua. Untuk menghindari kerumunan yang melanggar protokol kesehatan.

"Tetapi tidak lebih dari 2020. Menurut Sesmil, Pak Mayjen Suharyanto harus rampung tahun ini sebagai hak karena tahun berikutnya sudah ada lagi, gitu," tandas Mahfud.

Analis politik terbelah menyikapi mangkirnya Gatot ke Istana ini. Pakar komunikasi politik, Lely Arrianie misalnya. Dia menilai Gatot, gagal total. "Gagal memanfaatkan situasi komunikasi politik yang dihadirkan," kata lulusan doktoral terbaik Universitas Padjadjaran, Bandung.

Jika sang Panglima itu hadir, Gatot akan diuntungkan secara politik. Karena komunikasi politik dengan orang yang berseberangan dengannya akan otomatis jadi lebih cair. Gatot juga gagal menunjukkan sikap ksatria dan profesionalitasnya. Harusnya, ia datang secara jantan menerima tanda kehormatan itu.

Mental Gatot disebut kalah jauh dengan Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Kedua tokoh yang sering mengkritik Jokowi itu bersedia hadir ke Istana saat menerima tanda kehormatannya. Lagi pula, tidak hadirnya Gatot juga jadi celah untuk dicemoohin "sok jual mahal". Apalagi, ia disebut tetap menerima tanda kehormatan itu. Tidak menolak. "Ada rasa gengsi," sentilnya.

Namun, Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, secara kalkulasi politik, keputusan Gatot sudah tepat.

"Gatot gagal masuk perangkap pemerintah. Jadi, gagah total dia," puji Pangi.

Di satu sisi, Pangi mengapresiasi niat baik pemerintah menganugerahkan tanda kehormatan kepada Gatot. Tapi di sisi lain, momentumnya tidak tepat. Masyarakat akan membaca, pemberian tanda kehormatan ini sebagai salah satu cara untuk menjinakkan Gatot agar tidak terlalu keras kepada pemerintah. [] WartaEkonomi

Posting Komentar untuk "Gatot Nurmantyo: Gagal Total atau Gagah Total?"