Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Peresmian Jembatan Teluk Kendari: Megahnya Infrastruktur Untuk Korporasi atau Rakyat?



Oleh: Hamsina Halisi Alfatih


Megahnya pembangunan infrastuktur dalam sebuah negara menandakan bahwa bangsa tersebut tergolong makmur, maju dan berkembang. Dan hal ini haruslah ditandai dengan kehidupan masyarakat yang sejahtera yang tentunya menjadi objek penikmat kemegahan pembangunan infrastuktur tersebut.

Belum lama ini Presiden Joko Widodo meresmikan Jembatan Teluk Kendari di Sulawesi Tenggara, Kamis (22/10/2020). Jembatan sepanjang 1,34 km tersebut secara fisik menghubungkan sisi kawasan Pelabuhan Kota Lama dengan sisi Pulau Bungkutoko di Kecamatan Poasia di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Pembangunan infrastuktur tersebut diharapkan akan mempermudah mobilitas logistik serta jalur penyeberangan masyarakat.

Dilansir dari  Kompas.com (23/10/20),

Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian dalam keterangan tertulisnya (23/10) mengatakan, pembangunan Jembatan Teluk Kendari akan mempermudah pergerakan masyarakat yang berada dari sisi kawasan Kota Lama menuju sisi Poasia.

Senada dengan hal tersebut menurutnya, Jembatan Teluk Kendari akan terhubung dengan jalan nasional dan jalan lingkar luar (Outer Ring Road) Kota Kendari sepanjang 40 km yang menghubungkan Kota Kendari dengan Kawasan Industri di Kabupaten Konawe, sehingga mempermudah mobilitas logistik dari dan menuju ke kawasan pelabuhan baru di Pulau Bungkutoko yang menjadi bagian pengembangan Kota Kendari seluas 66 hektar, sambungnya dalam keterangan tertulis usai kunjungan Presiden Joko Widodo.

Jembatan Teluk Kendari dibangun untuk mendukung pengembangan wilayah Kota Kendari bagian Selatan dan Pulau Bungkutoko. Selain itu akan dikembangkan menjadi kawasan industri, Kendari New Port, dan kawasan permukiman baru. Kawasan pelabuhan baru tersebut merupakan pengganti dari kawasan Pelabuhan di Kota Lama. Adapun biaya pembangunannya bersumber dari APBN Kementerian PUPR sebesar Rp 804 miliar melalui skema kontrak tahun jamak (MYC) 2015-2020.

Melihat fakta diatas ada beberapa poin yang bisa disimpulkan;

Pertama, Jembatan Teluk Kendari tidak hanya dibangun untuk mempermudah pergerakkan masyarakat namun sebagai kemudahan mobilisasi logistik diberbagai daerah. Artinya, ini akan memberi kemudahan pengangkutan SDA yang ada di Sulawesi Tenggara agar mudah lepas ke tangan pihak korporasi.

Kedua, Jembatan Teluk Kendari dibangun sebagai pengembangan wilayah kota kendari antara Barat dan Selatan. Pengembangan ini dimaksudkan untuk mempermudah segala aktivitas masyarakat sekitar. Namun patut digaris bawahi bahwa kenyataan ini hanya akan mempermudah pihak korporasi atau pihak swasta menikmati fasilitas infrastuktur tersebut.

Ketiga, pembangunan infrastruktur yang difokuskan untuk mendongkrak perekonomian daerah Sulawesi Tenggara hanyalah sebagia ajang saing dan gengsi dengan wilayah lain namun disisi lain pemerintah tidak mampu mengentaskan kemiskinan dan kelaparan yang masih menjadi titik permasalahan hingga saat ini.

Melihat persoalan ini jelas pemerintah hanya lebih mementingkan kepentingan pihak korporasi baik asing maupun aseng. Alih-alih ingin mendongkrak ekonomi justru kepentingan rakyat yang menjadi korban atas ambisi pemerintah. Hal ini justru tidak selaras dengan kewajiban negara dalam meriayah rakyat dalam menjamin kesejahteraannya.

Inilah watak kapitalis yang hanya mencari keuntungan dibalik kepentingan rakyat. Infrastruktur dibangun hanya sebagai ajang gengsi satu sisi untuk kepentingan korporasi disisi lain masyarakat justru masih melekat dengan kemiskinan dan kelaparan.

Berdasarkan data BPS Sulawesi Tenggara, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2020 adalah 301,82 ribu orang (11,00 persen), naik sebesar 1,85 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2019 yang berjumlah 299,97 ribu orang (11,04 persen).

Kemiskinan yang semakin merorong kehidupan rakyat justru tidak menjadikan negara bermuhasabah diri. Kenyataannya, korporasi selalu menjadi anak kandung yang diutamakan diatas kepentingan rakyat. Hal ini justru berbanding terbalik dalam sistem Islam dimana pembangunan infrastruktur merupakan fasilitas umum yang semata-mata diperuntukan untuk kepentingan rakyat. Maka negara sebagai regulator berkewajiban memenuhi tanggungjawabnya tersebut bukan justru berafiliasi dengan pihak asing maupun aseng dalam menjarah SDA negerinya.

Negara pun berkewajiban mengentaskan kemiskinan rakyat disamping memajukan pembangunan infrastruktur yang dipatok untuk mendongkrak perekonomian. Termaksud pembiayaan infrastruktur, negara tidak diperbolehkan melakukan investasi apalagi dengan pihak kafir justru pembiayaan tersebut diambil melalui Baitul mal. Hal ini semata-mata mencegah adanya penguasaan kekayaan alam oleh pihak korporasi asing maupun asing terhadap kepentingan rakyat.

Dengan demikian, sungguh hanya dalam sistem Islam fasilitas umum yang menjadi hak milik rakyat sangat diperhatikan. Beda halnya dalam sistem kapitalisme yang menjadikan para pemilik modal sebagai investor yang justru menjadi penikmat kekayaan alam yang seharusnya diperuntukan untuk rakyat. Wallahu A'lam Bishshowab

Posting Komentar untuk "Peresmian Jembatan Teluk Kendari: Megahnya Infrastruktur Untuk Korporasi atau Rakyat?"

close