Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dari Lawan Menjadi Kawan



 Oleh: Afiyah Rasyad (Aktivis Peduli Ummat)


Masih segar dalam ingatan saat 2019 lalu. Berapa dana yang digelontorkan untuk pemilu? Berapa nyawa yang kasusnya menguap karena hiruk pikuk Pemilu. Dua kubu saling berseteru yang kemudian suara dimenangkan nomor urut satu satu.

Data dari kementerian Keuangan (Kemenkeu) disebut menganggarkan anggaran sebesar Rp 25,59 triliun untuk kegiatan pemilihan umum (Pemilu) serentak pada 17 April 2019. Angka ini naik 61% dibanding anggaran untuk Pemilu 2014 yang sebesar Rp 15,62 triliun (detik.com, 27 Maret 2019).

Sementara data dari Kementerian Kesehatan melalui dinas kesehatan bahwa tiap provinsi mencatat petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang sakit mencapai 11.239 orang dan korban meninggal 527 jiwa (kompas.com, 16 Mei 2019).

Saat itu, penuh ketegangan. Pendukung antarcalon saling bersebrangan. Bahkan sesama saudara jadi bermusuhan. Satu sama lain saling melempar tudingan dan kecaman. Semua tiba-tiba diam saat Pak Prabowo jadi Menhan.

Koalisi dalam sistem demokrasi biasa terjadi. Barisan sakit hati tak pernah abadi. Semua akan baik-baik saja ketika semua mendapat jatah kursi. Hal itu sudah tampak Itulah yang tampak tatkala capres nomor urut 2 menjadi menteri.

Setelah pilpres, hubungan Prabowo dan Jokowi terlihat akur dan mesra. Sebagaimana diberitakan oleh sebuah media Prabowo tidak ragu-ragu sambil berkata, "Hubungan saya baik, bisa dikatakan mesra ya, Pak," ujar Prabowo dalam jumpa pers bersama Jokowi di Istana, Jakarta, Jumat (11/10/2019). Jokowi tampak bersemangat menjawab, "sangat mesra," (Kompas.com).

Dulu dan kini hanya soal waktu. Dalam demokrasi, kepentingan adalah hal yang dituju. Semua perkara akan bisu saat dua kubu bersatu. Jabatan strategis bisa menyelesaikan pertikaian yang mungkin saja palsu. 

Pesta demokrasi sehari membawa petaka yang panjang menanti. Terlebih saat semua lawan menjadi kawan karena kepentingan sejati. Setelah pemilu itu, berapa banyak rakyat yang dikhianati?

Betapa perseteruan sebelum pemilu menyisakan nestapa, pidana, hingga darah dan ratusan nyawa. Harapan adanya keadilan dan perubahan kian redup saja. Remah-remah kekuasaan sudah berhasil menutup mulut rival untuk bersuara.

Dal demokrasi tak ada kawan atau lawan sejati, yang ada kepentingan abadi. Demi sebuah kepentingan golongan, kepentingan rakyat dikhianati. Pengorbanan rakyat berujung luka, netapa dan derita yang tiada terperi. Pasalnya orang yang diharapkan membawa perubahan sudah bukan lagi menjadi oposisi, namun membaur dalam koalisi. Mereka sekarang reuni menjalankan tugas sesuai porsi.

Kepahitan harus tetap ditelan. Dalam demokrasi, rakyat menjadi bulan-bulanan dan layak menjadi korban. Tak ada ruang untuk sebuah perubahan. Pasalnya harapan rakyat sudah dihempaskan.

Berkali-kali rakyat tertipu oleh janji semu dan palsu. Dasarnya demokrasi adalah kamuflase yang pandai menipu. Tak peduli berapa banyak janji palsu yang dideru, kepentingan harus tetap melaju.

Memang berharap pada makhluq teramat sangat menyakitkan. Apalagi ia mendukung seratus persen sistem demomrasi kemunkaran. Meski beribu alasan dilayangkan, tetap saja ia menjadi corong kedzoliman. Lawan rasa kawan bahu membahu menyengsarakan rakyat tanpa beban.

Adakah tempat berharap dan bergantung yang tiada menyakitkan? Tentu saja, Dia adalah Allah yang Maha Menciptakan dan Mengatur kehidupan. Allah menciptakan seperangkat aturan kehidupan yang harus jadi pedoman, yakni Al Quran. Allah juga mengutus Baginda Nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan. Menyandarkan harapan pada Allah tak akan berakhir pada kekecewaan.

Sosok pemimpin dalam pandangan Islam adalah pemimpin yang memerapkan syariat Islam secara kaffah dalam institusi pemerintahan. Rosulullah bahkan menolak koalisi dengan pemuka Quraisy yang enggan menerapkan syariat Islam.  Rosulullah tidak pernah kompromi dalam kemungkaran. 

Dalam sistem pemerintahan Islam, rakyat dimuliakan. Di tangan rakyatlah letak kekuaasaan. Kholifah adalah penanggung jawab dan pelayan rakyat, memenuhi apa saja yang mereka butuhkan. Kholifah akan menjaga persatuan dan kesatuan, termasuk menjaga keamanan.

Nyawa seorang rakyat dalam Islam begitu mahal, bahkan lebih mahal dari dunia dan seisinya. Oleh karena itu, Islam akan melarang kepada setiap penguasa menyia-nyiakan rakyat. Jangan sampai mereka mati kelaparan, apalagi mati dalam perseteruan pemilihan pimpinan. Dalam Islam, tak kan ada lagi istilah dulu lawan sekarang kawan demi kepentingan.

Hanya sistem Islam yang layak diterapkan dalam kehidupan. Saat harapan disandarkan pada Sang Penggenggam Kehidupan, InsyaAllah tak akan datang bias-bias kekecewaan.

Wallahu a'lam bish showab

Posting Komentar untuk "Dari Lawan Menjadi Kawan"

close