Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hipokrit Demokrasi



Oleh: Sherly Agustina, M.Ag (Kontributor media dan pemerhati kebijakan publik)

"Demokrasi yang diterapkan di negeri-negeri kaum muslim dalam pelaksanaannya tak seindah teori kemunculannya. Abraham Lincoln mengatakan bahwa demokrasi dirancang dari, oleh dan untuk rakyat. Ada kebebasan yang dijamin dalam demokrasi di antaranya kebebasan berpendapat dan beragama, ini yang dicetuskan oleh Franklin Delano Roosevelt."

Kabar baru, telah diputuskan oleh pemerintah melarang semua aktivitas organisasi massa Front Pembela Islam (EfPeI). Keputusan itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD. Beliau mengatakan, "Bahwa EfPeI sejak tanggal 20 Juni 2019 secara dejure telah bubar sebagai ormas, tetapi sebagai organisasi EfPeI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang bertentangan dengan hukum seperti tindak kekerasan, sweeping, provokasi dan sebagainya" (CNBC Indonesia, 30/12/20).

Keputusan tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sesuai dengan putusan MK nomor 82 tahun 2013 tanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas EfPeI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan EfPeI karena EfPeI tidak lagi mempunyai legal standing baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa. Pelarangan kegiatan EfPeI  ini dituangkan di dalam keputusan bersama 6 pejabat tertinggi di kementerian dan lembaga yakni mendagri, menkumham, menkominfo, jaksa agung, kapolri, dan kepala BNPT.

Selain pelarangan organisasi EfPeI,  pemerintah mempermasalahkan Sekretaris Jenderal Habib Rizieq Shihab Center (HRS Center) Haikal Hassan. Beliau dicecar 20 pertanyaan terkait laporan terhadap dirinya. Haikal dipersoalkan lantaran mengaku mimpi bertemu Rasulullah ketika pemakaman enam anggota Laskar EfPeI di Megamendung (inews.id, 28/12/20).

Jika kembali pada teori lahirnya demokrasi, dimana pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Kemudian rakyat seakan menjadi raja, bahkan kedaulatan ada di tangan rakyat. Maka, jauh sekali dari sifat pemerintahan yang otoriter. Namun, pada kenyataannya rakyat benar-benar tak berdaya di hadapan pemerintahan yang saat ini katanya menerapkan sistem demokrasi.

Apalagi jika rakyat tersebut  seorang muslim, maka tak ada celah untuk melakukan suatu kebebasan yang dijamin dalam sistem demokrasi. Misalnya saja kebebasan berpendapat, harusnya suatu hal yang wajar jika rakyat bebas mengemukakan pendapatnya apapun, kapanpun dan di manapun termasuk mengungkapkan tentang mimpinya. Begitupun dengan adanya organisasi yang aktivitasnya adalah Amar ma'ruf nahi munkar.

Namun nyatanya, kebebasan yang dijamin oleh demokrasi tidak berlaku bagi seorang muslim apapun itu bentuknya. Baik itu kebebasan berpendapat, kebebasan berkeyakinan atau beragama, dan kebebasan bertingkah laku walaupun yang dilakukan berdasarkan perintah Allah Swt. Bukankah hal ini menjadi sebuah hipokrit bagi demokrasi, seolah memiliki standar ganda. 

Hipokrit adalah orang yang tidak konsisten, tidak mampu berkomitmen. Orang ini memiliki perbedaan antara apa yang diucapkan dengan apa yang (seharusnya) dia lakukan. Dalam pandangan ilmu kejiwaan, sosok hipokrit sesungguhnya sedang menderita sakit, sakit jiwa (Kompasiana). Dalam konteks sistem, hipokrit berarti sistem yang tidak konsisten.

Menjadi pertanyaan, Apakah saat ini demokrasi tersandera atau terpenjara oleh kepentingan tertentu atau apakah memang demokrasi itu rusak sejak awalnya? Jika demokrasi dikatakan tersandera, seorang filsuf Plato mengatakan bahwa Demokrasi adalah salah satu bentuk pemerintahan terburuk. Dilihat dari asasnya demokrasi itu adalah sekulerisme. Faham yang memisahkan kehidupan agama dengan kehidupan dunia dan juga negara.

Lalu, jika agama dipisahkan dari kehidupan dunia apa yang akan menjadi pengontrol dan pedoman manusia ketika bertindak atau mengambil kebijakan. Jika dari manusia yang memiliki akal yang lemah dan terbatas, maka apakah bisa dipastikan kebijakan itu baik dan bertanggung jawab atau kebijakan tersebut salah kaprah? Faktanya, manusia hadir di muka bumi diciptakan oleh Allah. 

Oleh karenanya, Allah Maha Tahu tahu akan kekurangan dan kelemahan yang dimiliki seorang manusia ketika memimpin di muka bumi. Maka, Allah memberikan seperangkat aturan agar manusia bisa mengikuti pedoman tersebut dan tidak tersesat serta merusak ketika memimpin di dunia. Sama seperti sebuah benda mobil misalnya, pasti ada buku panduan dari pabrik mobil tersebut yang jika tidak digunakan maka mobil tersebut akan rusak.

Ini realitas yang tidak bisa dibantah, selain bahasa aqidah atau keyakinan. Jadi, asas yang digunakan oleh Demokrasi adalah batil dalam pandangan Islam. Karena sekulerisme bertentangan dengan Islam, sebagai seorang muslim tidak boleh menggunakan asas tersebut dalam kehidupan. Karena jika menggunakan asas tersebut, kerusakan yang akan terjadi seperti saat ini.

Lalu, sebagai seorang muslim masihkah mau menggunakan demokrasi yang sudah rusak dari awalnya? Masihkah membela bahwa demokrasi itu tersandera oleh kepentingan tertentu? Wahai umat Islam, jika benar mengaku sebagai seorang muslim maka sudah seharusnya menggunakan kacamata aqidah Islam dalam kehidupan. Aqidah inilah sebagai penunjuk dan pengontrol agar seorang muslim tetap berada  di jalan atau real yang diridhai oleh Allah. 

Firman Allah Swt.: "Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (TQS. Al Maidah: 50).


Allahu A'lam Bi Ash Shawab.

Posting Komentar untuk "Hipokrit Demokrasi "

close