Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keadilan Terbelenggu Tirani Kekuasaan




Oleh: Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP) 

Saat artikel ini ditulis, perasaan penulis campur aduk. Sedih, haru, dan marah. Tak terasa hati pun ikut menangis, mata berkaca-kaca. Duhai dzuriyat Rasulullah, Habib Rizieq Syihab resmi menjadi tersangka oleh pihak kepolisian Metro Jaya. Bahkan 20 hari kedepan HRS dicekal. Di samping itu, HRS terancam sangsi di atas 5 tahun penjara.

Pasca 6 anggota FPI menjadi korban penembakan kepolisian, kini HRS pun menjadi tersangka dalam waktu singkat. Dimanakah keadilan itu menghilang? 

Tuduhan menghasut, melawan, dan melanggar prokes di kerumunan Petamburan bertubi-tubi menjeratnya. Menghasut dan melawan seperti apa dan bagaimana? 

HRS dituding melakukan penghasutan dengan mengundang banyak jama'ah untuk menghadiri peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Para jama'ah berhimpitan walaupun sudah memakai masker. Hal demikian dipandang sebagai pelanggaran prokes.

Pertanyaannya, apakah acara Maulid Nabi Muhammad Saw itu dipandang sebagai aktifitas menghasud? Kaum muslimin itu mencintai Nabi Muhammad Saw. Nabi Muhammad Saw, Sang Pembawa Risalah Islam pada seluruh alam. Nabi Muhammad Saw yang syafaatnya tentunya kita harapkan.

Mestinya disebut adil, setiap kerumunan apapun di masa pandemi ini juga harus diberikan perlakuan yang sama. Dilakukan tindakan hukum. Pada masa kampanye 40 hari banyak sekali kerumunan massa yang tentunya kehadiran massa atas undangan.

Hari ini dipertontonkan kepada rakyat, ketidakadilan kekuasaan. Secara spesifik apakah dakwah Islam dipandang sebagai  bentuk hasutan? Dakwah Islam itu mengajak kepada umat Islam untuk taat sepenuhnya kepada Allah SWT dengan menerapkan Syariat Islam. Dakwah Islam itu mengajak umat untuk meninggalkan hukum-hukum yang bersumber dari ideologi penjajah. Dakwah Islam itu seruan pembebasan dari penjajahan. Artinya penetapan HRS sebagai tersangka termasuk bagian dari mengkriminalisasi ulama. Hal demikian diperkuat dengan adanya penguntitan polisi terhadap rombongan HRS yang akan menghadiri pengajian keluarga inti yang menghasilkan syahidnya 6 orang anggota FPI.

Adapun terkait pelanggaran prokes. Di momen Pilkada 2020 yang barusan usai, tercatat ada 1.315 kasus pelanggaran prokes sepanjang masa kampanye 40 hari. Bawaslu sendiri telah melayangkan 300 surat peringatan. Selain itu, ada 33 kegiatan kampanye yang dibubarkan oleh Panwaslu dan Satpol PP. Sedangkan calon kada yang melanggar prokes masih tetap bisa maju di pilkada 2020, tidak didiskualifikasi. Hanya sangsi administratif berupa pemotongan masa kampanye. Tidak ada sangsi pidana.

Pelanggaran prokes di masa kampanye pilkada justru lebih banyak. Apakah pelaksanaan pilkada menjadi alibi untuk membenarkan terjadinya pelanggaran prokes hingga ribuan kali tersebut? Bukankah hal demikian menjadi bentuk diskriminasi hukum?

Ternyata sinyalemen berbagai pihak terkait melonjaknya kasus positif Covid-19 dari klaster pilkada menemukan relevansinya. Kasus positif Covid-19 bertambah 6.033 orang pada Kamis (10/12). Bahkan petugas KPPS yang terkonfirmasi positif Covid-19 ada sekitar 1.772 orang. Anehnya mereka masih dibolehkan untuk bertugas. Cakada yang terkonfirmasi positif Covid-19 ada 70 orang dan 4 di antaranya meninggal dunia. Bahkan anggota penyelenggara pilkada ada 100 yang terkonfirmasi positif Covid-19, termasuk Ketua KPU RI.

Demikianlah hukum dalam sistem sekuler. Ketidakadilan terhadap Islam terus berulang dan akan berulang.

Kekuasaan telah menjadi tirani yang membelenggu keadilan hukum. Di manakah jargon Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia? Apakah sudah hilang? 

Padahal ketidakadilan dan kedholiman itu hanya akan mengantarkan kepada kehancuran. Rasulullah Saw menegaskan bahwa kehancuran umat-umat yang terdahulu itu adalah di saat orang besar (termasuk yang dekat dengan kekuasaan) mencuri, tidak dikenakan sangsi. Sebaliknya bila yang mencuri adalah rakyat biasa yang mencuri, akan ditegakkan sangsi. Selanjutnya Rasul Saw menegaskan bahwa sekiranya Fatimah, Putri beliau Saw yang mencuri, niscaya sungguh beliau Saw sendiri yang akan memotong tangannya. Di akherat, ketidakadilan dan kedholiman hanya akan menjadi kegelapan dan penyesalan di Hari Kiamat. 

Oleh karena itu, sebagai wujud rasa cinta kepada tanah air dan bangsa, kita semua ingin mewujudkan keadilan dan ketenteraman. Sistem sekuler demokrasi telah gagal mewujudkan keadilan. Justru yang ada adalah kedholiman demi kedholiman. Hanya dengan sistem Islam, akan mampu mewujudkan keadilan, ketenteraman dan ketenangan baik lahir maupun batin. Bukankah Allah SWT sudah menjamin dalam surat al-anbiya ayat 107 bahwa penerapan Islam akan melahirkan kerahmatan bagi seluruh alam semesta. 


# 13 Desember 2020

Posting Komentar untuk "Keadilan Terbelenggu Tirani Kekuasaan"

close