Terdepaknya Ulama Kritis Dalam Wajah Baru MUI




Oleh : Nita Savitri (Pegiat Literasi, Pemerhati Kebijakan Publik)

Ulama pewaris Nabi.  Ketika sosok Nabi telah tiada, maka para ulama dengan keilmuan yang dimiliki menjadi sosok guru bagi umat.  Memimpin umat  tuk beramar makruf nahi munkar, baik kepada penguasa maupun masyarakat.  Memperjuangkan Islam sebagaimana para Nabi terdahulu.  Dialah  orang yang mempunyai keilmuan agama, paham dan tempat bertanya bagi umat.  

Terpilihnya Miftahul Ahyar sebagai ketua Umum MUI yang baru (2020-2025), melengkapi hilangnya sejumlah tokoh 212 dari kepengurusan MUI.  Misalnya, nama Din Syamsuddin dan sejumlah ulama identik dikaitkan dengan Aksi 212 terdepak dari kepengurusan. Nama Din digeser Ma'ruf Amin. Wakil Presiden RI itu kini mengemban jabatan Ketua Dewan Pertimbangan MUI. ( CNN Indonesia,27/11/20)

Tokoh-tokoh yang dikenal berafiliasi dengan PA 212 yang lain juga tak lagi menjadi pengurus MUI 2020-2025.  Bachtiar Nasir, yang duduk sebagai Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI, tak mendapat posisi baru di kepengurusan teranyar. Bachtiar Nasir aktif memimpin GNPF MUI ketika kasus penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tengah panas-panasnya.  Ketua GNPF Ulama Yusuf Muhammad Martak pun tak diikutsertakan dalam kepengurusan MUI yang baru. Yusuf Martak menjabat bendahara di kepengurusan MUI yang lama.

Pengebirian MUI

Wakil Ketua Komisi VIII DPR  yang memiliki ruang lingkup tugas bidang keagamaan, Ace Hasan Syadzaly mengungkapkan bahwa MUI bukanlah organisasi politik.  Ace yang juga menjabat Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar menyatakan MUI merupakan tempat ormas-ormas Islam berhimpun tanpa tujuan politik tertentu.  Dia berharap adanya pengurus baru ini akan lebih membawa Islam moderat atau washatiyatul Islam. Islam yang rahmah dan ramah, bukan yang marah.(CNN.Indonesia,28/11/20)

Miftachul Ahyar, Ketum MUI baru, pun menekankan pentingnya memberikan pencerahan kepada umat terkait posisi lembaganya yang merupakan mitra pemerintah karena menganggap zaman sekarang sebagai diserupsi teknologi. Sehingga peran ulama sebagai pewaris Nabi adalah menjadi mitra pemerintah. 

Sementara Din Syamsudin mengingatkan kepada pengurus baru bahwa fungsi MUI sebagai "Khadimul Ummah wa Shodiqul Hukumah" alias pelayan umat dan mitra kritis pemerintah.  Mengukuhkan posisi tersebut dengan tidak segan dan sungkan membela jika pemerintah benar dan mengoreksi jika salah.

Sikap kritis inilah yang membuat jajaran ulama periode lama disegani.  Keberanian para ulama dalam mengawal kekuasaan sekular yang mengesampingkan syariat butuh kerja ekstra.  Maka peran penting ini yang ingin dikurangi.  Keinginan agar ulama menjadi mitra pemerintah yang lunak dan bisa bekerja sama dalam mewujudkan Islam ramah dan rahma menjadi tujuan.

Banyak pihak menganggap setiap ajaran Islam harus mengutamakan perdamaian, toleransi, ramah pada setiap manusia.  Sehingga akan salah jika memakai ajaran Islam sebagai pembenaran mutlak.  Nilai-nilai universal semua agama dalam sistem kapitalis membuat para ulama bersikap serba salah.  Jika mengutamakan syariat, penguasa kadang tidak taat.  Tetapi bila membela penguasa, kadang menabrak syariat.  Sikap jalan tengah akhirnya menjadi solusi menyelesaikan masalah.  Penguasa memandang bahwa  Islam Washatiyah/moderat, dianggap lebih cocok dengan kondisi keberagaman negeri ini. Islam yang sesuai realitas modern, tidak terlalu fanatik, bisa kompromi.

Teladan Ulama Dalam Sistem Islam

Ulama sebagai pewaris Nabi, mempunyai kedudukan istimewa.  Tidak hanya keluasan dan kedalaman ilmu yang dimiliki, tapi juga adanya rasa takut yang tinggi kepada Allah SWT.  Keimanan kuat dalam diri dan pemahaman syariat yang mumpuni membuat dirinya senantiasa dekat dengan Allah SWT.  Hal ini sesuai TQS. Fathir : 28

"Sungguh yang takut kepada Allah di kalangan hamba-Nya hanyalah para Ulama"

Julukan mulia pewaris Nabi inilah yang harus dipahamkan pada Ulama saat ini. Bahwa tugas mulia, meneruskan dakwah Nabi.  Beramar ma'ruf nahi munkar, menentang setiap kedzaliman.  Baik terhadap penguasa maupun rakyat biasa. 

Keberanian menyampaikan kebenaran dan menolak kemunkaran, menjadi sikap yang melekat pada diri ulama.  Konsisten/berpegang teguh terhadap kebenaran syariat semata.  Mengingatkan penguasa ketika lalai/melanggar syariat.

Hal ini seperti dicontohkan seorang ulama bernama Imam Sufyan Ats-Tsauri yang menemani seorang pemimpin Al-Mahdi Abu Ja’far al-Manshur.  Sang ulama dengan berani mengkritik sikap Al-Mahdi yang menggunakan uang rakyat dalam perjalanan haji.  Beliau mengingatkan akan hisab Allah terhadap segala perbuatan.  Al-Mahdi pun marah akan kritikan tersebut.  Tetapi sikap sang ulama tetap teguh terhadap syariat.  

Sosok ulama Ats-Tsauri memberi contoh bahwa seirang ulama harus menjadi garda terdepan dalam mengawal penguasa.  Mengkontrol, mengawasi pemerintahan agar tidak keluar dari tuntunan syariat.  Islam dengan kesempurnaan syariatnya telah memberi pedoman yang lengkap bagi pemecah masalah manusia.  Keilmuan ulama yang bertaqwa akan memimpin umat berjalan di atas garis syariat.

Dari Ibnu Hakam meriwayatkan, bahwa Nabi bersabda,”Barangsiapa yang ingin menasihati pemimpin, maka jangan melakukannya secara terang-terangan. Akan tetapi, nasihatilah dia di tempat yang sepi. Jika menerima nasihat, itu sangat baik. Dan bila tidak menerimanya, maka kamu telah menyampaikan kewajiban nasihat kepadanya.” [HR Imam Ahmad]

Memang tidak cukup dengan sosok ulama kritis agar terwujud kedilan.  Dibutuhkan sistem shahih, Islam sebagai aturannya.  Jika negara memakai asas Islam, maka adanya halal-haram menjadi patokan perbuatan.  Hukum dari Sang Khaliq akan menjadi rahmat dan keberkahan, jika diterapkan secara kaffah/menyeluruh.  Baik masalah ibadah dan non-ibadah (politik, ekonomi pendidikan, sosial-masyarakat). Hal ini seperti janji Allah dalam TQS.A'raf:96

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.


Wallahua'lam bishawwab

Posting Komentar untuk "Terdepaknya Ulama Kritis Dalam Wajah Baru MUI"