Menyoal Wacana Kebijakan Karantina Terbatas
Oleh: Afiyah Rasyad (Aktivis Peduli Ummat)
Tak ada yang mampu menahan merebaknya virus corona. Semakin hari negeri ini dikejar kasus positif corona. Mulai Maret tahun lalu hingga saat ini, virus corona terus mengintai dan menyerang siapa saja yang lengah dan abai. Kini kasus positif corona sudah tembus sejuta jiwa.
Kasus sejuta corona telah menimpa negeri ini pada Rabu (27/1), total kasus corona di Indonesia menjadi 1.024.298 usai ada tambahan 11.948 kasus positif. Di samping itu, ada tambahan 10.974 kasus sembuh corona (kumulatif 831.330), dan 387 kasus meninggal (kumulatif 28.855). Adapun kali pertama kasus Corona tembus sejuta terjadi pada hari Selasa (26/1), sebagaimana diberitakan detik.com (28/1/2021).
Lonjakan kasus yang menimpa bangsa ini tentu semakin membuat kondisi rakyat menderita. Pasalnya, sejak awal kehadirannya, virus corona hanya dipandang sebelah mata, bahkan dijadikan materi humor oleh beberapa petinggi bangsa.
Berbagai kebijakan sudah dilakukan. Bernagai strategi untuk melawan virus corona sudah disosialisasikan. Namun, kasus positif terus naik dan seolah belum sampai puncak. Amukan viru corona ini memprihatinkan.
Saat kasus sejuta corona menimpa, Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung memerintahkan jajarannya untuk membuat strategi penanganan corona yang lebih baik. Salah satu langkah khusus yang diminta Jokowi dalam penanganan COVID-19 itu adalah karantina terbatas sampai tingkat mikro di lingkup RT dan RW.
Setelah beberapa kebijakan jebol oleh serangan virus corona, maka pilihan karantina terbatas memberi angin segar. Pasalnya, beberapa paramedis sejak awal kemunculannya menyarankan adanya karantina wilayah.
Tentu saja kebijakan karantina terbatas harus diikuti dengan pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu rakyat. Selama ini, kebutuhan pokok individu rakyat diserahkan pada tiap-tiap keluarga. Negara enggan menanggung kerugian lantaran harus menanggung beban rakyat.
Wajar negara tampak abai. Pasalnya, sistem kehidupan yang diadopsi adalah sistem kapitalisme yang mengacu pada keuntungan finansial. Sistem ekonomi kapitalisme yang dijunjung tinggi berhasil menceraikan rakyat dengan negara. Walhasil tanggung jawab negara terhadap rakyat lenyap begitu saja.
Kebijakan-kebijakan berdasar pandangan sistem kapitalisme tak jua menyelesaikan masalah. Justru, tambal sulam kebijakan membuat wabah semakin parah. Ditambah lagi kondisi masyarakat terkesan meremehkan dengan segala aturan, terutama pada protokol kesehatan.
Berbeda halnya dengan negara yang menerapkan sistem Islam. Kebijakan karantina wilayah akan menjadi acuan untuk memutus rantai penyebaran dan penularan wabah. Sebagaimana sabda Nabi Saw.
فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ، فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ، وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا، فِرَارًا مِنْهُ
Artinya: "Jika kalian mendengar tentang thoún di suatu tempat maka janganlah mendatanginya, dan jika mewabah di suatu tempat sementara kalian berada di situ maka janganlah keluar karena lari dari thoún tersebut." (HR Bukhari)
Dalam sistem Islam, pemenuhan kebutuhan pokok individu rakyat menjadi tanggung jawab negara. Terlebih di saat wabah melanda. Maka, pemenuhannya ada di tangan kholifah. Seluruh biaya hidup masyarakat terdampak wabah dijamin oleh negara.
Mekanisme pemenuhan kebutuhan pokok keluarga yang seharusnya ada di tangan wali atau suami, diambil alih oleh negara. Pasalnya, mereka berada di wilayah yang dikarantina.
Sementara masyarakat di luar wilayah terdampak wabah beraktivitas sebagaimana mestinya, dimotivasi dan didukung agar tetap produktif. Para lelaki akan bekerja memenuhi nafkah demi kebutuhan pokok keluarga, jika tidak memiliki pekerjaan, maka negara akan menyediakan lapangan kerja. Sehingga di saat baitul mal (kas) negara kosong, mereka bisa berkontribusi meringankan beban saudara muslim dan warga nonmuslim yang terdampak wabah.
Jika baitul mal kosong, kholifah boleh meminta bantuan kaum muslim yang produktif dan memiliki kelebihan harta. Jika belum mencukupi, kholifah boleh secara syar'i memungut pajak dari kaum muslim yang kaya, yakni kaum muslim yang ada kelebihan harta dari belanja kebutuhan pokok dan tersiernya.
Negara akan bersegera menangani kasus wabah karena nyawa manusia lebih berat dari pada dunia dan seisinya. Nakes dan segala sarana rumah sakit akan dipenuhi dan dibiayai, termasuk obat-obatan, alat pelindung diri dan alat kesehatan. Ilmuwan didorong untuk penelitian agar segera menemukan obat sebagai bentuk ikhtiar proses penyembuhan ataupun pencegahan.
Wacana kebijakan karantina terbatas bahkan sampai ruang lingkup RW dan RT ini sangat bagus jika berlandaskan sistem Islam. Rakyat yang ada di wilayah karantina tak perlu khawatir akan pemenuhan kebutuhan pokoknya karena akan dibiayai oleh negara.
Wallahu a'lam bish showab
Posting Komentar untuk "Menyoal Wacana Kebijakan Karantina Terbatas"