Data Fiktif ASN Mengkonfirmasi Rapuhnya Negara?
Oleh: Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP)
Kepala BKN mengumumkan adanya temuan 97.000 data fiktif ASN. Bahkan menurutnya, negara terus memberi gaji dan iuran pensiunan. Hal tersebut disampaikannya dalam tayangan youtube Pengumuman BKN Kick off Meeting Pemutakhiran Data Mandiri, Senin (24/5).
Adanya data fiktif ASN hingga mendekati ratusan ribu tersebut ditemukan sejak pemutakhiran data elektronik ASN tahun 2014. Artinya negara telah merogok kocek cukup dalam terhitung sekitar 7 tahun lebih 6 bulan atau 90 bulan. Dengan kata lain, negara menderita kerugian selama ini. Menggaji orang yang tidak jelas.
Sekarang mari kita membuat kalkulasi. Kita mengambil gaji pokok ASN golongan terendah (I/A) yakni Rp 1.560.800,- per bulan. Berarti kerugian negara sekitar Rp 151,39 milyar dalam satu bulan. Jadi selama 90 bulan sebesar Rp 13,62 trilyun. Ini masih perhitungan kasar dari aspek gaji pokok terendah. Padahal 97.000 data fiktif ASN tentunya dengan variasi golongannya. Perhitungan kerugian negara tersebut belum lagi ditambah dengan tunjangan kinerja (tukin) dan tunjangan melekat. Tunjangan melekat di antaranya adalah tunjangan keluarga, tunjangan lauk pauk dan lainnya. Tentunya kerugian negara akan semakin besar.
Melihat hal demikian, anggota Komisi II DPR RI dari fraksi PAN, Gustardi Gaus menduga ada kemungkinan terjadi kolusi atas gaji ASN fiktif tersebut. Bisa jadi ada kerjasama dengan institusi ASN yang bersangkutan atau atasannya. Ini semua harus ditelusuri aliran dananya.
Begitu juga anggota Komisi III DPR RI dari fraksi Nasdem Ahmad Sahroni berpesan agar dilakukan investigasi sungguh-sungguh.
Temuan data fiktif ASN sebesar 97 ribu mengkonfirmasi akan rapuhnya negara. Adapun indikasinya bisa dilihat dari 2 hal berikut ini.
Pertama, lemahnya administrasi kepegawaian negara. 97 ribu data fiktif ASN bukanlah merupakan kekhilafan. Disebut kekhilafan bila hanya ada 10 hingga 20 data fiktif ASN. Artinya data fiktif hingga puluhan ribu lebih tepat disebut sebagai keteledoran dan kelemahan yang terkesan dibiarkan.
Sebenarnya kelemahan administrasi pemutakhiran data bisa ditanggulangi dengan administrasi yang lebih sederhana. Setiap pemutakhiran bisa berbasis pada instansi masing-masing. Data-data baru selanjutnya masuk ke dalam database Badan Kepegawaian di masing-masing daerah.
Kedua, lemahnya attitude personal. Dugaan adanya praktek kolusi tentunya cukup beralasan. Kerugian negara trilyunan rupiah hingga bertahun-tahun bisa menjadi indikasi dalam hal ini. Di samping sikap kurang disiplin, amanah dan kurang bertanggung jawab, proses pemutakhiran data menjadi terkendala.
Dari fenomena demikian, bisa diambil kongklusi betapa rapuhnya negeri ini dalam pengaturan berbagai urusan rakyatnya. Urusan administrasi kepegawaian saja masih lemah, ini berimbas kepada pengaturan bidang lainnya. Penjagaan SDA, keamanan wilayah, termasuk kedaulatan negara juga mengalami kerapuhan. Oleh karena itu tidaklah aneh bila berbagai persoalan yang membelenggu negeri ini tidak pernah bisa selesai dengan tuntas, justru terkesan tidak serius dalam menyelesaikannya. Ambil contoh kasus Mega korupsi Jiwasraya, Asabri dan lainnya terbengkalai.
Faktor yang paling menentukan adalah attitude manusianya. Dengan keimanan yang benar, akan terlahir attitude yang baik. Jujur, amanah, dan bertanggung jawab akan dimiliki oleh personal-personal penyelenggara negara dan para pegawainya.
Apabila ada dugaan terjadi korupsi dan kolusi, maka harus ada investigasi yang serius. Termasuk ada sangsi yang harus diberikan kepada pejabat-pejabat yang terindikasi terlibat.
Sangsi yang tegas atas kejahatan korupsi dan kolusi termasuk ranah takzir. Artinya kadar sangsi yang diberikan disesuaikan dengan tingkat kerugian negara. Dari hukuman yang paling ringan hingga hukuman maksimal berupa hukuman mati. Selain itu, uang hasil kolusi harus dikembalikan kepada negara.
Attitude personal yang baik dan proses yang tegas atas dugaan terjadinya kolusi hanya bisa dilakukan oleh seperangkat sistem hukum yang tegas dan bersih. Islam telah menggariskan akan tanggung jawab negara dalam menjaga keimanan dan ketaqwaan warga negara dan para penyelenggara negara.
Selain itu, menjadi urgen untuk mengubah asas sekulerisme saat ini agar kehidupan menjadi berasaskan keyakinan mayoritas penduduk negeri ini yakni Islam. Dengan begitu akan lahir individu yang bertaqwa, kontrol masyarakat yang baik dan sistem hukum negara yang baik. []
Posting Komentar untuk " Data Fiktif ASN Mengkonfirmasi Rapuhnya Negara? "