Kecewa Pada Sebagian Aktivis 1998, Rizal Ramli: Dikasih Remah Kekuasaan, Lupa Rakyat…



Jakarta, Visi Muslim- ”Jujur, saya kecewa dengan teman-teman aktivis 1998 karena begitu dikasih remah-remah kekuasaan seperti menjadi komisaris atau anggota DPR di mereka tidak lagi memperjuangkan kepentingan rakyat.” Demikian keprihatinan tokoh nasional Rizal Ramli (RR) di Jakarta, Senin (24/5/21).

Indonesia pada tahun 2021 ini memperingati 23 tahun reformasi. Namun selama 23 tahun tersebut ternyata negara ini berjalan makin jauh dari cita-cita reformasi yang diperjuangkan. Negara ini makin tidak demokratis dan malah jatuh dalam apa yang disebut demokrasi kriminal.

Tokoh Pergerakan Rizal Ramli (RR) mengatakan bahwa dirinya sangat kecewa dengan para aktivis 98. Karena setelah mendapatkan remah-remah kekuasaan mereka menjadi lupa pada intelektualisme dan idealisme.

Ini Solusi Rizal Ramli dalam Menangani Dampak pandemi Corona terhadap Perekonomian tanpa Nambah Utang. | Konfrontasi

“Jujur saya kecewan dengan teman-teman aktivis 98 karena begitu dikasih remah-remah kekuasaan seperti menjadi komisaris atau anggota DPR di mereka tidak lagi memperjuangkan kepentingan rakyat. Namun saya masih gembira karena masih ada juga beberapa aktivis 98 yang masih dalam semangat dan cita-cita reformasi,” ujar RR, tokoh nasional dan ekonom senior itu di Jakarta, Senin (24/5).

Mantan Menko Perekonomian tersebut mengatakan ada tiga kesalahan besar yang dilakukan oleh aktivis 98 yang membuat dirinya kecewa.

Pertama, katanya, mereka tidak lagi bersifat intelektual.

Kedua, aktivis 98 tersebut melakukan pembenaran terhadap apa yang dilakukannya dengan argumentasi yang ngawur.

Ketiga, masuknya mereka ke dalam kekuasaan malah tidak memberi nilai tambah namun malah membebani bangsa dan negara ini.

“Keberadaan mereka (aktivis 98) tersebut di dalam kekuasaan tidak menciptakan nilai-nilai positif atau nilai tambah. Malah mereka hanya menjadi beban buat bangsa dan negara ini,” ujarnya.

Padahal, katanya, dia mengharapkan para aktivis 98 yang masuk ke jajaran kekuasaan atau yang terpilih menjadi anggota DPR RI agar tetap mempertahankan idealisme dan tradisi intelektual. “Misalnya jika berhadapan dengan hal yang tidak benar maka mereka tidak boleh menjilat atau sekurang-kurangnya diam saja,” ujarnya.

Karena itu, mantan Menko Kemaritiman itu mengatakan, dirinya dan teman-teman berupaya keras untuk melawan arus yang menjerumuskan bangsa dan negara ini dalam lubang otoritarianisme.

Betapa tidak, katanya, selama 23 tahun reformasi, bangsa ini justru semakin terperosok dalam kubangan sistem otoritarianisme. Demokrasi saat ini juga telah berubah menjadi demokrasi kriminal. Buktinya, seorang pejabat negara jika hendak menjabat maka dia harus membayar mahal.

Rizal Ramli mencontohkan seorang kepala daerah misalnya, harus menyetor sejumlah duit kepada partai politik supaya mendapatkan jabatan yang diinginkan. Demikian juga anggota DPR harus mengeluarkan banyak duit sebelum bisa terpilih.

Mantan Kepala Bulog itu mengatakan bahwa Presiden BJ Habibie dan Gus Dur masih memiliki komitmen terhadap cita-cita reformasi. Namun setelah Gus Dur semuanya berubah drastis.

Pimipinan Partai Politik misalnya kembali memberlakukan hak recall terhadap anggota DPR. “Karena itu menurut saya, anggota DPR tidak perlu terlalu banyak. Cukup pimpinan partai politik saja yang menjadi anggota DPR. Karena anggota DPR kita saat ini tidak ubahnya dengan seorang PNS,” ujarnya.

Padahal, sebelum masa reformasi, kata Rizal Ramli, anggota DPR itu jauh lebih hidup dan kritis daripada DPR saat ini. “Dulu saya menjadi penasihat ekonomi Fraksi Angkatan Bersenjata di DPR tahun 1992 hingga 1998. Anggota DPR itu jauh lebih hidup, krisis dan faktual. Semua anggota DPR waktu itu tahu bahwa mereka tidak boleh mengeritik Soeharto dan anak-anaknya. Namun selebihnya bisa dikritik, termasuk kebijakan para menteri,” ujarnya.

Namun, saat ini, anggota DPR diam seribu bahasa. Kepentingan rakyat juga lolos dari pembicaraan. Yang mereka bicarakan adalah kepentingan partai politik dan kelompoknya.

“Karena itu, hal inilah yang akan kita ubah nanti. Hak recall pimpinan partai politik dihapus supaya anggota DPR dikembalikan pada fungsinya. Hak recall hanya ada pada anggota daerah pemilihan (dapil) anggota DPR, bukan pada ketua umum partai politik. Kedua, anggota DPR bisa diberhentikan jika melakukan perbuatan kriminal,” pungkas Bang RR – sapaan Rizal Ramli.[konfrontasi]

Posting Komentar untuk "Kecewa Pada Sebagian Aktivis 1998, Rizal Ramli: Dikasih Remah Kekuasaan, Lupa Rakyat…"