Menutup Masjid Membuat Situasi Makin Sulit
Oleh: Nurmilati (Sahabat Visi Muslim Media)
Seluruh umat Muslim suka cita menyambut datangnya hari Raya Idul Adha, gema takbir dan suara bedug bertalu-talu terdengar di seluruh penjuru Tanah Air. Namun berbeda dengan tahun ini, kesyahduan itu dilarang dilakukan baik di masjid maupun tempat terbuka, pasalnya pemerintah mengeluarkan kebijakan meniadakan shalat Idul Adha 1442 H dan pelarangan kegiatan yang melengkapinya di zona PPKM Darurat.
Keputusan pemerintah tersebut disampaikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas usai menggelar rapat bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PKM), Polri, Kementerian Ketenagakerjaan, Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan MUI. Liputan6.com (2/7/2121).
Kebijakan ini diselaraskan dengan ketentuan PPKM Mikro Darurat yang melarang semua peribadatan di masjid. Peraturan dan koordinasi disiapkan Kemenag untuk merealisasikannya. Selain itu, aktivitas penyembelihan hewan kurban dibatasi di tempat terbuka dan hanya disaksikan pihak yang berkurban. Begitupun teknis pembagian daging kurban, langsung diberikan kepada yang berhak menerima ke rumahnya masing-masing.
Hal senada disampaikan Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis melalui akun Twitter pribadinya mengatakan, menghimbau masyarakat mengikuti aturan pemerintah terkait pelaksanaan Idul Adha. Menurutnya hal ini dilakukan sesuai pendapat Ulama dari sisi keagamaan dan menurut pemahaman ahli secara medis. Negara berhak membuat kebijakan dan masyarakat wajib menaati pemerintah sebagaimana kewajibannya menaati Allah da Rasul-Nya. Papar Cholil.
Masjid bukan Sekadar Tempat Ibadah
Indonesia dengan mayoritas penduduk beragama Islam, tentu membutuhkan masjid, tidak hanya sebatas untuk melaksanakan salat berjamaah akan tetapi syiar Islam lainnya banyak dilakukan di masjid-masjid, terlebih dalam kondisi seperti ini, masyarakat butuh tempat untuk bisa lebih mendekatkan diri pada Sang Pemilik Semesta. Cara ini adalah salah satu wasilah mendapatkan pertolongan Allah Swt. Sementara beragam ibadah sebagian dilakukan di masjid, selain pahalanya berlipat ganda juga untuk menjalin dan mempererat ukhuwah Islamiyah.
Tercatat dalam sejarah setidaknya ada sepuluh fungsi masjid di zaman Rasulullah Saw, yakni sebagai tempat ibadah (salat, dzikir, tilawah Al-Qur'an), tempat mencari ilmu, tempat berdiskusi berbagai persoalan kehidupan masyarakat, tempat pembagian zakat, sedekah dll, tempat latihan militer, menawan tahanan dan pengobatan korban perang, tempat pengadilan sengketa, tempat menerima tamu dan pusat syiar Islam.
Fungsi masjid pada zaman Rasulullah Saw hingga masa Khulafaur Rasyidin tidak jauh berbeda, yaitu sebagai tempat pusat kegiatan politik dan pemerintahan Islam.
Namun berbeda dengan kondisi sekarang, di mana aktivitas yang dilakukan di masjid-masjid mulai dibatasi dan diawasi, sebelumnya ada sertifikasi wawasan kebangsaan bagi da'i, padahal menurut KH Iskandar Mirza "Para da'i hanyalah sosok yang menjalankan perintah Allah dan Rasulullah-Nya sesuai perintah Allah Swt dalam surah An-Nahl ayat 125 yang artinya " Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara baik." Republika (7/6/2021).
Berdasarkan ayat tersebut, wajar apabila ulama dan umat menolak kebijakan ini.
Adanya antipati masyarakat terhadap aturan ini, tidak lepas dari kebijakan negara dalam menyelesaikan beragam persoalan yang membelit negeri, terlebih dalam penanganan pandemi, pemerintah dianggap kurang serius, ditambah aturan satu dengan lainnya sangat bertolak belakang, sehingga aturan yang diberlakukan justru diikuti dengan permasalahan lainnya. Betapa tidak, saat pemberlakuan PPKM Darurat yang dimulai pada 3 hingga 20 Juli wajib ditaati masyarakat dan tempat ibadah ditutup sementara, akan tetapi di sisi lain justru mal, pusat perbelanjaan dan tempat pariwisata dibuka, lebih memprihatinkan lagi negara memberikan kemudahan kunjungan WNA ke Indonesia. Dilansir dari laman CNN Indonesia (5/7) 20 orang TKA China mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan, Sabtu (3/7).
Sungguh, saat rakyat dirundung nestapa dengan kondisi negeri yang kian hari makin tak menentu, jumlah positif Covid-19 semakin tak terkendali, keadaan rumah sakit yang memprihatinkan sebab pasokan oksigen, obat-obatan dan Bed Occupancy Ratio (BOR) mulai langka, sementara dokter dan perawat mulai banyak yang berguguran ditambah dengan aturan PPKM yang tidak efektif, membuat permasalahan seakan tiada bertepi.
Namun sayangnya, masjid sebagai tempat ibadah dan syiar Islam harus ditutup rapat bagi jamaahnya, ada pelarangan penguasa agar tidak ada aktivitas ibadah di dalamnya. Meski masyarakat kecewa dengan kebijakan ini, namun tidak bisa berbuat banyak selain mematuhi aturannya, lantaran ada sanki bagi siapa saja yang melanggarnya. Pemerintah berdalih, penerapan aturan tersebut sebagai bentuk perhatian dan tanggungjawabnya dalam melindungi kesehatan dan nyawa masyarakat dari keganasan virus Covid-19, namun karena kesalahan kebijakan penanganan sejak awal hingga tahun kedua pandemi yakni pertimbangan kebijakan ekonomi yang diskriminatif, pembatasan gerak warga dilakukan setengah hati dan tidak konsisten serta perilaku sebagian pemangku kekuasaan yang tidak memberikan teladan, sehingga hal ini berakibat menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan kemampuan dan keseriusannya menangani musibah wabah ini. Beragam kebijakan dikeluarkan banyak merugikan dan tidak berpihak pada rakyat, melainkan hanya menguntungkan pengusaha, sehingga ini menambah kekecewaan rakyat terhadap pemimpin.
Ragam kebijakan yang dirumuskan negara, seyogianya ditetapkan dan diberlakukan bijaksana, yakni hanya demi kepentingan dan kebaikan negeri dan rakyat, bukan kepentingan ekonomi atau segelintir orang. Tidak dimungkiri, pertimbangan ekonomi selalu diprioritaskan penguasa dalam hal apapun, ini tidak lepas dari sistem yang mengendalikan pribadi dan aturan negara yang berlandaskan sistem demokrasi sekularisme sebagai ideologi pemerintahannya, yakni menjauhkan agama dari negara, maka dengan sistem ini persoalan demi persoalan datang silih berganti tanpa ada solusi nyata dilakukan penguasa, sebab watak sekulerisme adalah membuat kebijakan dengan menghadirkan masalah baru.
Harus ada Perubahan Sistem
Oleh karena itu, supaya persoalan yang dihadapi rakyat dan negara bisa terselesaikan dengan tuntas, maka harus ada upaya merubah sistem tersebut yang menjadi akar permasalahannya. Perlu diketahui bahwa sekularisme adalah aliran dan praktik yang menolak segala bentuk yang diimani dan diagungkan agama dengan kata lain pandangan yang mengharuskan urusan agama dipisahkan dari urusan kehidupan dan institusi negara. Dalam sistem ini menunjang kebebasan dalam memeluk agama, kemudian tercipta sifat netral tidak memihak pada salah satu agama, sehingga korban dari sistem tersebut semua rakyat baik Muslim maupun non-Muslim.
Maka dari itu, aturan dalam sistem ini jelas dibuat manusia. Maka, kebijakannya pun tentu harus sesuai kebutuhan dan hawa nafsu manusia dengan mengabaikan aturan Sang Maha Pencipta. Penutupan sementara masjid sebagai sarana ibadah merupakan salah satu bentuk penerapan sistem sekularisme di negeri ini, karena nyatanya fungsi masjid diamputasi penguasa, sebab terlihat jelas kebijakan ini bertujuan memisahkan agama dari ranah bernegara.
Sementara umat Muslim memiliki pedoman berasal dari Sang Pemilik Hidup yakni Al-Qur'an dan hadist, dalam lembaran keduanya diterangkan bagaimana cara manusia menjalani kehidupan supaya sesuai dengan perintah-Nya. Sehingga, kebahagiaan dunia akhirat bisa tercapai. Namun, aturan dalam kedua pedoman tersebut tidak bisa diaplikasikan jika tidak ada institusi negara yang bisa menerapkannya.
Sistem Islam Solusi Tuntas
Oleh karena itu, supaya pijakan itu bisa diterapkan dalam kehidupan, maka harus ada lembaga yang bisa melakukannya yakni sebuah negara yang bisa melaksanakan hukum sesuai perintah Allah Swt yakni negara dengan sistem Islam, sehingga dengannya semua aturan hidup berpijak pada hukum dari Allah Swt. Walhasil dengan sistem Islam, semua permasalahan dijamin ada solusinya, tak terkecuali permasalahan penutupan masjid, sebab perintah menghidupkan masjid tertera jelas dalam ayat Al-Qur'an
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
"Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
[QS. At-taubah : 18]
Posting Komentar untuk "Menutup Masjid Membuat Situasi Makin Sulit"