ODGJ dalam Pandangan Syariah
Oleh: Alfisyah Ummuarifah (Pegiat Literasi Islam Kota Medan)
Beberapa waktu lalu ramai pembicaraan soal pernyataan tentang Covid-19 dari mulut seorang dokter yang terindikasi ODGJ (orang dengan gangguan jiwa). Terlepas benar atau tidak, ODGJ kemudian menjadi pembicaraan pula. Padahal tanpa ada pemberitaan itu, ODGJ yang berkeliaran di jalanan itu banyak sekali.
Mereka tek terurus, makan, minum, tempat tinggalnya dan seluruh kebutuhannya. Pemerintah abai terhada ODGJ yang tidak punya kerabat. Abai jika mereka tidak mampu membayar RS agar mereka dirawat dan disembuhkan. Alhasil mereka terlunta di jalanan dan terkadang mengganggu masyarakat.
Terkadang mereka awalnya belum memiliki gejala ODGJ. Karena sistem Kapitalisme sekuleris yang diadopsi negeri ini, telah membuat mereka stress menghadapi kehidupan. Sehingga stres yang tadinya dalam tahap ringan, menjadi semakin parah. Sebab pemerintah tidak mau melakukan perannya merawat dan merehabilitasi mereka secara gratis. Mengapa pemerintah tidak mau? Tentu karena konsep Kapitalisme itu yang memiliki konsep pelayanan hanya untuk yang sanggup membayar. No free lunch, tak ada makan siang yang gratis. Begitulah istilahnya.
Padahal pada dasarnya kesehatan jiwa itu adalah hak setiap warganegara. Sama dengan kebutuhan kesehatan secara fisik. Islam berbeda pandangannya pandangannya dengan sistem Kapitalisme.
Islam menganggap perawatan dan pengobatan ODGJ sama dan termasuk pengobatan fisik seorang manusia. Sebab manusia itu satu tubuh baik jiwa maupun raganya.
Islam pada tahun 800 Masehi sudah memiliki rumah sakit untuk ODGJ. Hampir seluruh kota di bawah kekhilafahan islam memiliki rumah sakit sendiri. Tak ada ODGJ yang terlantar di jalanan yang luntang lantung tidak terurus. Mereka dipulihkan keadaannya agar kembali berbaur dengan masyarakat secara normal
Islam dengan peradaban yang gemilang telah memiliki konsep perawatan di rumah sakit. Rumah sakit pertama yang dibangun seorang ilmuwan muslim dari Persia telah ada jauh sebelum peradaban barat membangun RSJ. Hal ini membuktikan perhatian Islam pada ODGJ baik muda,tua, laki-laki, perempuan tanpa perbedaan selama dia menjadi warga negara. Dana APBN dari Baitul Mal pun sudah dianggarkan sedemikian rupa tanpa ada diskriminasi. Tidak dibedakan dengan pengobatan medis secara fisik. Penelitian pun dikembangkan agar ditemukan obat untuk perawatan ODGJ.
Seorang dokter dari persia yaitu Abu Zayd Ahmed pada tahun 850-934 Masehi telah menemukan konsep perawatan untuk orang sakit jiwa. Berikut juga dengan perawatan di Rumah sakit. Semua itu menjadi bagian dari baiknya dan bagusnya perawatan ODGJ.
Berbeda jauh dengan realitas hari ini. Realitas negara yang menerapkan komersialisasi kesehatan jiwa yang sedang terjadi. Prinsip ini hanya mengakui orang yang memiliki modal dan biaya saja yang dapat mengakses RSJ dan pusat rehabilitasi pasien jiwa.
Karena itulah kini banyak ODGJ yang berkeliaran di jalanan. Bahkan terkadang mengganggu masyarakat dan menimbulkan kekacauan.
Ada juga yang terpaksa dipasung karena mengamuk. Sementara kerabatnya tak memiliki biaya untuk membayar perawatan. Jika hari ini hal ini yang terjadi, masihkah sistem layak ini dipertahankan?
Posting Komentar untuk "ODGJ dalam Pandangan Syariah"