Pandemi Jilid Dua Tanggung Jawab Bersama
Oleh: Nusaibah Al Khanza (Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)
"Naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali". Mungkin syair lagu anak-anak tersebut sangat sesuai untuk menggambarkan terus meningkatnya jumlah pasien positif Covid-19 yang saat ini semakin tinggi.
Sebagaimana data dari Kemenkes (20/06/21) bahwa kasus harian bulan Juni 2021 ada 13.737 kasus mulai mendekati kasus harian di puncak sebelumnya yakni 14.518 kasus pada Januari 2021. Angka itu meningkat tajam dari bulan Mei yang hanya sekitar 4ribu kasus.
Sedangkan angka kematian harian pasien positif Covid-19 pada bulan Juni jauh melebihi angka kematian harian bulan Januari yakni dari 210 menjadi 371 pasien yang meninggal dunia setiap harinya. Tak heran jika di tahun kedua terjadinya pandemi ini disebut sebagai pandemi gelombang kedua.
Melihat kondisi tersebut, seruan agar pemerintah mengambil kebijakan lockdown pun kembali menyeruak. Namun, bagai makan buah simalakama, itulah yang sedang dihadapi sang pembuat kebijakan. Bagaimana tidak? Di satu sisi pemerintah ingin menjaga keselamatan rakyatnya. Namun, di sisi lain pemerintah juga ingin menjaga stabilitas ekonomi negara. Sementara perekonomian disinyalir akan lumpuh jika lockdown diterapkan.
Seruan tersebut seperti disampaikan oleh Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra. Dia menyatakan pemerintah mempunyai dua pilihan yang dapat diambil saat ini. Opsi tersebut adalah PSBB ketat atau lockdown regional. Menurutnya, pilihan yang paling logis dan tepat adalah lockdown untuk keluar secara total dari lonjakan pandemi Covid-19 saat ini.
Namun, pemerintah telah memutuskan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro untuk mengatasi pandemi. Hal tersebut lantaran PPKM mikro dianggap tidak akan mematikan perekonomian masyarakat. Kebijakan ini akan dilaksanakan selama 14 hari mulai tanggal 22 Juni 2021. (Kompas, 24/06)
Kapitalisme Berorientasi Pada Keuntungan Ekonomi"
Paradigma Kapitalisme yang diterapkan dunia saat ini lebih mengutamakan orientasi pada keuntungan ekonomi. Hal tersebut menjadikan negara pengembannya seakan abai terhadap keselamatan nyawa rakyatnya karena lebih mengutamakan keuntungan ekonomi.
Seperti saat ini, ketika pandemi sudah memasuki tahun kedua, pemerintah masih saja mengambil kebijakan yang terkesan longgar dengan alasan demi menjaga stabilitas ekonomi. Padahal, faktanya perekonomian justru kian terombang-ambing akibat pandemi yang tak jelas kapan akan berakhir.
Ditambah lagi ketidakdisiplinan masyarakat dalam mematuhi aturan, seperti pelanggaran terhadap PPKM dan terhadap anjuran protokol kesehatan. Hal itu lantaran masyarakat sudah jenuh menghadapi pandemi yang setahun lebih terjadi. Bukan hanya itu, hal tersebut juga akibat lemahnya edukasi yang diberikan pemerintah pada masyarakat terkait bahaya dan cara menghadapi pandemi. Ketidakpatuhan masyarakat pada aturan seakan menunjukkan bahwa pemerintah telah kehilangan kewibawaannya di hadapan mata rakyat.
Tauladan Rasulullah Atasi Pandemi
Islam bukan sekadar agama ritual. Namun, Islam juga memberikan solusi dari setiap problematika kehidupan, termasuk dalam hal mengatasi pandemi. Dalam sejarah Islam disebutkan bahwa pandemi juga pernah terjadi pada masa Rasulullah.
Saat itu terjadi wabah penyakit menular tha'un. Kemudian Rasulullah memberlakukan karantina agar penyakit yang mewabah tidak menyebar ke daerah lain.
Beliau bersabda: "Jika kalian mendengar penyakit Thaun mewabah di suatu daerah, Maka jangan masuk ke daerah itu. Apabila kalian berada di daerah tersebut, jangan hengkang (lari) dari Thaun."
Itulah kebijakan yang diambil Rasulullah untuk mengatasi wabah penyakit menular. Maka, sebagai penguasa negeri Muslim sudah selayaknya menjadikan Rasul-Nya sebagai tauladan. Sebab, Allah pun memerintahkan agar memutuskan perkara sesuai dengan perintah-Nya dan Rasul-Nya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: "Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, "Kami mendengar, dan kami taat." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. An-Nur 24: Ayat 51)
Butuh Perubahan Sistem Atasi Pandemi Hingga Tuntas
Kebijakan pemerintah tampak sudah salah langkah sejak awal ketika lebih menjadikan pertimbangan ekonomi dalam menyikapi wabah. Faktanya, perekonomian bukannya membaik, tapi justru ketidakstabilan ekonomi berlarut-larut terjadi akibat ketidakpastian kondisi saat ini.
Terjadinya pandemi jilid dua menunjukkan situasi wabah yang makin tak terkendali. Hal ini seakan membuktikan bahwa sistem kesehatan yang berbasis pada kepemimpinan kapitalistik sudah kolaps.
Membangun sistem kesehatan yang kuat sebagai solusi atas situasi pandemi yang tak terkendali hari ini butuh ada perubahan sistemis dan mendasar. Perubahan tersebut dimulai dari sistem politik kapitalisme ke sistem Islam yang berbasis pada akidah Islam yang berdiri dengan landasan iman.
Dengan terwujudnya masyarakat yang kuat keimanannya, maka masyarakat akan mematuhi dengan sepenuh hati kebijakan pemerintah dalam mengatasi pandemi. Hal itu lantaran masyarakat paham bahwa menaati pemimpin hukumnya wajib selama kebijakan pemimpin tidak bertentangan dengan hukum syarak.
Dengan demikian, ketika masyarakat taat pada pemerintah, maka sinergi dalam mengatasi pandemi pun akan terwujud. Pemerintah dan masyarakat akan memahami bahwa pandemi ini merupakan tanggung jawab bersama yang harus ditunaikan.
Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah segera mengambil aturan Islam sebagai solusi dari setiap permasalahan umat, termasuk solusi mengatasi pandemi yakni dengan karantina yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad Saw.
Wallahu a'lam!
Posting Komentar untuk "Pandemi Jilid Dua Tanggung Jawab Bersama"