31 Tahun Pasca Tragedi Bosnia Menguak Mandulnya PBB
Oleh: Umar Syarifudin (pengamat politik Internasional)
Ini sudah 31 tahun kita mengingat tragedi mengerikan yang menimpa umat Islam di kawasan Bosnia, Semenanjung Balkan. Pada musim semi tahun 1992, pasukan Serbia Bosnia melancarkan serangan dalam upaya mewujudkan visi Milosevic tentang “Serbia Raya”, setelah Bosnia memilih untuk merdeka dari Yugoslavia yang hancur. Embargo senjata yang diberlakukan sebelumnya pada semua bekas Yugoslavia (yaitu: Serbia, Kroasia dan Bosnia) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, karena kekerasan di wilayah Kroasia, memberikan keuntungan militer kepada orang-orang Serbia karena mereka tidak dilucuti oleh PBB .
Di antara kejahatan adalah pemboman penduduk sipil Sarajevo dan desa-desa lain yang terkepung; Pembantaian, evakuasi paksa warga sipil untuk memodifikasi struktur etnis daerah tertentu; Pemangsaan liar penduduk sipil di kamp konsentrasi; penyiksaan; Eksekusi singkat dengan tujuan tunggal untuk menghilangkan jejak pengaruh non-Serbia di wilayah yang ditaklukkan; Dan kelaparan warga sipil yang menolak tunduk. Tahap akhir petualangan brutal diktator ini untuk menghilangkan jejak umat Islam di wilayah Balkan. Sekitar 100.000-300.000 Muslim dibunuh dan 1.000.000 Muslim menjadi pengungsi.
Kampanye teror Milosevic terhadap kaum Muslim, Rezim mengadopsi istilah “pembersihan etnis” dan bukan “genosida”, untuk menyembunyikan tragedi pembantaian mengerikan yang sedang dilakukan di Bosnia. Sepanjang tahun 1993, PBB, Amerika Serikat dan Masyarakat Eropa tidak mengambil tindakan militer, sementara orang-orang Serbia di Bosnia dengan bebas membantai kaum Muslim. Pemimpin Serbia Bosnia yang didakwa sebagai penjahat perang, Radovan Karadzic, secara lantang menyatakan bahwa konflik yang menewaskan ratusan ribu orang di Bosnia, yang mayoritas korbannya muslim itu adalah perang suci.
Sekalipun -baik Inggris maupun AS- menginginkan pembagian wilayah, AS ingin agar keamanan di sana dipegang oleh NATO secara de facto. PBB merencanakan Srebrenica sebagai ‘tempat aman’ bagi para pengungsi dengan menempatkan 600 orang pasukan penjaga perdamaian asal Belanda untuk melindungi kawasan tersebut. Namun, mereka kemudian malah menyerahkan kamp tersebut kepada pasukan Serbia yang langsung membantai para pengungsi di kamp tersebut.
Ingat, pemimpin Serbia Bosnia yang didakwa sebagai penjahat perang, Radovan Karadzic, secara lantang menyatakan bahwa konflik yang menewaskan ratusan ribu orang di Bosnia, yang mayoritas korbannya muslim itu adalah perang suci.
Sementara umat 1 abad terakhir tanpa perlindungan khilafah. Umat Islam harus mampu mengambil hikmah dari contoh orang-orang seperti Khalifah al-Mu’taṣim bi’llāh ketika mendengar laporan tentang seorang wanita Muslim diserang oleh orang Romawi di kota Romawi Ammuria. Khalifah mengatakan, “Sebuah laporan telah sampai kepada saya bahwa satu saudara perempuan Muslim diserang di kota Romawi. Wallahi, saya akan mengirim tentara yang begitu besar sehingga ketika sampai pada mereka masih meninggalkan pangkalan kami. Dan katakanlah kepadaku kota terkuat di Roma ini dan aku akan mengirim tentara ke kota itu. ”
Bosnia menjadi bagian dari Khilafah Utsmani sampai tahun 1878, ketika diduduki oleh Kekaisaran Austro-Hungaria. Setelah Perang Dunia I, bersatu dengan wilayah Slavia lainnya lalu membentuk Yugoslavia. Tahun 1980, setelah kematian Presiden Yugoslavia Tito, negara tersebut dengan cepat terjun ke dalam kekacauan politik dan ekonomi. Slobodan Milosevic, mantan Komunis menggunakan nasionalisme dan kebencian religius sebagai alat politik untuk mengumpulkan dukungan dan menjadi Presiden pada tahun 1989.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan badan yang terkenal telah gagal di dunia Muslim. Sejarah lembaga itu penuh dengan kelambanan dan ucapan penghinaan atas nilai-nilai kehidupan Muslim. PBB adalah entitas yang sama yang memberikan kepada umat Islam “wilayah aman” di Srebrenica Bosnia di mana ribuan umat Islam kemudian dibantai dan diperkosa pada bulan Juli 1995 setelah pasukan PBB meninggalkan mereka.
PBB menunjukkan jati diri sebagai lembaga yang tidak efektif, dan hanya merupakan perpanjangan alat kaum imperialis dengan menutup mata pada meletusnya Perang Irak ke-2. AS pun tidak menyembunyikan kenyataan ini. John Bolton, dalam kapasitasnya sebagai Duta Besar AS untuk PBB, mengeluarkan berbagai pernyataan kritis terhadap keberadaan PBB pada 2004: ‘PBB sudah tidak berguna lagi. Sekarang yang ada hanya komunitas internasional, yang hanya bisa dipimpin oleh satu-satunya adidaya, yakni Amerika Serikat.’
Pada kenyataannya, PBB tak lebih dari alat yang digunakan oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan (AS, Rusia, Inggris, Perancis, dan China) untuk mengamankan kebijakan luar negerinya masing-masing. Masalah sebenarnya berakar pada konsep hukum internasional yang berlaku, yang pada hakikatnya tidak pernah berlaku. Hukum internasional sekarang, berlaku hanya sebagai norma dan adat internasional, bukan hukum. Penegakkan hukum internasional harus bisa berlaku secara global, pada skala supra-nasional. Karena pada hakikatnya hukum ini tidak berjalan, kita hanya bisa berharap bahwa negara-negara kebangsaan ini membuka mata lebar-lebar terhadap berbagai peraturan lembaga-lembaga internasional yang mengikat mereka.
Dunia Muslim tidak membutuhkan PBB, yang dibutuhkan adalah persatuan dunia Muslim, dengan bersatunya tentara, di bawah naungan sistem yang berdasarkan al Qur’an dan As Sunah yang mampu menghilangkan rasa sakit dan penghinaan.
Posting Komentar untuk "31 Tahun Pasca Tragedi Bosnia Menguak Mandulnya PBB"