Bauran Energi 2025, Energi Terbarukan Atau Kerugian Terbarukan?




Oleh: Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP)

Kementerian ESDM menargetkan pada tahun 2025, penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) sebanyak 23 persen. Sedangkan dewasa ini penggunaan EBT masih di angka 7 persen. Hal ini diakui Menteri ESDM merupakan target yang cukup berat mengingat rentang waktu yang kurang dari 4 tahun.

Selama ini memang penggunaan energi fosil masih mendominasi. Minyak bumi 40%, gas bumi 30%, batubara 23% dan sisanya baru EBT sekitar 7%. Jadi ketika EBT ditargetkan 23%, maka minyak bumi menjadi 25%, batubara 30% dan gas 22%.

Target EBT 2025 tersebut dicanangkan mengingat Indonesia mempunyai potensi besar bagi energi baru yang nol emisi karbon. Tenaga angin, arus air laut, panas matahari, panas bumi, dan lainnya. Pemanfaatannya masih sangat kurang. Indonesia pernah membuat menara angin dengan seperlima pendanaannya dibantu China. Begitu pula panel Surya (matahari) yang dibuat masih dalam kapasitas kecil dan terbatas, misalnya untuk rumah dan perkantoran tertentu.

Mencermati target Bauran Energi 2025 sedemikian, tentunya ada beberapa catatan yang perlu penulis ketengahkan sebagaimana berikut ini. 

Pertama, Penempatan prioritas penggunaan energi yang tidak tepat. Pada awal 2021, Kementerian ESDM mengemukakan bahwa masih banyak potensi migas Indonesia yang belum dieksplorasi. Arifin Tasrif menyebutkan ada 68 cekungan migas yang belum digarap. Menurutnya hal ini akan mengundang peningkatan investasi dan memicu normalnya harga minyak. Bahkan targetnya investasi di 2021 bisa naik 45% yakni 17,6 milyar US dollar dari angka 12,1 milyar US dollar di 2020.

Melihat hal sedemikian, tentunya menjadi kontraproduktif bila upaya konversi ke energi bersih begitu masif dilakukan. Bahkan di dunia perguruan tinggi pun dicanangkan agar mahasiswa dibekali kompetensi di bidang riset energi terbarukan (renewable energy) ini.

Kedua, Target Bauran Energi 2025 ini adalah hasil dari konferensi COP ke-21 di Paris. Indonesia menyampaikan targetnya dalam hal komitmen menjaga lingkungan hidup dan mengatasi perubahan iklim.

Dengan demikian Indonesia termasuk negara yang merangkul SDG (sustainable development goals) sebagaimana rekomendasi Majelis Umum PBB tahun 2015. Dan 17 SDG dari PBB agar bisa dicapai bersama di tahun 2030. Sedangkan terkait energi termasuk SDG 7 yakni Affordable and Clean Energy. Ketercapaian SDG 7 akan menimbulkan ketercapaian SDG 3 di bidang kesehatan, SDG 8 di bidang pertumbuhan ekonomi dan SDG 13 di bidang perubahan iklim. Artinya, Bauran Energi 2025 di Indonesia menjadi bagian dari desain internasional. Sedangkan tata dunia internasional tentunya didominasi oleh negara besar. Amerika Serikat sebagai negara pengemban Ideologi Kapitalisme menjadi penyokong utama badan seperti PBB.

Ketiga, Konversi energi fosil ke energi bersih lewat rekomendasi Bauran Energi 2025 jelas mendapat dukungan dari korporasi besar dunia. Setidaknya terdapat 191 korporasi yang tergabung dalam RE 100. Artinya ke-191 korporasi tersebut berkomitmen untuk 100 persen menggunakan renewable energy. Di antara korporasi tersebut adalah Apple, Google, Facebook, Microsoft, Danone, Bank of America dan lainnya.

Apalagi implementasi penggunaan EBT membutuhkan pendanaan yang besar dan teknologi rumit serta canggih. Indonesia sendiri jelas masih tergantung pada teknologi impor. Sebagai contoh, konversi kompor gas ke kompor listrik. Sangat besar potensi ketergantungan teknologi impor. Apalagi kalau kita bicara tentang motor dan mobil listrik.

Di sisi yang lain, mau tidak mau, program EBT akan meningkatkan investasi di bidang ini. Pola berpikir investasi adalah untung rugi. Yang terjadi kedepan, bukan hanya sektor energi fosil yang dijual, bahkan akan merambah sektor EBT. Sebagai contoh gampangnya. Indonesia membangun menara angin saja harus melibatkan negara lain yakni China. Bahkan nilainya 20%. Jika demikian sangatlah mustahil bila tidak ada imbalannya dari dana yang diinvestasikan tersebut.

Keempat, Dunia perguruan tinggi melalui terminologi Kampus Merdeka akan menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang siap pakai. Kampus Merdeka menekankan agar terjadi revolusi belajar. Dari kajian teoritis menuju kajian implementasi sesuai dengan minat dan bakat.

Bila sedemikian, dunia pendidikan terbelenggu kedalam pola berpikir materi. Jika demikian halnya, jalan penjajahan melalui pintu energi semakin terlihat bahayanya.

Demikianlah keadaan pengaturan energi dan sumber-sumbernya di dalam era Kapitalisme. Negara-negara besar pada umumnya sangat kurang sumber energi yang dimilikinya. Oleh karena itu melalui metode penjajahan, negara-negara besar terus mencari sumber-sumber energi baru khususnya dari negeri-negeri muslim yang notabenenya kaya akan sumber alam dan energi.

Pengaturan Energi dalam Islam

Pengaturan energi dalam Islam akan dilihat aspek kepemilikannya. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam dan batubara termasuk sumber kepemilikan umum. Artinya menjadi milik bersama rakyat. Walhasil sejak awal dilarang untuk menginvestasikan, memprivatisasi dan menjualnya.

Adapun terkait aspek EBT. EBT yang jumlahnya melimpah dan menghalangi individu untuk memilikinya, maka termasuk kepemilikan umum, seperti angin, panas matahari, maupun panas bumi. Setiap individu masyarakat bisa memanfaatkannya, asalkan tidak ada monopoli sehingga menghalangi yang lainnya. Oleh karena itu, negara perlu untuk menanganinya secara langsung demi untuk kepentingan revolusi energi. Jadi kelangkaan energi bisa segera diatasi bila energi fosil diperkirakan sudah menipis ketersediaannya di alam. Seperti keadaan Indonesia yang diperkirakan cadangan minyak buminya akan habis dalam rentangan sekitar 10 tahun lagi. Sementara untuk gas alam hingga 20 tahun ke depan.

Adapun aspek EBT dari bahan organik seperti biodiesel maupun biogas. Negara bisa menghimmah beberapa lahan kepemilikan umum maupun milik negara. Sebagai contoh himmah pada padang rumput. Oleh negara, padang rumput tersebut digunakan sebagai pusat penggembalaan ternak khususnya sapi dan kerbau. Tentunya produksi biogas akan mampu mengkover kebutuhan energinya.

Di samping itu, yang tidak kalah pentingnya adalah negara akan secepatnya melakukan revolusi industri di bidang peralatan. Dengan demikian negara akan mampu menghasilkan teknologi dalam pengembangan EBT. Konversi sains dan teknologi dari ilmuwan asing juga diperlukan bila di dal negeri belum dikuasai teknologi tersebut. 

Dalam menunjang keberhasilan pengembangan energi baik yang fosil maupun yang terbarukan tersebut, negara membutuhkan sumber pendanaan yang besar. Melalui penerapan sistem ekonomi Islam akan mampu menyediakan pendanaan yang memadai bagi terjadinya revolusi industri dan energi.

Demikianlah Islam dalam memberikan panduan dan arahan agar kaum muslimin dan negaranya menjadi negara yang kuat dan independen. Selanjutnya kaum muslimin akan mampu berkontribusi yang besar dalam menyelamatkan dunia dari dominasi kerakusan Kapitalisme. 


# 15 Agustus 2021 

Posting Komentar untuk "Bauran Energi 2025, Energi Terbarukan Atau Kerugian Terbarukan? "