Hijrah: Membangun Peradaban Masyarakat dan Pemerintahan
Oleh: Wahyudi al Maroky (Dir. PAMONG Institute)
Banyak diantara kita yang memaknai hijrah itu berpindahnya individu dari yang buruk menjadi baik. Sebagian lagi ada yang memaknai berpindahnya dari masyarakat yang buruk menjadi masyarakat yang baik.
Namun, kali ini penulis ingin mengajak kita untuk melihat dari sudut pandang pemerintahan. Ya, bagaimana jika hijrah itu dimaknai sebagai berpindahnya pemerintahan dari yang buruk menjadi baik. Kira-kira seberapa besar dampaknya bagi individu dan masyarakat. Apakah individu dan masyarakatnya juga akan ikut jadi lebih baik?
Dampak kebijakan itu dapat kita potret salah satu contoh kebijakan pemerintahan Jokowi tahun ini yang telah membuat “kebijakan hijrah”. Ya, hijrah memindahkan hari libur nasional Tahun Baru Hijriyah 1443H, digeser alias dipindahkan (dihijrahkan) dari hari selasa 10 Agustus menjadi rabu 11 agustus 2021.
Dampaknya, apakah individu dan masyarakat termasuk, kantor-kantor pemerintahan, kantor keduataan negara sahabat dan kantor-kantor lainnya ikut “hijrah”, berpindah liburnya dari hari selasa ke rabu? Jawabnya kita semua paham. Individu dan masyarakat ikut hijrah liburnya dan merayakan tahun baru islam itu bergeser dari tanggal 1 Muharam menjadi 2 Muharram 1443H. Banyak juga masyarakat yang bertanya, apakah minggu berikutnya hari libur perayaan kemerdekaan 17 Agustus juga akan digeser? Wallahu a’lam.
Penulis tak hendak membahas tentang kebijakan geser menggeser hari libur tersebut. Namun, kesempatan ini penulis ingin membahas makna hijrah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
Hijrah yang dilakukan Nabi Saw. Berpindahnya dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian menjadi Darul Islam). Hijrah dari peradaban jahiliyah di Makkah kepada peradaban baru yang lebih baik dan modern di Madinah.
Ketika Hijrah di Madinah, Ada 3 (tiga) hal penting kebijakan yang diambil Nabi Muhammad SAW. Mulai dari membangun pusat Kepemimpinan Pemerintahan, Mempersatukan/mempersaudarakan penduduk madinah dan membuat Piagam Madinah (Madinah Charta).
PERTAMA; Membangun Pusat Peradaban. Beliau SAW tidak membangun istana, tapi membangun pusat Peradaban dengan mendirikan Masjid Nabawi. Masjid itulah yang menjadi menjadi Pusat Kepemimpinan Pemerintahan Beliau SAW. Sekaligus sebagai pusat Ibadah, Pusat Pembinaan Masyarakat, pusat penyelesaian masalah Sosial juga pusat Ibukota Pemerintahan.
Beliau SAW tidak memisahkan urusan Ibadah dan urusan Pemerintahan. Mengurus pemerintahan merupakan bagian dari Ibadah yang bisa mendapat pahala amal sholih. Ini berbeda dengan zaman Now yang melakukan sekulerisasi, yakni memisahkan urusan Ibadah dengan Urusan pemerintahan.
Ketika beliau SAW wafat, tidak mewariskan Istana yang Megah. Yang diwariskan adalah peradaban yang agung dengan sistem kepemimpinan yang unik. Sistem yang berbeda dengan otokrasi, dimana penentu benar dan salah ada pada seorang Raja. Juga beda dengan demokrasi dimana penentu benar dan salah ada pada orang banyak melalui wakil rakyat. Tapi sistem pemerintahan unik dimana penentu Benar dan salah, Baik dan Buruk di kembalikan kepada aturan Allah Sang Pencipta semesta alam. Itulah sebabnya kepemimpinan Beliau SAW dilanjutkan oleh para sahabat, Khalifah Abubakar, Khalifah Umar, dll. Bukan seorang Raja, bukan pula seorang Presiden, tapi seorang Khalifah.
KEDUA; Mempersatukan dan mempersaudarakan. Begitu tiba di Madinah, beliau menyelesaikan persoalan sosial. Kala itu ada kesenjangan sosial ditengah masyarakat. Kaum Muhajirin yang datang dari Makkah sangat berkekurangan, lalu dipersatukan dan dipersaudarakan dengan Kaum Anshor yang lebih baik kondisi perekonomiannya.
Dengan mempersaudarakan itu, Nabi SAW berhasil menyelesaikan masalah pengangguran, kemiskinan, dan berbagai masalah sosial lainnya. Nyaris tak nampak lagi ada masalah sosial, pencurian dan kriminalitas lainnya. Semua hidup dengan damai dan nyaman. Itulah kemudian kota Madinah dikenal dengan MADINAH AL MUNAWAROH.
KETIGA; Membuat Piagam Madinah (Madinah Charta). Ini merupakan momentum penting dalam sejarah peradaban manusia. Lebih khusus lagi momentum penting bagi peradaban masyarakat pemerintahan. Bahkan dapat dikatakan sebagai tonggak peradaban pemerintahan Modern.
Ya, melalui peristiwa hijrah inilah kemudian masyarakat pemerintahan pertama kali mengenal “Konstitusi madinah” atau “Piagam Madinah” (sahifah madinah) atau Madinah Charta. Peristiwa yang terjadi pada tahun 622 ini menjadi tonggak sejarah baru peradaban pemerintahan. Sekaligus dunia mengenal peradaban baru dengan konstitusi tertulis pertama kali di dunia.
Sebutan sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia ini bukanlah asal sebut. Sebab konstitusi versi Aristoteles Athena yang ditulis pada Papirus itu baru ditemukan oleh misionasris Amerika di Mesir pada tahun 1890 dan baru diterbitkan pada tahun 1891. Itu pun tidak dianggap sebagai sebuah konstitusi. Disisi lain konstitusi Amerika baru muncul tahun 1776. Demikian juga Magna Charta (piagam Besar) sebagai landasan kosntitusi inggris itu baru ada pada tahun 1215, sementara Madinah Charta itu sejak tahun 622. Ini berarti sekitar enam abad lebih dahulu di banding Magna charta. (www.republika.co.id/berita/islam-digest)
Hijrah, sebagai tonggak peradaban baru pemerintahan modern dapat kita pahami sebagai titik tolak perubahan dari sistem pemerintahan yang semula dari keadaan tak berkonstitusi menjadi pemerintahan yang berkonstitusi tertulis. Ini sejalan dengan makna kata Hijrah itu sendiri, berasal dari kata “hajara” yang berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain; dari suatu keadaan ke keadaan yang lain (Ash-Shihhah fi al-Lughah, II/243, Lisan al-‘Arab, V/250; Al-Qamus Al-Muhith, I/637).
Perpindahan Peradaban pemerintahan yang tak berkonstitusi tertulis menjadi negara yang berkonstitusi tertulis inilah makna penting Hijrah. Betapa tidak, saat itu pemerintahan yang ada kebanyakan tak punya konstitusi tertulis. Bahkan dua negara adi daya di zaman itu negara Persia dan Byzantium juga tak punya konstitusi tertulis. Tak heran jika kemudian dalam waktu singkat negara Madinah bisa melejit menjadi negara adi daya. Bahkan hanya perlu 8 tahun untuk membebaskan kota Makkah dari peradaban jahiliyah.
Negara Madinah dapat menjadi negara adi daya dengan cepat dikarenakan dapat menjalankan fungsi negara dengan baik. Setidaknya ada tiga hal yang mempercepat menjadi negara adi daya.
PERTAMA; Sistem Pemerintahan yang baik. Madinah memiliki konstitusi tertulis dengan sistem yang lebih canggih dibandingkan dengan negara-negara lain yang ada saat itu. Dengan adanya Konstitusi Madinah maka kepastian hukum dapat dijamin oleh negara.
Selanjutnya dengan kepastian hukum maka keamanan dan ketertiban masyarakat madinah dapat dengan mudah diwujudkan dengan baik dibandingkan dengan negara lain.
Jika terjadi persoalan di masyarakat maka semua dikembalikan kepada hukum yang berlaku sesuai piagam Madinah, yaitu kepada hukum Allah dan RasulNya.
Dengan adanya kepastian hukum ini maka melahirkan sistem-sistem turunan yang lain dan tak bertentangan dengan konstitusi. Maka lahirlah sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem politik, sistem pertahanan negara dll.
Dengan hukum yang baik maka semua praktek pelanggaran dan kejahantan dapat diantisipasi. Pelanggaran individu seperti pencurian dapat diminimalisir karena mereka bisa dihukum potong tangan.
Demikian juga praktek ekonomi berbasis riba dilarang karena haram berdasar hukum yang berlaku sehingga ekonomi ril masyarakat dapat berputar dengan baik. Dalam bidang pendidikan pun negara bertanggungjawab, sehingga warga negara wajib berlajar dengan fasilitas gratis yang wajib disiapkan oleh negara.
KEDUA; Pemimpinan yang amanah dan profesional. Kepemimpinan Negara Madinah sangat efektif karena langsung di pimpin oleh pemimpin terbaik dunia sepanjang zaman yaitu Baginda Nabi Muhammad SAW. Bahkan termasuk tokoh nomor satu dunia diantara 100 tokoh versi M. Heart. Apalagi beliau didukung oleh aparatnya yang sangat berkualitas. Tak diragukan kapasitasnya, sekelas para sahabat yang kelak melanjutkan kepemimpinannya seperrti Khalifah Abubakar, Umar, Utsman dan Ali ra.
Oleh karenanya siapa pun pemimpin saat ini yang ingin sukses mestinya mencontoh pemimpin terbaik yang sudah terbukti sukses bukan meniru yang gagal apalagi yang pura-pura sukses dan tertangkap KPK. Selain itu mesti memilih para pembantunya, aparat yang profesional dan amanah.
KETIGA: Masyarakat yang sehat, merdeka dan bertaqwa. Masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam menasehati penguasa dan para pemimpinnya. Tanpa masyarakat yang sehat maka negara akan lemah.
Sedangkan tanpa masyarakat yang merdeka, maka kepatuhan dan loyalitas semu yang terjadi kepada para pemimpinnya. Bahkan dengan masyarakat yang tak berjiwa merdeka maka akan muncul banyak para penjilat dan manusia berwajah ganda.
Oleh karenanya negara harus memberikan jaminan ruang yang cukup agar masyarakat bisa mengoreksi dan menasihati para pemimpin dengan keadaan merdeka tanpa tekanan dan kriminalisasi. Dan yang sangat penting adalah masyarakat yang bertakwa.
Tanpa kehadiran masyarakat yang takwa maka kemajuan suatu negara bisa mengarah kepada kemajuan semu dan menuju kepada kehancuran di dunia dan kehinaan setelah kehidupan didunia.
Momentum hijrah, mestinya dapat digunakan oleh pemerintah untuk merefleksi diri. Semangat memperbaiki diri menjadi yang lebih baik. Juga semangat berpindah kepada pemerintahan yang lebih baik. Juga mencontoh pemimpin terbaik dunia yang sudah terbukti sukses.
*)Penulis pernah belajar pemerintahan di STPDN angkatan ke-04 dan IIP Jakarta angkatan ke-29 serta MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.
Posting Komentar untuk "Hijrah: Membangun Peradaban Masyarakat dan Pemerintahan"