Politik Luar Negeri Dalam Islam
Ilustrasi |
Oleh: Alfi Ummu Arifah
Islam memang satu-satunya ajaran yang sempurna. Sampai-sampai masalah politik luar negeri pun dibicarakan. Jelas, karena islam itu sebuah ideologi. Sebuah konsep yang juga mengatur dan menerapkan islam itu dalam urusan pemerintahan.
Salah satu ayat cinta-Nya yang membahas tentang politik luar negeri adalah surat At-taubah ini. Terbukti pada QS. At-Taubah Ayat 6, Allah mengatur tentang hukum-hukum perlindungan pemerintahan islam pada kaum kafir yang mencari perlindungan (suaka politik).
Ternyata di ayat ini sudah detail ya sahabat. Tinggal kita cari rujukan lain dari kitab para ulama terkait tema ini. Mari sama-sama kita lihat ayatnya.
وَاِنۡ اَحَدٌ مِّنَ الۡمُشۡرِكِيۡنَ اسۡتَجَارَكَ فَاَجِرۡهُ حَتّٰى يَسۡمَعَ كَلَامَ اللّٰهِ ثُمَّ اَبۡلِغۡهُ مَاۡمَنَهٗ ؕ ذٰ لِكَ بِاَنَّهُمۡ قَوۡمٌ لَّا يَعۡلَمُوۡنَ
Dan jika di antara kaum musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah agar dia dapat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya. (Demikian) itu karena sesungguhnya mereka kaum yang tidak mengetahui.
Meski Allah mewajibkan kaum muslim untuk menyerang kaum musyrik setelah habis masa tenggang waktu atau disebabkan mereka merusak perjanjian. Hal itu bukan berarti mereka tidak punya kesempatan untuk memperoleh perlindungan keamanan sedikit pun.
Jika di antara kaum musyrik ada yang meminta perlindungan kepadamu, setelah habisnya masa tenggang waktu empat bulan, maka lindungilah agar dia dapat mendengar firman Allah sehingga dengan begitu diharapkan mereka tertarik dan bisa insaf. Namun begitu, kamu tidak boleh memaksanya jika ternyata dia tidak mau masuk Islam. Bahkan, setelah dia tinggal bersama kaum muslim beberapa lama kemudian dia minta pulang ke tempat asalnya, maka antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu karena sesungguhnya mereka kaum yang tidak mengetahui tentang kebenaran Islam.
Artinya jika ada orang dari kaum musyrikin meminta perlindungan kepada Nabi Muhammad saw untuk mendengarkan kalam Allah. Supaya ia dapat mengetahui hakikat dakwah Islami yang disampaikan oleh Nabi maka Nabi harus melindunginya dalam jangka waktu tertentu.
Kalau ia mau beriman, berarti ia akan aman untuk seterusnya, dan kalau tidak, maka Nabi hanya diperintahkan untuk menyelamatkannya sampai kepada tempat yang diinginkannya untuk keamanan dirinya. Selanjutnya keadaan kembali seperti semula yaitu seperti keadaan perang. Dia tidak boleh dipaksa masuk islam.
Dalam hal ini para ulama tafsir berbeda pendapat antara lain bahwa perlindungan (pengamanan) yang diberikan itu hanyalah kepada kaum musyrikin yang telah habis masa perjanjian damainya dengan kaum Muslimin selama ini. Mereka disebut kafir musta'min atau kafir mu'ahid. Karena mereka tidak pernah melanggarnya.
Maka apabila perjanjian itu masih berlaku, kaum Muslimin diperintahkan menyempurnakannya sebagaimana telah dijelaskan pada ayat empat.
Bahkan orang-orang musyrikin yang sudah habis tempo empat bulan yang diberikan kepada mereka untuk menentukan sikap. Waktunya sudah cukup dan tidak perlu ditambah lagi, berlaku hukum perlindungan ini jika mereka memintanya.
Tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa kepada mereka yang ingin beriman masih diberi kesempatan yang lamanya empat bulan.
Namun, menurut pendapat yang terkuat, hal ini diserahkan kepada imam (kholifah).
Dalam persoalan ini Ibnu Katsir berpendapat bahwa orang kafir yang datang dari negeri harb (kafir) ke kawasan Islam untuk menunaikan suatu tugas. Seperti dagang, minta berdamai, minta menghentikan pertempuran, membawa jizyah (upeti) dan minta pengamanan kepada mereka.
Maka mereka diberikan perlindungan selama dia berada di kawasan Islam sampai dia kembali ke negerinya.
Demikianlah pengaturannya dalam Islam. Maka dengan alasan apa lagi kah tidak menjadikan islam sebagai konstitusi tertinggi dalam berbegara? Padahal Al-Qur'an membicarakannya? Perlu ditanya kemana posisi Al-Qur'an kita hari ini dimana ditempatkan? Wallahu a'lam bisshowaab.
Medan, 25 Agustus 2021
Posting Komentar untuk "Politik Luar Negeri Dalam Islam"