Proyek Kereta Cepat, Rakyat Kian Sekarat
Oleh: Afiyah Rasyad (Aktivis Peduli Ummat, Sahabat Visi Muslim Media)
Sungguh miris, seakan negeri ini mendapatkan masalah yang tak berkesudahan. Bahkan, belum usai satu persoalan, muncul persoalan lain. Kini proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang digagas sejak 2015 lalu menjadi sorotan lantaran biayanya membengkak sekitar US$ 1,9 miliar atau Rp 27,17 triliun dari proyeksi awal US$ 6,07 miliar menjadi Rp 113,9 triliun. Akibat melarnya biaya proyek ini, konsorsium Indonesia pun diprediksi harus menanggung beban tambahan sebesar Rp 4,1 miliar, yang diusulkan dibiayai oleh suntikan Penyertaan Modal Negara 2022 (Tempo.com, 4/9/21).
Lonjakan biaya proyek KCJB ini kian menambah penderitaan rakyat. Di masa pandemi, jamak diketahui rakyat berjuang keras dan merasakan kesulitan ekonomi yang berat. Belum lagi rakyat berjuang menjaga kesehatan secara mandiri. Lonjakan biaya proyek KCJB yang fantastis dan akan dibiayai oleh negara, maka firasat beban biaya itu akan menimpa rakyat begitu kuat.
Ambyarnya perencanaan proyek KCJB ini sudah terjadi sejak awal. Banyak kritikan yang datang sejak perencanaannya. Pada 2015, Ekonom senior Faisal Basri telah mengkritisi rencana pembangunan proyek ini. Menurutnya, penyediaan kereta cepat itu tidak mendesak. “Proyek mubazir ini sudah ditengarai bermasalah sejak awal, ” ujar Faisal (tempo.co, 4/9/2021).
Proyek KCJB dipandang tidak mendesak untuk dilakukan. Telah banyak pilihan moda transportasi untuk rute Jakarta-Bandung. Misalnya dengan kendaraan pribadi, travel, bus, kereta, hingga pesawat. Waktu tempuh bervariasi, paling cepat 20-25 menit dengan menggunakan pesawat, hingga sekitar tiga jam menggunakan kereta.
Waktu tempuh kereta cepat Jakarta-Bandung ditargetkan sekitar 45 menit. Tak dimungkiri, efisiensi waktu akan dimiliki jika kereta cepat tersebut beroperasi. Akan tetapi dalam kondisi pandemi, urusan proyek KCJB ini seharusnya bukan prioritas utama. Pemenuhan kebutuhan pokok dan kesehatan rakyat yang seharusnya lebih diprioritaskan.
Di Balik Proyek KCJB
PT KAI diusulkan akan mendapat jaminan oleh Pemerintah untuk melakukan pinjaman ke China Development Bank (CDB). Uang utang ini, menurut Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, akan dipakai untuk membiayai operasi KCJB (kompas.com, 2/9/2021).
Penambahan utang proyek ini seakan menjadi jurus mabuk yang sudah jadi andalan negara dalam menyelesaikan persoalan anggaran. Kebijakan negara dalam aspek ekonomi yang dominan kurang tepat. Namun kenyataannya, negara masih bertahan dengan kepentingan ekonomi. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sudah memberikan instruksi menyusul bengkaknya biaya (cost overrun) proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Jodi Mahardi.
"Mengenai pemenuhan dana untuk cost overrun saat ini masih dalam pembahasan pemerintah Indonesia dan BUMN sponsor. Pendanaan kenaikan biaya proyek direncanakan untuk diperoleh dari pinjaman bank," ujar Jodi pada kompas.com (3/9/2021).
Minat pemerintah dalam menyelesaikan proyek KCJB ternyata tak lepas dari proyek KCIC (kereta cepat Indonesia-Cina). Apalagi PT KAI (Persero) menyebutkan RI belum setor modal awal proyek kereta cepat sebesar 4,3 triliun ke Cina (kompas.com 2/9/2021).
Minat negara dengan skala prioritas utama dalam mengambil kebijakan ekonomi menandakan bahwa pemerintah tak bisa meriayah (mengurusi) rakyatnya. Negara masih tampak bingung memilih dan memilah mana yang harus diprioritaskann. Sebab, negara telanjur terjebak dalam lubang penjajahan kapitalisme. Sumber daya alam (SDA) dikeruk oleh asing. Utang makin menggunung. Sedangkan pajak menjadi satu-satunya pendapatan yang diprioritaskan. Sementara negara tak berkutik dalam masalah keuangan.
Keterikatan negara dengan KCIC membuat negara tak berpaling dari proyek KCJB. Meski biaya melonjak tinggi, utang jadi solusi andalan. Begitulah sistem kaputalisme membuat negara berkembang kehilangan kedaulatan dengan jalan utang. Jika demikian, pelunasannya negara akan menggenjot rakyat taat pajak. Maka, proyek kereta cepat semakin membuat rakyat sekarat.
Solusi Islam dalam Pembangunan Infrastruktur
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Hadis tersebut menggambarkan dalam sistem pemerintahan Islam, penguasa wajib mengurusi seluruh kebutuhan umat termasuk pembangunan infrastruktur. Pengadaan infrastruktur fokus pada kemaslahatan umat dan memprioritaskan pada penjagaan atas jiwa manusia.
Dalam Islam, penyelesaian pandemi tentu lebih diprioritaskan daripada pembuatan alat transportasi yang belum dibutuhkan, apalagi jika dananya terbatas.
Adapun pembiayaan infrastruktur dalam Islam, semua pembiayaannya dikelola oleh negara. Urusan ini tidak diserahkan pada pihak swasta apalagi asing. Sebab, hal itu bisa menimbulkan penguasaan terhadap sektor publik.
Khalifah Umar bin Khaththab pernah meminta Gubernur Mesir untuk membelanjakan minimal 1/3 dari pengeluarannya untuk pembangunan infrastruktur. APBN dalam Khilafah Islam yaitu Baitul Mal. Baitul Mal mesti stabil karena pos pemasukan tergarap dengan optimal. Seperti fai dan kharaj, kepemilikan umum, dan zakat, semuanya dikelola negara dan diperuntukkan untuk kepentingan umat. Sehingga, negara akan mampu membiayai seluruh pembangunan, termasuk infrastruktur.
Pemasukan Baitul Mal yang stabil dan seringnya melimpah bisa menghilangkan opsi utang pada pihak luar, apalagi pada kafir harbi. Seandainya Khilafah defisit, Khilafah bisa menarik dharibah alias pajak secara temporal dan dipungut hanya dari orang kaya saja.
Sehingga, Khilafah memiliki kedaulatan. Kebijakannya terbebas dari setiran mana pun dan fokus pada penyelesaian masalah umat. Pembangunan infrastruktur tidak akan dikedepankan jika nyawa rakyat terancam. Oleh karena itu, kaum muslim butuh penguasa amanah yang meriayah ummat. Penguasa yang amanah akan ada dalam sistem pemerintahan yang shohih. Sistem pemerintahan yang memosisikan penjagaan nyawa sebagai prioritas utama kebijakannya. Itulah sistem yang memuliakan manusia, Khilafah Islamiyah.
Wallahu a'lam bish showab
Posting Komentar untuk "Proyek Kereta Cepat, Rakyat Kian Sekarat"