Mencari Perlindungan Hakiki bagi Buah Hati
Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd (Sahabat Visi Muslim Media)
"Ayah adalah pahlawan super bagi anak laki-lakinya, dan Cinta pertama anak perempuannya. "
Begitulah kata pepatah. Karena dari ayah, anak belajar bagaimana caranya ia diperlakukan. Bagaimana ia dicintai, disayangi, dilindungi. Namun, sayang seribu sayang, kini ayah justru menjadi makhluk keji yang tega mengoyak masa depan anaknya sendiri.
Ramai diberitakan kejadian nahas yang menimpa 3 orang anak di bawah umur 10 tahun yang diduga diperkosa oleh ayah kandungnya sendiri. Kejadian ini terjadi di Luwu Timur 2019 silam. Sang ibu akhirnya melaporkan mantan suaminya yang juga seorang aparatur sipil negara di pemerintahan daerah. Namun, pada prosesnya kasus ini diberhentikan secara sepihak oleh kepolisian. (Kompas.com, 8/10/2021)
Buka Kembali Kasus
Setelah viral di media masa, publik meminta kepolisian untuk kembali membuka kasus kekerasan seksual ini. Dilansir dari laman detiknews, Biro Pengawasan Penyidik (Wassidik) Bareskrim Polri turun tangan untuk melakukan asistensi dan berangkat ke Sulawesi Selatan pada hari Sabtu, 9 Oktober 2021.
Penutupan kasus dilakukan oleh pihak kepolisian setempat karena kurangnya bukti. Hasil visum menunjukkan pada ketiga korban tidak terdapat trauma. Jika kasus ingin dibuka kembali pun, pihak korban harus menunjukkan bukti baru.
Masih dari laman detiknews, Ketua Divisi Perempuan Anak dan Disabilitas LBH Makassar, Resky Pratiwi, mengatakan ada fakta terbaru yakni adanya dua pelaku lain selain terlapor. Fakta ini didapatkan dari pemeriksaan oleh psikolog P2TP2A Makassar. (9/10/2021)
Benar atau tidak kasus ini terjadi, yang pasti anak-anaklah korban utamanya. Mereka yang diperiksa, mereka yang diwawancarai, bahkan mereka yang dituduh berbohong, hingga timbul rasa malu dalam diri. Bukankah ini bisa memicu trauma?
Sekularisme Biang Keladi
Walau masih belum jelas titik terang kasus kekerasan seksual ini. Namun, kasus ini jadi pelajaran bagi kita semuanya tentang bagaimana peran orangtua bagi anaknya. Sumber kasih sayang pertama yang diindera oleh anak-anak berasal dari ayah ibunya.
Sayangnya, di sistem sekularisme saat ini, kasih sayang dalam keluarga, antara orangtua dan anak, kakak adik, kakek nenek dengan cucu, atau menantu dengan mertua, dll. Semuanya berubah menjadi ketertarikan terhadap lawan jenis yang membangkitkan naluri seksual.
Pandangan yang penuh syahwat timbul akibat diri jauh dari iman. Tak merasa akan hadirnya Allah dalam setiap aktivitasnya. Tak merasa takut melakukan sesuatu yang diharamkan agama. Demi memuaskan nafsu semata. Inilah bahaya yang hadir kala agama dijauhkan dari kehidupan.
Syahwat yang timbul bukan tanpa sebab dan rangsangan. Tontonan yang jauh dari tuntunan, pornoaksi juga pornografi yang mudah dijumpai, bahkan ada dalam genggaman tangan menjadi sumber bangkitnya syahwat ini.
Hidup dengan landasan serba bebas, dan kebebasan dalam berperilaku mendorong manusia untuk menyalurkan syahwat sesaatnya tidak pada tempatnya. Tak peduli jika merusak masa depan orang lain.
Proteksi Anak Kita
Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga anak kita dari kejahatan seksual bahkan dari lingkungan terdekat? Kenalkan batasan aurat pada anak kita. Kenalkan fitrahnya sebagai perempuan dan laki-laki. Bimbing anak agar mereka paham, mana bagian tubuh yang boleh disentuh dan boleh dilihat, mana yang tidak boleh.
Ajari anak kita menutup auratnya, khususnya bagian alat vital saat di tempat umum. Ajari anak kita untuk menolak saat ada yang menyentuh bagian auratnya. Tentu ini harus dilakukan sesuai dengan usia anak, disesuaikan dengan bahasa mereka.
Tak hanya tanggungjawab ibu atau keluarga, proteksi anak pun jadi bagian dari masyarakat. Masyarakat perlu menumbuhkan sikap peduli terhadap sekitar. Saling mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah dari kemunkaran.
Tak hanya itu, negara pun punya peran besar dalam tindakan preventif untuk memproteksi anak, juga kuratifnya. Sebagai tindakan preventif, negara bertanggungjawab terhadap rangsangan yang berseliweran di tengah masyarakat. Tontonan harus diseleksi agar tidak membangkitkan syahwat. Negara bertanggungjawab menyediakan tontonan yang menuntun meningkatnya keimanan umat.
Kalau masih ada yang berperilaku keji dengan melakukan kekerasan seksual atau pelecehan pada anak, maka negara wajib memberikan sanksi tegas kepada pelaku. Sanksi dijatuhkan sesuai ijtihad hakim atau kepala negara. Bisa jadi dihukum penjara, cambuk, bahkan hukuman mati.
Inilah solusi konkret yang hadir secara sistemik. Tak hanya mengandalkan ibu atau keluarga saja, tapi ada frekuensi yang sama dengan masyarakat dan negara dalam memproteksi anak. Inilah sistem yang lahir dari rahim Islam sebagai aturan kehidupan yang Allah turunkan pada kita. Masih enggan dan ragukah kita mengambilnya sebagai solusi?
Posting Komentar untuk "Mencari Perlindungan Hakiki bagi Buah Hati"