Negeriku Semangat Mengejar Rakyat demi Pajak



Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd (Sahabat Visi Muslim Media)


"Tanda-tanda sebuah pemerintahan (negara) akan hancur maka akan semakin bertambah besarnya pajak yang dipungut.” — Ibnu Kholdun (1332-1406)

Inilah pengingat dari Ibnu Khaldun. Bahwa sejatinya pajak bukan solusi, bukan penyelamat ekonomi negara. Ia justru jadi tanda kehancuran sebuah negara. 

Mengejar Rakyat demi Pajak

Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menambah fungsi Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP). Ini diberlakukan dengan alasan untuk mempermudah rakyat membayar pajak. (Kompas.com, 10/10/2021)

Pro kontra terjadi, rakyat mempertanyakan apakah dengan mekanisme ini semua orang yang memiliki nik jadi wajib membayar pajak? Bagaimana dengan ibu rumah tangga yang tidak mempunyai penghasilan? 

Dilansir dari laman CNN Indonesia, pemberlakuan penambahan fungsi NIK tidak otomatis menyebabkan pemilik NIK akan dikenai pajak. Pengenaan pajak bagi pemilik NIK harus memenuhi syarat subjektif sebagai subjek pajak dan objektif, yakni mendapatkan penghasilan setahun di atas batas Penghasilan Tidak Kena Pajak. (8/10/2021)

Luar biasa upaya pemerintah kita untuk mengejar rakyat demi membayar pajak. Semua lini ditelusuri agar tidak ada individu, objek harta kepemilikan yang lepas dari pajak. Demi terisinya pundi pemasukan APBN bumi pertiwi. 

Terbalik dengan Pengelolaan SDA

Sayang, pemandangan terbalik justru didapatkan saat membicarakan pengelolaan SDA bumi pertiwi yang melimpah ruah. Pajak digenjot habis-habisan, rakyat dikejar mati-matian melalui proses intensifikasi dan ekstensifikasi. Sementara sumber daya alam negeri justru diobral murah meriah. 

Sumber daya alam negeri di eksploitasi besar-besaran oleh para korporat dalam dan luar negeri dengan harga yang tak seberapa. Lebih baik diolah oleh mereka dan negara dapat bagian pajaknya. Itulah pola pikir yang keliru. Karena pajak yang didapat tak sebanding dengan kekayaan alam yang dijarah oleh swasta dan asing. Yang ada malah untung bagi korporat, buntung bagi negara dan rakyat. 

Islam Solusinya 

Penerapan sistem Islam adalah satu-satunya harapan. Dalam Islam, kebutuhan rakyat menjadi tanggung jawab negara. Tak perlu risau dengan pemasukan, karena dalam Islam banyak pos pemasukan untuk berjalannya pemerintahan. Salah satunya pengelolaan sumber daya alam. 

Islam memandang SDA sebagai milik umat yang harus dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan untuk kepentingan umat. Hasil pengelolaan SDA ini bisa untuk membangun infrastruktur, atau memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan juga papan. Atau juga kebutuhan akan keamanan, pendidikan, juga kesehatan. 

Apalagi jika kita perhatikan Allah swt sudah menganugerahkan SDA yang melimpah ruah di negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia sang zamrud khatulistiwa. Minyak bumi, gas, emas, perak, Intan, tembaga, uranium dan lainnya dimiliki oleh negeri ini. Belum dengan kekayaan hutan dan lautannya. Jika semuanya ini diolah, dikelola oleh negara dan dikembalikan hasilnya pada rakyat, maka bukan tidak mungkin kesejahteraan akan dapat dinikmati oleh setiap individu rakyat. 

Tak perlu negara susah payah mengejar rakyat demi pajak. Karena pos pemasukan sudah mencukupi. Kalaupun ada pungutan pada rakyat, mekanismenya takkan membebani seperti pajak. Dharibah hanya dipungut oleh negara pada para aghnia. Memungut rakyat selain aghnia merupakan bentuk kezaliman penguasa yang balasannya adalah dosa dan neraka. 

Sejarah mencatat kegemilangan penerapan islam. Kesejahteraan rakyat bukan sebatas impian. Dengan penerapan Islam sebagai sistem kehidupan didapatkan pemimpin yang amanah, juga negeri yang berkah dan sejahtera. Karena menerapkan apa yang Allah dan Rasul perintahkan. Masihkah kita ragukan sistem sempurna ini? 


Wallahua'lam bish shawab. 

Posting Komentar untuk "Negeriku Semangat Mengejar Rakyat demi Pajak"