Moderasi Melanda Arab Saudi
Oleh: Ragil Rahayu (Sahabat Visi Muslim Media)
Arab Saudi kini benar-benar berbeda. Berbagai kebijakan kontroversial dilakukan oleh Mohammed bin Salman (MBS) sejak menjadi putra mahkota pada 2017 lalu. Beberapa kebijakan tersebut di antaranya adalah:
- Mengizinkan perempuan memakai bikini di pantai-pantai privatnya, serta mengizinkan pasangan lelaki dan perempuan yang belum menikah berkhalwat di depan publik.
- Mengizinkan perempuan bepergian dan hidup sendiri tanpa didampingi wali laki-laki.
- Mengizinkan perempuan yang berusia di atas 18 tahun mengubah nama mereka tanpa seizin wali.
- Mengizinkan konser dan bioskop beroperasi (CNN Indonesia, 19/11/2021).
Perubahan yang terjadi ini seiring dengan proyek moderasi yang dijalankan di negara tempat dua kota suci (haramain) tersebut. MBS menyatakan, "Kita tidak akan kembali pada masa-masa gelap 30 tahun silam yang telah merusak Timur Tengah. Kita akan segera mengatasi hal tersebut, sekuat-kuatnya dan saat ini juga. Arab Saudi akan mengukuhkan moderasi Islam. Arab Saudi akan terbuka pada semua agama dan semua negara." (detik.com, 16/4/2021).
Faktor Ekonomi
Proyek moderasi yang melanda Arab Saudi tak lepas dari kepentingan ekonomi. Pangeran MBS menyatakan pendapatan minyak Arab Saudi sudah tidak cukup untuk menutupi kebutuhan populasi yang terus bertambah. Hal ini yang melatarbelakangi rencana Visi 2030 yang digagasnya untuk mendiversifikasi ekonomi.
Pihak yang dijadikan pendorong ekonomi tersebut adalah kaum perempuan. Sejak 2017, partisipasi perempuan di sektor ekonomi digenjot. Saat ini perempuan Saudi mencapai 33 persen dari total angkatan kerja, meningkat 100% dibandingkan tahun 2017. Jumlah pengusaha perempuan Saudi pun meningkat 50 persen antara 2018 dan 2019. Perempuan banyak terjun berkarir, termasuk dalam militer.
Akibat Kapitalisme
Apa yang terjadi di Arab Saudi merupakan akibat penerapan sistem kapitalisme. Sistem jahat ini telah mengumpulkan kekayaan alam yang seharusnya milik umum akhirnya dikuasai segelintir orang saja. Kekayaan alam yang seandainya dikembalikan pada publik akan cukup untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, meski ada penambahan populasi sekalipun. Namun karena keserakahan segelintir pihak yang mengangkanginya, kekayaan alam tersebut akhirnya seolah tak cukup.
Hal yang sama terjadi di Indonesia dan seluruh negeri muslim di dunia. Ketika sistem Islam dihancurkan dan diganti dengan sistem yang dibawa penjajah Barat, yaitu kapitalisme, kemiskinan dan kemelaratan mewarnai dunia Islam. Padahal dulu, dengan pengaturan ala sistem Islam oleh Khilafah, dunia Islam yang mencapai 2/3 dunia hidup sejahtera. Tak hanya sejahtera, saat itu Khilafah mampu memberi bantuan ekonomi pada negara-negara Eropa yang sedang mengalami resesi.
Bukan kekayaan alam pemberian Allah Swt. yang tak cukup, tetapi keserakahan para kapitalislah yang menghabiskan kekayaan alam itu untuk nafsu pribadi. Allah Swt. sudah menjamin rezeki hamba-Nya selama hidup di dunia akan Dia cukupi. Allah Swt. berfirman,
وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
"Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS Huud: 6)
Jika pun satu jenis kekayaan alam habis, masih ada jenis kekayaan alam lainnya. Tugas manusia adalah menjaga dan mengelola kekayaan alam itu sesuai syariat yang diturunkan-Nya. Bumi akan cukup untuk memberi makan Bani Adam hingga Hari Akhir.
Selama ini Arab Saudi memang dikenal sebagai negara yang kaya, apalagi jika dibandingkan dengan Indonesia. Namun rendahnya harga minyak dunia dan pandemi Covid-19 telah memukul ekonomi negara ini. Arab Saudi bakal menjual aset yang dimilikinya di sektor-sektor yang sebelumnya tidak diprivatisasi, yaitu kesehatan dan pendidikan. Pajak pertambahan nilai pun telah dinaikkan menjadi 15% demi meningkatkan kas negara.
Selama Arab Saudi menggunakan sistem kapitalisme, kehidupan ekonomi akan makin sulit. Meski para perempuan sudah dikerahkan untuk berdaya secara ekonomi, kesejahteraan yang diharapkan tak akan terwujud. Hal ini karena sistem kapitalisme yang menjadikan para kapitalis makin kaya dan rakyat biasa tetap tak sejahtera, meski sudah kerja keras membanting tulang.
Perempuan Tumbal Ekonomi
Masifnya perempuan Saudi terjun ke dunia kerja akan berdampak pada aspek sosial masyarakat. Ketangguhan keluarga akan terancam karena ada fungsi ibu yang tidak terpenuhi.
Kerapuhan keluarga ini sudah tampak di negeri muslim lainnya yang telah lebih jauh melakukan moderasi, misalnya Indonesia. Angka perceraian yang tinggi, KDRT, kekerasan pada anak, dan serangkaian fakta miris melanda keluarga akibat meninggalkan sistem Islam.
Padahal di era liberalisasi seperti sekarang, keluarga adalah benteng terakhir yang melindungi kaum muslimin. Jika benteng terakhir ini dihancurkan pula dengan mendorong para perempuan berbondong-bondong terjun ke sektor ekonomi, bencana sosial akan terjadi di masa depan.
Muncullah generasi yang kehilangan identitas keislamannya. Generasi yang membebek pada pemikiran dan budaya barat. Dengan kualitas generasi yang demikian, penjajahan Barat akan terus bercokol di dunia Islam. Kejayaan Islam yang kita dambakan akan makin jauh dari kenyataan.
Menjadi tugas kita bersama, kaum muslimin, baik yang di Arab Saudi maupun Indonesia, untuk sama-sama menolak proyek moderasi Islam yang berbahaya ini. Kembali pada sistem Islam, yakni Khilafah, yang menjaga identitas Islam, menjaga kemuliaan para muslimah, dan sekaligus menyejahterakan seluruh rakyat. Wallahu a'lam. []
Posting Komentar untuk "Moderasi Melanda Arab Saudi"