Riwayat Garuda Indonesia
Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd (Sahabat Visi Muslim Media)
Garuda, lambang negara Indonesia, kini nasib maskapai penerbangannya sedang di ujung tanduk. Krisis keuangan menimpanya.
Sengkarut Garuda
Utang senilai US$ 7 miliar menjerat maskapai pelat merah, Garuda Indonesia. Utang ini jatuh tempo, sehingga pemerintah memutar otak untuk menyelamatkan nasib maskapai pelat merah ini. (Tempo.co, 4/11/2021)
Dilansir dari laman kompas (10/6/2021), berdasarkan data Kementerian BUMN, beban biaya Garuda Indonesia mencapai 150 juta dollar AS per bulan, namun pendapatan yang dimiliki hanya 50 juta dollar AS.
Peliknya Nasib Garuda
Strategi demi strategi di kemukakan agar Garuda tetap bernapas. Mulai dari mengurangi jumlah armada sebagai efisiensi, mengoptimalkan layanan charter dan kargo, melakukan penyesuaian gaji karyawan, bail out hingga restrukturisasi yang dilakukan sejalan dengan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Bahkan, muncul nama maskapai lain yang akan menggantikan Garuda sebagai flag carrier yang mewakili maskapai penerbangan negara.
Garuda sedang menghadapi kondisi yang pelik. Beban utang yang jumbo, kondisi perusahaan yang merugi, Garuda mengalami kondisi terburuknya kini. Dilansir dari laman Jawa Pos (2/11/2021), Toto Pranoto, pengamat BUMN Universitas Indonesia, menyatakan situasi ini terjadi karena "warisan" salah urus manajemen sebelumnya dan dampak pandemi.
Salah urus ini terjadi karena kacamata yang dipakai oleh sistem kapitalisme saat ini. Komersialisasi menjadi nafas bagi kapitalisme dalam memandang moda transportasi udara ini. Motivasi pengelolaannya tak hanya profit, dengan nafsu penjajahan ekonomi dari korporasi internasional yang difasilitasi masing-masing atas nama kerja sama bilateral.
Industri Vital dalam Islam
Islam sebagai sistem kehidupan punya pandangan yang khas tentang industri vital penerbangan. Dalam Islam, industri moda transportasi udara ini termasuk industri vital milik umum. Sedangkan moda transportasi dan asetnya adalah milik negara yang yang dikelola sedemikian rupa agar bisa dinikmati oleh rakyatnya dengan harga terjangkau.
Islam tidak mengijinkan peran korporasi swasta atau asing ikut campur dalam ranah ini. Jika membutuhkan tenaga ahli, maka tenaga ahli ini akan di gaji untuk peranan teknis, bisa juga digaji untuk mendidik anak negeri agar bisa mandiri ke depannya. Tak ada pengelolaan industri vital oleh swasta bahkan asing dalam Islam karena mereka memakai kacamata komersialisasi yang tak sejalan dengan negara melayani rakyatnya.
Indonesia memiliki potensi luar biasa yang Allah turunkan, baik kekayaan intelektual sumber daya manusianya hingga pasarnya. Sayangnya, Indonesia masih tersandera kepentingan kapitalis dan pemikiran kapitalisme. Hingga menyiakan ilmuwan semacam pak Habibie, karya anak bangsa semacam R80.
Akankah kita diam menghadapi kebobrokan kapitalisme dalam mengurusi negara gemah ripah loh jinawi ini? Saatnya kita kembali pada solusi hakiki. Penerapan Islam kaffah pada setiap sendi.
Wallahua'lam bish shawab.
Posting Komentar untuk "Riwayat Garuda Indonesia"