Bandara Baru : Pembangunan Infrastruktur yang Semakin Melantur




Oleh : Nilma Fitri S. Si (Sahabat Visi Muslim Media)


Kondisi bandara YIA atau Yogyakarta International Airport mulai diresmikan Presiden Joko Widodo pada 28 Agustus 2020 masih sepi. Traffic penumpangnya masih sangat jauh dari kapasitas, tercatat hanya 1,2 juta penumpang sepanjang Januari-November 2021 (11 bulan, padahal kapasitas bandara mencapai 20 juta penumpang pertahun, Bahkan bandara yang sempat disebut Presiden Jokowi sebagai salah satu bandara terbaik di Indonesia ini, disebut-sebut sebagai penyebab membengkaknya utang PT Angkasa Pura I (Persero) atau AP I yang kini mencapai Rp 35 triliun (m.kumparan.com, 7/12/2021) 

Bandara YIA tidak hanya satu-satunya bandara yang sepi penumpang, ada Bandara JB Soedirman di Purbalingga, Jawa Tengah yang juga sepi penumpang. Selain itu, Bandara Kertajati yang diresmikan operasinya pada 24 Mei 2018 juga termasuk bandara yang masih sepi, dengan dalih kendala akses transportasi darat adalah alasan yang dikemukakan sebagai penyebab masih sepinya bandara tersebut. 

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo membeberkan kondisi finansial yang dialami oleh PT Angkasa Pura I (persero) atau AP I dengan utang mencapai Rp35 triliun dan rugi per bulan mencapai Rp200 miliar, beban keuangan yang ditanggung memang cukup berat dengan banyaknya bandara-bandara baru. 

Selain itu menurut Direktur Utama AP I, Faik Fahmi dalam konferensi pers yang dikutip bisnis.com, 8/12/2021 bahwa AP I memang berutang kepada kreditur dan investor sampai dengan November 2021 itu sebesar Rp28 triliun. Dan kewajiban lain yang mesti ditanggung oleh AP I seperti kewajiban kepada karyawan, kewajiban kepada supplier sekitar Rp4,7 triliun. Dengan total kewajiban pembayaran AP I mencapai Rp32,7 triliun. 

Pembangunan Bandara Bukan Untuk Rakyat 

Kendati demikian pemerintah masih saja merencanakan pembangunan 6 bandara lain di luar pulau jawa dalam APBN 2022, yang pastinya membutuhkan anggaran dana yang tidak sedikit. Seolah tutup mata dari rakyat, di tengah kondisi bandara yang sepi bahkan menjadi beban utang yang harus di pikul, negara masih rela membuka bandara baru. Bahkan pandemi pun belum usai, kesejahteraan dambaan rakyat juga belum tercapai, tetapi rencana pembangunan bandara yang pastinya melibatkan pengelola asing tetap dilakukan. Jelas terlihat bahwa negara lebih condong memenangkan kepentingan swasta-asing, bukan menyelamatkan harta negara dan mengutamakan kepentingan rakyat. 

Belum lagi proyek pembangunannya yang mengandalkan utang kepada investor. Utang yang disertai bunga pinjaman (riba) sangat mempersulit pengutang dan kalaupun tanpa riba, pastilah utang bersyarat yang diterapkan. Sehingga imbasnya negara pengutang wajib memenuhi syarat-syarat yang memberi utang. Kendali negara pun beralih kepada pihak pemberi utang, tanpa disadari penjajahan imperialisme masuk, dan kedaulatan negarapun hilang, tentu hal ini sangat berbahaya. 

Jika demikian, maka utang dan kepentingan investor terhadap pembangunan infrastruktur tentu saja tidak akan terintegritas dengan kemaslahatan rakyat. Pembangunan Infrastruktur akhirnya dilakukan bukan demi kepentingan rakyat, melainkan asas keuntungan yang harus diraih para investor. Akibatnya, negara seperti berjualan infrastruktur dan rakyat sebagai konsumennya. Alih-alih memfasilitasi, rakyat malah jadi sasaran pasar jual beli dan harus membayar tinggi. 

Sejatinya Pembangunan Infrastruktur Ditujukan Bagi Kemakmuran Rakyat 

Pembangunan infrastruktur yang bertujuan bagi kemakmuran rakyat hanya ada dalam Islam. Islam memandang bahwa pembangunan infrastruktur seperti bandara merupakan fasilitas umum, tidak boleh diprivatisasi demi meraih keuntungan, sehingga penggunaannya oleh rakyat adalah gratis dan tidak dipungut biaya. 

Selain itu biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur,  Islam mensyari'atkan tidak boleh berasal dari utang yang mengandung paktek ribawi karena bertentangan dengan perintah Allah Swt. Dengan pengaturan sistem ekonomi yang benar menurut Islam, maka pengelolaan kepemilikan umum yang bersumber dari kekayaan alam, pengelolaannya wajib dilakukan oleh negara, dan dapat digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Sehingga bukanlah hal yang mustahil jika pembangunan infrastruktur bebas dari utang, dan kemandirian negara terhadap kendali asing dapat terwujud. 

Demi mewujudkan pembangunan infrastruktur yang mandiri, sangatlah diperlukan penerapan sistem yang benar. Perubahan kepada sistem Islam kaffah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, dapat mewujudkan kemandirian negara yang berdaulat tanpa campur tangan asing sehingga kemakmuran juga dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Wallaahu a'lam bish showab. 

Posting Komentar untuk "Bandara Baru : Pembangunan Infrastruktur yang Semakin Melantur "