Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kesalahan Logika Kalangan yang Membolehkan Ucapan Selamat Natal



Oleh :  Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP) 

Dengan pongahnya Abu Janda menantang untuk menunjukkan dalil yang melarang umat Islam mengucapkan Selamat Natal. Bahkan dia menawarkan sejumlah uang yakni Rp 50 juta bagi yang bisa menunjukkannya.  Sudah maklum bahwa Abu Janda ini termasuk satu gerbong dengan pihak-pihak yang membolehkan umat Islam mengucapkan "Selamat Natal".

Tidak mengherankan bila di setiap momen Bulan Desember dijadikan dalih untuk membongkar konsepsi hukum Islam terkait ucapan hari raya untuk umat lain. Atas nama toleransi, mereka berani mengacak-acak hukum Islam.

Dulu Kaum Quraisy yang pertama kali mempunyai konsep toleransi yang lintas batas. Mereka sudah merasa putus asa dalam menghalangi dakwah Nabi Saw. Akhirnya mereka menawarkan agar bergantian dalam ibadah. Tahun ini mereka akan menyembah Allah SWT. Sedangkan tahun depan, Nabi Saw menyembah tuhannya orang Quraisy, yakni berhala. Menurut pikiran mereka, langkah ini akan mampu mewujudkan kerukunan hidup di tengah kaum Quraisy. Khususnya, tidak akan ada lagi perseteruan antara kaum kafir Quraisy dengan Nabi Muhammad Saw dan sahabatnya.

Atas tawaran sedemikian, Allah SWT menjawab dengan firman-Nya di dalam Surat al-Kafirun. Allah swt memberikan penegasan bahwa kaum muslimin bukanlah penyembah apa yang disembah oleh orang kafir Quraisy. Begitu pula sebaliknya. Bahkan Allah SWT menegaskan dengan kalimat "Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku". Artinya tidak ada toleransi dalam hal aqidah dan peribadatan. Toleransi dalam 2 hal ini justru bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Umat Islam itu meyakini Allah SWT itu Maha Esa. Bila umat Islam mengucapkan selamat Natal, artinya umat Islam dipaksa mengakui akan Ketuhanan dari Isa.

Jadi maksud tidak ada toleransi dalam Aqidah dan peribadatan adalah tidak mencampuradukkan konsep aqidah dan peribadatan. Bukankah umat Islam meyakini akan kebenaran Aqidahnya? Jika umat Islam mengucapkan selamat Natal, berarti ini sama dengan mencampurkan antara yang haq dan batil.

Selanjutnya, bila ditanyakan tentang dalil Al-Qur'an yang melarang ucapan selamat Natal, tentunya ini bentuk kebodohan terhadap Islam. Bahkan dengan memberi imbalan sejumlah uang, merupakan bentuk istihza' (pelecehan) terhadap ajaran Islam. Bukankah Allah SWT melarang untuk menjual ayat-ayatNya dengan dunia??!

Namun di dalam artikel ini, penting kiranya kami menjelaskan duduk persoalan seputar persoalan ucapan selamat Natal dari seorang muslim. Allah Swt berfirman:

فاجتنبوا الرجس من الاوثان واجتنبوا قول الزور. 

Maka jauhilah oleh kalian hal yang najis dari berhala, dan jauhilah oleh kalian dari persaksian palsu (Surat Al Hajj ayat 30).

Ibnu Abbas ra menyatakan:

فاجتنبوا طاعة الشيطان من عبادة الاوثان

Maka tinggalkanlah ketaatan pada Syetan dalam penyembahan berhala. 

Sedangkan berhala itu adalah segala sesuatu yang selain Allah baik berupa orang, benda maupun sistem kehidupan. Artinya ketaatan itu hanya untuk Allah SWT.

Rasulullah Saw menjelaskan dalam khutbahnya: 

ايها الناس عدلت شهادة الزور بالشرك بالله

Wahai manusia, tinggalkan persaksian palsu dalam kesyirikan. 

Jadi dalam ayat 30 surat Al-Hajj, jelas sekali menunjukkan adanya larangan ikut peribadatan orang kafir. Mengklaim Nabi Isa AS sebagai anak Allah itu kebohongan dan kesyirikan. Dengan kata lain, hukum mengucapkan selamat Natal bagi umat Islam hukumnya adalah haram.

Tidak bisa dikatakan tatkala umat Islam tidak memberikan ucapan selamat Natal, lantas divonis umat Islam tidak senang dengan kelahiran Nabi Isa AS. Guna menjawab syubhat ini, sesungguhnya umat Islam itu adalah umat yang adil. Umat Islam tidak membeda-bedakan satu Nabi dengan Nabi lainnya. Alasannya sederhana, Allah SWT mengutus para Nabi dan Rasul itu dengan ajaran tauhid yang sama yakni mengesakan Allah SWT dalam keyakinan, perkataan dan perbuatan. Hingga ajaran mereka disempurnakan oleh ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Artinya umat-umat terdahulu yang mengikuti ajaran Nabinya tentu akan mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw. Akan tetapi kebanyakan mereka adalah kaum yang fasik. Mereka mengubah ajaran nabinya dengan tangan dan mulut mereka. Mereka pun menyekutukan Allah SWT.

Ambil contoh yang lain dalam puasa Asyura. Nabi Saw menyatakan bahwa aku lebih berhak puasa di hari itu daripada kaum Yahudi. Karena hari Asyura adalah hari kemenangan keimanan atas kekufuran. Allah SWT memenangkan Bani Israil atas Fir'aun. Musa AS pun berpuasa di tanggal 10 Muharram. 

Dalam konteks ini, tidak ada unsur kesyirikan yang dilakukan oleh kaum Bani Israil waktu itu. Hari Asyura adalah hari kemenangan. Maka kaum muslimin disunnahkan puasa. Walaupun Nabi Saw menganjurkan agar menyelesihi kaum musyrik yakni kaum Yahudi sepeninggal Nabinya dengan berpuasa sebelum atau sesudah 10 Muharram. Kalaupun hanya puasa di 10 Muharram itu dibolehkan.

Demikianlah upaya-upaya yang gencar dilakukan untuk memformat ulang kaum muslimin. Seruan yang membolehkan umat Islam mengucapkan selamat Natal merupakan bagian dari program Moderasi Beragama. Bila umat Islam sudah tidak keberatan mengucapkan selamat Natal, maka berikutnya umat Islam akan dipaksa untuk meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang dianggap tidak toleran. Ajaran tentang Jihad dan Khilafah menjadi target dari program Moderasi Beragama. 

Oleh karena itu, untuk menghadapi program Moderasi Beragama, umat Islam harus mempunyai pemahaman yang baik atas agamanya. Bersamaan itu ditopang dengan sebuah sikap tidak cenderung kepada orang-orang dholim. Yang dimaksud adalah umat Islam tidak boleh taat kepada orang-orang yang menyeru kepada kemaksiatan. Dan kemaksiatan terbesar adalah diterapkannya sistem sekuler Demokrasi dalam kehidupan. Maka untuk menghentikan kedholiman atas Islam dan kaum muslimin adalah dengan membuang sistem sekuler dan menerapkan Islam dengan paripurna dalam wadah sistem Islam, al-Khilafah. [vm]

Posting Komentar untuk " Kesalahan Logika Kalangan yang Membolehkan Ucapan Selamat Natal"

close