Kungkungan Sekularisme pada Sistem Pendidikan Indonesia




Oleh: Zulhilda Nurwulan (Relawan Opini Kendari)

Sistem pendidikan Indonesia dalam masalah serius. Dampak pandemi Covid 19 yang mewabah sejak awal tahun 2019 menyisakan duka mendalam pada tatanan kehidupan Indonesia termasuk pada sektor pendidikan. Kebijakan new normal yang diambil pemerintah sebagai bentuk kebiasaan baru turut mewarnai siklus sistem pendidikan Indonesia. Berbagai kebijakan dikeluarkan pemerintah, termasuk Menteri Pendidikan Indonesia demi kegiatan pembelajaran baik ditingkat PAUD hingga perguruan tinggi tetap berjalan maksimal. Awalnya, covid 19 dikira adalah masalah kronis yang dialami oleh sektor pendidikan, padahal ada hal yang sangat berbahaya telah menyerang sistem pendidikan Indonesia yakni sekularisasi.

Permendikbud PPKS, Liberalisasi Seksual Di Dunia Kampus

Permendikbud No. 30 Tahun 2021, sebuah aturan mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Permendikbud PPKS ini menambah daftar kelam dalam sistem pendidikan di Indonesia. Lahirnya Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 ini dilatarbelakangi adanya temuan 962 kasus tentang kekerasan seksual pada tahun 2020. Kemudian, hampir 77% tempat kejadian dari kekerasan seksual ini terjadi di Kampus atau Perguruan Tinggi (PT) yang dialami oleh mahasiswi.

Lahirnya Permendikbud No 30 Tahun 2021 ini disinyalir pemerintah sebagai salah satu langkah mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi. Sayangnya, isi dari Permendikbud PPKS ini seolah rancu dan menyalahi norma agama di Indonesia. Hal ini membuat Permendikbud PPKS ini disorot oleh berbagai pihak.  

Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, Lincolin Arsyad, Senin (8/11), menyebut Pasal 5 Permendikbud PPKS bisa dimaknai legalisasi terhadap hubungan seksual di luar pernikahan berbasis persetujuan (consent).

Frasa "atas persetujuan korban" yang terdapat dalam beberapa pasal di Permendikbud No 30 Tahun 2021 ini secara tersirat memberikan makna jika aktivitas seksual dilakukan dengan dalih suka sama suka maka hal itu tidak bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual. Sehingga, tidak salah jika banyak pihak yang mengkritik permendikbud ini.

Karena Permendikbud PPKS ini akhirnya menghidupkan kembali suara-suara kaum feminis yang sudah lama ingin memperjuangkan persamaan hak perempuan dan laki-laki di ranah umum. 

Dilansir dari Tirto.id, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) yang terdiri dari 101 lembaga, kolektif, dan organisasi mendukung Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Pihaknya menilai aturan ini sebagai langkah maju negara menghadirkan perlindungan bagi korban kekerasan seksual di lingkungan kampus. 

Bahkan, perwakilan KOMPAKS Naila Rizqi Zakiah, saat dihubungi, Rabu (10/11/2021) menyayangkan sikap-sikap ormas yang menolak permendikbud tersebut karena menurutnya hal itu cenderung mengesampingkan nasib atau kepentingan korban.

Miris sekali, di negara mayoritas muslim yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan agama masih banyak pihak yang mencoba mensekularisasi ajaran agama dengan berbagai dalih. Sejatinya, Permendikbud PPKS ini sangat berbahaya bagi kelestarian akidah generasi muda. Olehnya itu, jika kebijakan ini tetap harus dilakukan setidaknya perlu adanya revisi terkait pasal-pasalnya yang tidak mengandung frasa yang multimakna. Namun, jika aturan ini tetap berjalan tanpa adanya revisi  maka sebaiknya aturan ini dihapuskan untuk menghindari terjadinya berbagai penyimpanan sosial yang terus berulang.

Islam, Mengharamkan Perzinahan tanpa  Pengecualian

Allah SWT berfirman:

"Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra:32)

Islam sangat membenci perbuatan zina apapun bentuknya. Jangankan melakukan zina, mendekatinya saja sudah tidak boleh. Perintah dan larangan Allah tentu ada maksudnya, menjauhkan manusia dari malapetaka. 

Terkenal di masanya, sebuah kota di Itali yang ditenggelamkan selama 17 abad dibawah tanah di kedalaman 17 kaki, Kota Pompeii namanya. Kota ini mendapat azab dari Allah Swt karena tingkah laku masyarakatnya semasa hidup, yakni melakukan aktivitas perzinahan. Kala seorang arkeolog menemukan Kota Pompeii ini terdapat banyak sekali peninggalan jazad manusia yang meninggal dalam keadaan yang sangat keji sedang melakukan aktivitas perzinahan. Naudzubillah mindzalik. Maka, apakah negara ini tidak takut akan azab Allah SWT yang pasti itu?

Penerapan sistem buatan manusia tentu adalah jalan besar yang bisa mendatangkan azab dan murka Allah kapan saja. Sistem sekulerisme yang sudah meradang sungguh telah mencampakkan aturan Allah SWT dari bumi manusia ini. Datangnya azab atau nikmat semua bergantung pada perilaku manusia, baik atau buruk, terpuji atau tercela. Dengan demikian, kembalilah pada sistem Allah,  berbuatlah terpuji agar mendapatkan ridha Allah Swt.  Wallahu'alam biisowwab




Posting Komentar untuk "Kungkungan Sekularisme pada Sistem Pendidikan Indonesia"