Membantah Klaim Surat Maryam Ayat 33 Sebagai Dalih Bolehnya Ucapan Natal



Jakarta, Visi Muslim-  Ucapan selamat atas kelahiran Isa al-Masih sebagai anak Tuhan atau yang disebut natal oleh kaum Kristiani, menurut Peneliti Kajian Tsaqafah Islamiyah, Tafsir dan Balaghah Ajengan Irfan Abu Naveed tidak ada di dalam Al-Qur’an sebagaimana surah Maryam ayat 33 yang dijadikan dalih kebolehan.

“Al-Hafidz ath-Thabari justru memberikan catatan penafsiran (QS Maryam, 33) yang catatan beliau ini membantah klaim bahwa ada ucapan selamat natal dalam Al-Qur’an, yakni ucapan selamat atas kelahiran Yesus sebagai anak Tuhan,” ujarnya dalam Kabar Petang: Bantahan bagi yang Membolehkan Muslim Ucapkan Selamat Natal, Rabu (22/11/2021) di kanal YouTube Khilafah News.

Di dalam Tafsir ath-Thabari, lanjut Irfan, ayat “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” (QS Maryam: 33) memang mengatakan, seorang Isa bin Maryam telah mengabarkan tentang dirinya yang tidak memiliki bapak, dan diwafatkan serta setelah itu dibangkitkan dalam keadaan hidup.

Namun apabila diteruskan ke ayat setelahnya, 34 sampai dengan 36, maka akan didapatkan keterangan atau konfirmasi bahwa keyakinan kaum Muslim tentang Isa bin Maryam sebagai seorang utusan jelas berbeda dengan keyakinan yang meyakini Nabi Isa adalah anak Tuhan.

“Kita (kaum Muslim) meyakini Isa bin Maryam adalah hamba Allah, Rasul-Nya. Allah berfirman, (yang artinya) itulah Isa putra Maryam yang mengatakan perkataan yang benar yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya,” nukil Irfan makna dari QS. Maryam ayat 34.

Di ayat 35, masih QS Maryam, menurut Irfan ketika Allah SWT mengatakan ‘Maha Suci Allah’, saat itu pula Allah SWT memang mengkritik serta membantah ucapan-ucapan yang melampaui batas yang mengatakan Isa bin Maryam adalah anak Tuhan.

Sehingga, tatkala Allah menetapkan sesuatu, maka cukup bagi Allah mengatakan, ‘Jadilah, maka jadi’. “Artinya ketika Allah menciptakan Isa bin Maryam melalui kelahiran dari seorang Sayyidah Maryam itu tanpa bapak, maka mudah bagi Allah SWT,” tandasnya.

Tahniah

Di samping itu, istilah natal di dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) memang menggambarkan kelahiran Isa al-Masih sebagai Yesus Kristus. “Ucapan selamat terhadap hari raya non-Muslim ini, (sebagaimana telah dijelaskan) ini tidak pada tempatnya (untuk) boleh diucapkan oleh seorang Mukmin. Jelas hukumnya haram,” jabarnya.

Apalagi sebelumnya, berkenaan dengan hakikat ucapan selamat atau dalam bahasa Arabnya tahniah, Irfan juga menjelaskan bahwa ucapan itu merupakan doa keberkahan atas seseorang berikut kebaikan yang menimpanya.

Pertanyaannya, kata Irfan, apakah kemudian perayaan non-Muslim merupakan kebaikan dalam keyakinan seorang Mukmin dan juga Muslim? “Tentu tidak. Karena beda keyakinan, beda persepsi. Dalam hal ini, bagi seorang Mukmin tentu tidak pada tempatnya kita meyakini kebenaran yang ada pada orang-orang non-Muslim itu sendiri,” tegasnya.

Terlebih dengan antonim tahniah yang disebut juga dengan duka cita. Sehingga ucapan selamat dimaksud juga berarti sama-sama menyetujui perayaan hari raya non-Muslim. “Bagaimana mungkin kemudian seorang Mukmin yang meyakini qul huwallahu ahad, kemudian bisa terlibat di dalam perayaan-perayaan umat agama lain?” ucapnya keheranan.

Lebih heran lagi, bagaimana mungkin juga seorang Muslim bisa mengatakan selamat atas kelahiran anak Tuhan yang dalam hal ini bertentangan dengan ayat-ayat setelahnya (QS Maryam 33) kalau dibaca secara utuh.

Seperti halnya, sikap ulama sekarang yang kata Irfan, juga sudah sangat bertolak belakang dari pengertian sikap toleransi yang sebenarnya. Padahal, ia berharap para alim senantiasa mengingatkan penguasa dengan nasehat-nasehat di Islam, agar kemudian melarang umat Islam melakukan aktivitas haram tersebut.

Tak hanya itu, tambahnya, umat juga membutuhkan kehadiran suatu negara atau sistem sebagaimana digambarkan oleh Rasulullah SAW, bahwa sesungguhnya imam atau kepala negara adalah perisai yang berfungsi menjaga akidah umat. Di antaranya adalah tidak mengizinkan umat Islam terlibat di dalam perayaan hari raya non-Muslim, walau sekadar ucapan selamat.

Begitu juga kaum Muslim tidak boleh mengganggu perayaan hari raya non-Muslim yang terkategori peribadatan. “Masing-masing saja, lakum dinukum waliyadin. Ini tentu membutuhkan kehadiran suatu sistem yang berpihak kepada penegakan Islam itu sendiri,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Posting Komentar untuk "Membantah Klaim Surat Maryam Ayat 33 Sebagai Dalih Bolehnya Ucapan Natal"