Moderasi Agama Menghilangkan Jati Diri Generasi Muslim




Oleh: Salamatul Fitri (Aktivis Dakwah Kampus)


Pemuda adalah generasi penerus bangsa, masa depan bangsa berada dipundaknya. Perannya sebagai agent of change, agent of control sangat dinantikan guna perubahan lebih baik ke depannya. Sayangnya, banyak pihak yang juga mengincar potensi muda ini dengan mengusung berbagai kebijakan yang menjauhkannya dari identitasnya sebagai hamba Allah yang menjalankan syariat islam kaffah dalam kehidupan. Agenda moderasi agama secara terstruktur dan masif terus diaruskan terutama di kalangan pelajar dan generasi muda. Program-program untuk menunjang moderasi agama dilingkungan pendidikan terus bermunculan. Agenda moderasi agama sangat masif diaruskan ditengah-tengah generasi muslim guna mengikis semangat keislamannya dan menjauhkan dari potensi besarnya sebagai agen perubahan. 

Untuk memuluskan agenda ini, pengarus moderasi agama menarasikan isu radikalisme, intoleransi dan sebagainya dianggap bahaya yang mengancam generasi muda. Dunia perguruan tinggi sempat dihebohkan oleh hasil penelitian Setara Institut (2019) yang menyebutkan 10 Perguruan Tinggi Negeri ternama terpapar paham radikalisme. Kesepuluh perguruan tinggi tersebut meliputi Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Mataram (Unram), Universitas Islam Negeri Jakarta, dan Universitas Islam Negeri Bandung. 

Dilansir dari Badang Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, apa sih yang sebenarnya ditakuti dari berkembangnya paham radikalisme dalam konteks moderasi beragama di perguruan tinggi? Beberapa alasan yang disebut perlunya moderasi beragama di perguruan tinggi adalah masih adanya paham di kalangan mahasiswa yang anti demokrasi dan mempertanyakan dasar negara. Pendidikan moderasi beragama di perguruan tinggi diperlukan untuk membangun kembali komitmen kebangsaan dan mensyukuri dengan apa yang dicapai dalam konsensus bernegara ini. Ditengah carut marut masalah pendidikan, kebebasan seksual yang diumbar serta generasi yang terpapar pornografi, apakah moderasi agama mampu memperbaiki kondisi generasi muslim atau justru agenda ini punya motif tertentu dan sengaja diaruskan hingga pendidikan dasar dan menengah? 

Bahaya Moderasi Agama 

Rand Corporation dalam Building Moderate Muslim Networks menjelaskan karakter islam moderat yakni mendukung demokrasi, pengakuan terhadap HAM (termasuk kesetaraan gender dan kebebasan beragama), menghormati sumber hukum yang nonsektarian dan menentang terorisme. Realitas yang tidak bisa dipungkiri, kecenderungan kaum muslim untuk kembali kepada islam membuat kafir barat berupaya serius untuk meghadang kebangkitannya. Berbagai macam program sudah diluncurkan tetapi semangat keislaman semakin memuncak, ditambah kesengsaraan hidup dan kerusakan akibat penerapan sistem kapitalisme-sekuler semakin terasa. Agenda moderasi agama menjadi ide berikutnya yang diaruskan untuk menyimpangkan pemahaman islam yang kaffah dibenak-benak kaum muslim hingga menyasar generasi muslim. 

Ide radikalisme, intoleran sengaja dihembuskan guna menyasar generasi muslim yang semangat hijrahnya tinggi, semakin mencintai agamanya, menjalankan syariat islam dalam kehidupannya serta menolak pemahaman yang bertentangan dengan syariat islam seperti liberalisme, kesetaaraan gender, dan sebagainya. Untuk mengatasi makin meluasnya paparan radikalisme, banyak pihak terutama pemerintah mengupayakan berbagai langkah dengan mengaruskan moderasi agama. Mendikbudristek Nadiem Makarim menyebut pihaknya sedang menyiapkan kurikulum moderasi beragama untuk disisipkan dalam Kurikulum Program Sekolah Penggerak bersama Kementerian Agama (Kemenag). Menurutnya, pengajaran moderasi beragama penting karena merupakan salah satu dari tiga “dosa besar pendidikan” di tanah air adalah intoleransi beragama. (cnnindonesia.com, 23/09/2021). 

 Jika melihat fakta generasi muslim negeri ini, menunjukkan kondisinya tidak sedang baik-baik saja. Kehidupan liberal yang serba bebas tanpa aturan agama justru mendekatkannya dengan kemaksiatan. Tidak jarang kita temukan generasi muslim yang terpapar pornografi, gamers, melakukan kekerasan seksual kepada pasangan tidak halalnya, terlibat pergaulan bebas, mengkonsumsi minuman keras, hidup bersama dunia malam bahkan menjadi wanita panggilan, stres karena tugas yang menumpuk, hingga bunuh diri menjadi solusi akhir kehidupannya. Sungguh miris, realita yang ditemukan melihat kondisi generasi muslim di negeri mayoritas muslim ini. 

 Tuduhan radikal yang diarahkan tidak pasti kebenarannya. Radikal seperti apa yang dimaksud, jika semangat generasi muslim untuk mengamalkan agamanya bukankah agama memang menganjurkan untuk kita belajar dan mengamalkannya dalam kehidupan. Justru, generasi muslim yang mengamalkan agamanya akan memberikan perubahan ditengah kondisi generasinya yang rusak. Generasi muslim ini akan menebarkan kebaikan dan mengajak teman-temannya untuk kembali kepada islam. Kerusakan akhlak dan moral yang mendera generasi muslim seharusnya menjadi tanggung jawab negara dengan menjadikan islam sebagai landasan kehidupan bukan mengkambinghitamkan radikalisme yang “katanya” merusak pemahanam generasi sehingga moderasi agama menjadi solusi. 

Moderasi agama adalah ide kafir barat untuk menghadang islam kaffah. Ide moderasi adalah sekulerisasi yakni menjauhkan agama dari kehidupan. Moderasi ini menyimpangkan umat dari pemahaman islam kaffah, islam sebagai solusi kehidupan terutama problematika generasi muslim dimandulkan. Padahal jelas bahwa konsep islam yang sempurna mampu menjadi solusi problematika kehidupan dan membawa rahmat bagi seluruh alam, sesuai Firman-Nya: “Dan kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (TQS. Al-Anbiya:107). 

Islam Kaffah Mencetak Generasi Cemerlang 

Potensi pemuda muslim luar biasa, sebagaimana maqolah ulama: “Sesungguhnya di tangan para pemuda lah perkara umat dan dalam keberanian merekalah hidup umat”. Begitu juga pemuda saat ini, sayang moderasi agama yang berkonspirasi bersama kapitalisme, liberalisme membuat potensi generasi muslim dibajak dan diarahkan untuk mengejar materi dan kesenangan duniawi semata. Jadilah generasi muslim yang bukan mencintai ilmu seperti Ibnu Sina yang berkontribusi dalam bidang kedokteran, Al-Khawarizmi yang mengembangkan kecerdasan untuk perkembangan matematika dan astronomi. Saat ini, generasi muslim merasa cukup puas menjadi buruh di perusahaan kapitalis. 

Sejarah peradaban islam telah menorehkan tinta emas tercatat sebagai peradaban terbaik dimasanya.Sejak masa Rasulullah saw. hingga khalifah berikutnya yang menjadikan islam sebagai landasan kehidupan mampu mencetak pemuda sebagai garda terdepan pembela kebenaran. Terbukti, sosok hebat seperti Ali bin Abi Thalib adalah pemberani di medan pertempuran, memiliki keimanan kokoh. Ada lagi, saudagar sukses seperti Abdurahman bin Auf. Sosok penghapal Al-qur’an dan mujtahid besar seperti Imam Syafi’i serta Muhammad Al-Fatih sosok kesatria muda yang mampu menaklukan benteng terkuat saat itu yakni Konstatinopel. Tokoh-tokoh hebat tersebut lahir dari kejayaan islam yang membina pemuda dengan ajaran islam yang dicontohkan Rasulullah saw. 

Sudah saatnya, generasi muslim menolak ide moderasi agama dan meyakini ajaran bahwa ajaran islam benar. Ajaran islam akan mengangkat martabat manusia, ajaran islam menyelamatkan manusia dari kejahilian seperti saat ini. Hanya kesempurnaan iman yang akan memberikan kehidupan bahagia di dunia dan keselamatan di akhirat kelak. Wallahu’alam bisshawab. 

  

Posting Komentar untuk "Moderasi Agama Menghilangkan Jati Diri Generasi Muslim"