Orientasi Peran Santri dengan Optimalisasi Ekonomi, Efektifkah?
Oleh : Yulia Ummu Zaky (Pegiat Literasi)
Pesantren adalah sarana atau wadah tempat berkumpulnya para santri untuk menimba ilmu , terutama ilmu agama. Karena aktifitasnya menuntut santri untuk tinggal di pesantren atau pondok, maka lebih dikenal dengan mondok . Sudah sejak dulu, pesantren dikenal dengan fungsinya sebagai lembaga yang mencetak generasi unggul, berakhlak mulia, dan peduli pada urusan ummat. Hingga saat ini, minat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren tampaknya semakin tinggi. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya jumlah santri dan berdirinya pesantren di berbagai wilayah di Indonesia. Dalam perkembanagnnya, potensi pesantren semakin besar untuk dijadikan pilihan sebagai lembaga yang terpercaya oleh masyarakat.
Orientasi Peran Santri
Lokasi pesantren tidak lagi di daerah terpencil, namun banyak yang berada di tengah-tengah desa dan dekat dengan masyarakat. Hal ini menjadikan pesantren dan desa seperti dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Bahkan, pesantren juga bisa menjadi penggerak ekonomi desa, ujar Abdul Halim Iskandar, pada peringatan Hari Santri Nasional 2021. “Kalau mau jujur harus diakui jika salah satu kunci kemajuan desa terletak pada peran aktif kyai maupun santri yang bisa bersinergi dalam masyarakat desa. Jika sinergi ini bisa terus dipertahankan, maka kemajuan desa bisa diselesaikan, “ katanya (INews.id, Jum’at, 22 Oktober 2021).
Pada peringatan Hari Santri, Jokowi berharap pengembangan ekonomi syari’ah terus dilakukan. Di antaranya, Masyarakat Ekonomi Syari’ah (MES) harus mampu menjadi lokomotif utama pengembangan ekonomi syari’ah yang membumi dan mampu melahirkan banyak wirausahawan dari kalangan santri. Jokowi ingin kewirausahaan diperbanyak, agar muncul banyak enterpreneur dari alumni pondok pesantren. Orientasi santri seharusnya bukan lagi mencari kerja, tetapi sudah menciptakan kesempatan kerja bagi banyak orang, menebar manfaat seluas-luasnya bagi ummat. (VIVA.co.id, Jum’at, 22 Oktober 2021)
Resolusi Jihad, Awal Mula Hari Santri Nasional
Penetapan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober adalah sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 tahun 2015 sebagai bentuk pengingat Resolusi Jihad nahdlatul Ulama (NU). Dalam sejarahnya, aksi Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 dimulai dari seruan KH. Hasyim Asy’ari kepada para santri dan ulama pondok pesantren dari berbagai penjuru Indonesia. Seruannya adalah untuk membulatkan tekad dalam melakukan jihad membela tanah air. Resolusi jihad ditetapkan sebagai persiapan rakyat menolak pendudukan kembali Belanda yang tergabung dalam NICA. Resolusi menyatakan perjuangan untuk merdeka adalah perang suci (jihad). (Detik.com, 22 Oktober 2021).
Jadi, Hari Santri ditetapkan berdasarkan tanggal keluarnya resolusi jihad, yaitu seruan kalangan pesantren untuk melawan penjajah. Ini bermakna bahwa kalangan pesantren merupakan aktor penting pelaku perubahan sesuai tuntunan syari’at. Para ulama mempunyai pengaruh besar dalam pergerakan tersebut. Pendapatnya didengar dan ditaati oleh para pemegang kebijakan. Selanjutnya, rakyat berjuang bersama membela tanah air dari ancaman asing.
Orientasi Ekonomi Mengancam Potensi santri
Jika orientasi peran santri lebih diarahkan ke sektor ekonomi, maka hal ini akan mengancam potensi santri. Santri seharusnya memiliki kepiawaian dalam memahami ilmu agama (tafaqquh fiddin) dengan lebih maksimal. Tapi, mereka bisa terganggu dengan fokus berbisnis atau berwirausaha. Meskipun sektor perekonomian ummat mengalami kemunduran, namun bukan dengan mengalihkan tanggung jawab kepada santri untuk menyelesaikannya. Potensi santri bisa dioptimalkan dengan memberi kesempatan mereka untuk fokus belajar dan menuntut ilmu.
Bagaimanapun, kegiatan berwirausaha dapat menyita waktu dan memecah konsentrasi dalam belajar. Wirausaha boleh saja dilakukan, tapi hanya sebatas untuk pembelajaran. Santri dididik untuk memiliki jiwa enterpreneur untuk masa depannya. Namun, jangan sampai kesibukan berwirausaha bisa melalaikan para santri dengan hanya sibuk berdagang. Lagipula, orang tua menitipkan anak-anaknya ke pesantren tentu sudah mempersiapkan biaya untuk mondok dan nyantri.
Tuntunan Syari’at terhadap Buruknya Ekonomi
Kondisi perekonomian yang buruk menuntut adanya solusi untuk menyelesaikannya. Islam mempunyai tuntunan yang lengkap berkaitan dengan persoalan kehidupan manusia, termasuk bidang ekonomi. Dalam hal ini, negara mempuanyai kewajiban untuk mengatur urusan rakyat, mengayomi dan memenuhi kebutuhan masyarakat agar hidup nyaman dan sejahtera. Semua ini dapat terwujud dengan sistem aturan yang menyeluruh sesuai dengan tuntunan syari’at. Berkaitan dengan tugas pemimpin Islam telah memberikan tuntunannya dalam hadist berikut:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَنَّهُ قَالَ « أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: " Dari Ibnu Umar RA dari Nabi SAW sesunggguhnya bersabda: sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya..."
Jadi, sudah menjadi kewajiban negara untuk menjamin kebutuhan dan kesejahteraan rakyatnya, termasuk biaya pendidikan. Justru seharusnya santri diberikan kemudahan untuk setinggi-tingginya menimba ilmu tanpa dibebankan dengan sulitnya biaya pendidikan. Karena, umumnya biaya pendidikan di pesantren tentu lebih mahal dibanding dengan sekolah umum. Apalagi, pesantren yang terkenal dengan fasilitas yang bagus dan memadai.
Optimalisasi Pendidikan Santri
Santri yang berkualitas dari sisi ketakwaan dan keilmuannya tentu membutuhkan konsentrasi yang tinggi dalam pendidikannya. Hal ini diperlukan dukungan yang penuh baik dari orang tua, masyarakat dan negara. Jaminan kemudahan biaya dan akses fasilitas pembelajaran sangat diperlukan agar kualitas santri bisa optimal. Kurikulum berbasis aqidah dan pemahaman Islam ideologis semestinya diupayakan agar mengakar pada diri para santri.
Fokus dan perhatian terhadap santri bisa maksimal manakala Islam dijadikan sebagai patokan utama untuk pengaturannya. Sistem pendidikan Islam diterapkan dan ditopang dengan sistem perekonomian yang matang. Negara akan menjamin pendidikan gratis dan berkualitas bagi warganya. Maka, hal ini akan memicu munculnya generai-generasi muslim yang tangguh, semakin semangat untuk berkarya dan menjadi ulama-ulama yang mumpuni keilmuannya.
Wallahu A’lam Bisshowwab.
Posting Komentar untuk "Orientasi Peran Santri dengan Optimalisasi Ekonomi, Efektifkah?"