Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ferdinand Hutahean Dapat Dijerat Pasal Penodaan Agama dan Pidana Sara



 Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H. (Advokat, Ketua KPAU)

Pasca tagar tangkap Ferdinand trending di Twitter, mantan politisi partai demokrat ini segera mengklarifikasi pernyataan dan meminta maaf. Sayangnya, klarifikasi dan permintaan maaf itu tidak menghilangkan unsur pidananya.

Tindak Pidana Kejahatan penodaan agama dan menyebarkan kebencian, permusuhan berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) telah selesai, seiring dengan telah selesai diunggahnya kalimat yang menyatakan :

"Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, DIA lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela."

Pernyataan ini jelas telah menodai agama, termasuk telah menyebarkan kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA, disebabkan :

Pertama, ungkapan 'Allah' baik dengan disematkan Idhofah 'SWT' atau tidak, jelas merujuk pada nama Tuhan yang disucikan, yang diagungkan, dengan segala nama, sifat dan kemahakuasaan-Nya. Nama 'Allah' pasti merujuk kepada Allah Subhanahu Wata'ala atau sering disingkat dengan huruf 'SWT'.

Allah SWT adalah Rab manusia, alam semesta dan kehidupan. Tuhan dalam keyakinan akidah agama Islam.

Kalaupun tanpa mengaitkan dengan huruf 'SWT', maka kata 'Allah', bisa ditafsirkan sebagai Tuhan Allah, sebagaimana dimaksud sebagai Tuhan dalam konsep Trinitas yang diyakini dalam doktrin agama Kristen. Allah adalah Tuhan, yang disejajarkan dengan Yesus dan Bunda Maria, yang merupakan konsep tak terpisahkan dalam teologi Trinitas Kristen.

Al hasil, dengan tafsir apapun 'Allah' adalah Tuhan yang diyakini dalam konsep dan keyakinan agama. Sehingga ungkapan yang menyatakan 'Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah...' adalah ungkapan yang melecehkan Tuhan dalam konsep beragama, yang pernyataan ini termasuk dan terkategori penistaan agama.

Kedua, perbandingan tuhan dengan ungkapan Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah, harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, DIA lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela' mengkonfirmasi sedang terjadi pelecehan Allah sebagai Tuhan umat Islam, yakni Allah SWT, karena Ferdinand memberikan predikat 'harus dibela' sebagai doktrin ajaran Islam, dan membandingkannya dengan konsep 'Allah' nya Ferdinand yang tak butuh dibela.

Secara sederhana, Ferdinand juga hendak menyampaikan pesan : Tuhan umat Islam lemah, sedangkan tuhan Ferdinand kuat.

Dalam penalaran ini, Ferdinand tidak sedang melecehkan Allah sebagai Tuhan agama, melainkan spesifik melecehkan Allah SWT, Tuhannya umat Islam.

Ketiga, tafsir Ferdinand sedang melecehkan Allah SWT Tuhannya umat Islam, adalah berdasarkan preseden Ferdinand sering mengolok-olok umat Islam yang melakukan aksi bela Islam, aksi bela Allah SWT. Doktrin atau ajaran membela agama Allah SWT, hanya ada pada agama Islam.

Keempat, ungkapan 'Tuhanmu Lemah butuh dibela, sedangkan Tuhanku kuat tidak perlu dibela', juga mengkonfirmasi adanya rasa kebencian dan permusuhan terhadap umat Islam. Jadi, klarifikasi dengan dalih dialog imajiner antara hati dan pikiran Ferdinand Hutahaean, dalam perkara ini tidak relevan, sehingga cukuplah untuk dikesampingkan.

Dengan demikian, unggahan Twitter Ferdinand Hutahaean telah sah dan meyakinkan melakukan kejahatan penodaan agama dan/atau telah menyebabkan kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA. Ferdinand Hutahaean dapat dilaporkan dengan ketentuan pasal 156a KUHP dan Pasal 45a ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) UU nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Bunyi pasal 156a KUHP :

"Dipidana dengan pidana pejara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia."

Bunyi pasal 45A UU ITE :

"Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)'."

Bunyi pasal 28 ayat (2) UU ITE :

"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)." [vm]

Posting Komentar untuk "Ferdinand Hutahean Dapat Dijerat Pasal Penodaan Agama dan Pidana Sara"

close