Jatim Tidak Miskin, Akankah Bisa Terwujud?



 


Oleh: Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP) 


Pada tahun 2020, jumlah penduduk miskin di Jatim sebesar 4.419.100 orang. Sedangkan di tahun 2021, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 4.572.730 orang (nasional 27,54 juta orang). Sementara itu Gubernur Jatim mengklaim bahwa jumlah penduduk miskin ekstrim tahun 2021 turun pada poin 4,4 persen atau 1.746.990 orang. Tahun 2020 masih di poin 4,5 persen atau sebanyak 1,81 juta orang.

Menurut Kepala BPPD Jatim, penduduk miskin ekstrim mempunyai penghasilan minimal Rp 358.232 per orang (berdasarkan garis kemiskinan ekstrim nasional 2021). Artinya jumlah kemiskinan di Jatim bisa lebih banyak dengan standar penghasilan kurang dari 2 dollar US per hari dengan konversi 1 USD adalah Rp 14 ribuan. 

Hanya saja Jawa Timur disebut tidak miskin lagi. Hingga tahun 2024, penduduk miskin ekstrem ditargetkan nol persen. Indeks kedalaman kemiskinan tahun 2021 pada poin 1,841 turun 0,129 poin dibandingkan September 2020.

Ekonomi Jawa Timur pada kuartal II 2021 meningkat 7,05 persen dibandingkan kuartal II pada 2020. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) pada kuartal-II tahun 2021 atas harga berlaku adalah Rp 604,84 trilyun. Padahal di tahun 2017, PDRB Jatim adaah Rp 1.482,15 trilyun menempati posisi ke-2 nasional. Jadi klaim Jatim tidak miskin lagi saling bertentangan antara data tertulis dengan keadaan nyata.

Ekonomi Jatim yang naik 7,05 persen pada 2021 terdapat sumbangan dari konglomerat jatim. Dirangkum dari data Forbes dari 2019 dan 2020, nilai kekayaan Tahir dan Pendiri grup Mayapada sebesar 4,1 milyar USD. Muchtar Riady dan keluarga pendiri grup Lippo memiliki kekayaan sebesar 1,7 milyar USD. Susilo Wonowijoyo, pengusaha PT Gudang Garam Tbk kekayaannya senilai 6,6 milyar USD dan masih banyak konglomerat lainnya. Bahkan selama pandemi, kekayaan para konglomerat mengalami kenaikan.

Walhasil pendapatan domestik jatim tinggi secara angka. Akan tetapi kenyataannya, banyak rakyat jatim yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Apalagi harga beberapa komoditi mengalami kenaikan. Beberapa contoh antara lain harga beras IR-64 kualitas-2 adalah Rp 11 ribu per kg. Minyak curah Rp 18.857 per kg. Gula pasir tanpa kemasan Rp 12.071 per kg.

Demikianlah klaim suatu daerah disebut tidak miskin lagi dalam sistem demokrasi. Terjadi kontradiksi dan anomali. Antara angka-angka statistika dengan keadaan nyata di lapangan saling bertolak belakang. Artinya sistem demokrasi hanya menghasilkan kesejahteraan semu, hanya pada angka-angka. Rakyat umum masih terbebani dengan kenaikan berbagai kebutuhan pokoknya. Sedangkan kondisi tersebut berbeda dengan para konglomerat yang memiliki akses luas pada semua sektor ekonomi.

Lantas pertanyaannya, apakah Jatim akan bisa tidak miskin lagi secara nyata? Jawabannya tidak akan bisa bila pengelolaan ekonominya masih berbasis Kapitalisme. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi meniscayakan kekuasaan modal yang mampu menang dalam politik. Tentunya kemiskinan tidak akan bisa dituntaskan. Jadi kemiskinan yang terjadi bukanlah kemiskinan alami. Akan tetapi yang terjadi adalah kemiskinan yang ada adalah by desain. Inilah desain ideologi Kapitalisme. 

Maka diperlukan perubahan paradigma ideologi dalam mengelola ekonomi. Islam telah mempunyai standar pengelolaan ekonomi yang stabil dan menyejahterakan. Rasulullah Saw menyatakan:

ليس منا من بات شبعان وجاره جائع وهو يعلم

Bukanlah termasuk golongan kami, siapa saja orangnya yang tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan ia tahu jika tetangganya dalam kelaparan. 

Secara mikro, masyarakat Islam yang dibentuk oleh ideologi Islam adalah masyarakat yang berempati dengan tetangganya dan sanak keluarganya. Bahkan sebuah keluarga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya akan dibantu oleh kerabatnya lalu meluas ke masyarakatnya. 

Adapun dalam skala makro, Islam menetapkan kepemilikan komoditas ekonomi secara proporsional. Ada 3 kepemilikan ekonomi dalam Islam yaitu kepemilikan individu, umum dan negara. Individu diperbolehkan Islam untuk menjadi kaya secara halal. Sedangkan semua kekayaan alam menjadi kepemilikan umum. Dengan demikian akan tersedia modal yang memadai bagi terwujudnya kesejahteraan umum. Di samping itu, komoditas kepemilikan negara seperti tanah mati, balairung, BUMN maupun BUMD dan lainnya, dikelola negara untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. 

Pengaturan Islam dalam mewujudkan kesejahteraan didasarkan pada terpenuhinya kebutuhan pokok dan pelengkap setiap individu secara makruf. Terpenuhinya kebutuhan hidup yang makruf adalah tingkat kehidupan yang layak sesuai standar Islam. Orang disebut kaya bila terdapat sisa 50 dirham kekayaannya setelah semua kebutuhan hidupnya baik yang primer maupun pelengkap terpenuhi dengan baik. Artinya bila ada satu individu penduduk yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya maka itu termasuk angka kemiskinan. Walhasil demikianlah arahan Islam dalam mewujudkan kesejahteraan secara merata dan seimbang. 


#24 Januari 2022 

Posting Komentar untuk "Jatim Tidak Miskin, Akankah Bisa Terwujud?"