Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tulang Rusuk Jadi Tulang Punggung




Oleh: Nurani Pasaribu (Sahabat Visi Muslim Media)


Berbicara tentang perempuan tiada habisnya. Berbagai potensi peran mulia teranugrah di pundak kaum hawa. Akankah senyum indah bersemi bersamanya, sedang ujian demi ujian meliputinya.

Dilansir dari radarlampung.co.id, 31/12/ 2021, Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak( PPPA) Pesisir Barat mencatat, 1.122 perempuan di kabupaten itu berperan sebagai kepala rumah tangga.

Plt. Kepala Dinas PPPA Pesbar Budi Wiyono melalui Kabit Pemberdayaan Perempuan Bambang Sugiman menyatakan, beragam penyebab sehingga perempuan mengambil peran sebagai kepala rumah tangga.

Mulai dari perceraian hingga suami meninggal dunia. Sebagian besar dari keluarga kurang mampu.

Dinas PPPA setempat telah memberi solusi atas persoalan ini dengan memberi pelatihan keterampilan terhadap perempuan yang menjadi kepala rumah tangga. Harapannya agar perempuan yang menjadi kepala keluarga berdaya secara ekonomi. 

Hal seperti ini tidak hanya terjadi di Lampung. Akan tetapi terjadi di berbagai daerah di negeri tercinta ini.

Perempuan Korban Sekularisme-Liberalisme

Perempuan dalam peradaban sekularisme yang menolak agama untuk mengatur kehidupan dibebani dengan berbagai macam persoalan. Diantaranya menjadikan perempuan sebagai kepala keluarga. 

Salah satu penyebab perempuan menjadi kepala keluarga adalah perceraian. Tingkat perceraian makin hari makin tinggi, baik suami menceraikan istri atau istri gugat cerai dari suaminya.

Angka perceraian di Lampung Barat dan Pesisir Barat meningkat 12 persen pada tahun 2019. radarlampung.co.id, 7/1/ 2020. Kebanyakan perceraian terjadi dari pihak istri yang menggugat cerai suaminya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka perceraian. 

Pertama, KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). KDRT menyebabkan kesengsaraan, penderitaan yang dialami perempuan baik fisik atau psikologi. Istri dipukuli, ditendang, disiram air panas, bahkan diusir. Secara psikologi, istri dihina, dibentak, berkata kasar pada istrinya, tidak pernah melihat kebaikan istrinya, yang ada hanya kekurangan dan kesalahannya. Hal ini menyebabkan konflik, tidak ada ketenangan dalam rumah tangga, istri tidak kuat, akhirnya gugat cerai suami.

Kedua, adanya perselingkuhan, baik yang dilakukan oleh suami ataupun istri. Sistem pergaulan liberalisme yang dianut saat ini membuka peluang terjadinya perselingkuhan. Interaksi laki-laki dan perempuan tidak terjaga, tidak sesuai syariat. Bebas tanpa batas. 

Terlebih diera sosmed yang hampir semua orang memiliki smart phone. Adanya grup-grup alumni semasa sekolah membuat cinta bersemi kembali. Awalnya ngobrol, curhat, ahirnya merasa nyaman satu sama lain menyebabkan terjadinya perselingkuhan. Hal ini memicu keretakan rumah tangga yang berujung pada perceraian.

Ketiga, persoalan ekonomi. Sistem ekonomi kapitalisme telah gagal menyejahterakan keluarga. Melahirkan kemiskinan yang terstruktural. Melahirkan kesenjangan yang kaya makin kaya dan sebaliknya.

Suami tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga berupa sandang, pangan, papan yang menjadi tanggungjawabnya.

Di samping bahan pokok, TDL(Tarif Dasar Listrik), pendidikan, kesehatan yang terus melambung tinggi makin sulit untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Sulitnya lapangan pekerjaan, PHK terus terjadi, membuat suami tidak mampu memenuhi nafkah keluarga. Mau tidak mau, istri harus ikut bekerja, atau bahkan menjadi tulang punggung keluarga. 

Tentu saja hal ini membuat istri capek, lelah, belum lagi kewajibannya mengurus anak dan rumahnya. Hal ini bisa memicu konflik, pertengkaran, bahkan istri kurang berhikmad, hormat, taat pada suaminya. Jika dibiarkan akan berujung pada perceraian.

Dampak dari perceraian ini, mengharuskan perempuan beralih menjadi kepala keluarga. Seluruh peran dan tanggungjawab rumah tangga diperankan oleh perempuan termasuk nafkah.

Mereka terpaksa meninggalkan rumah bahkan menjadi TKW ke luar negeri. Mereka meninggalkan anaknya demi untuk menyambung hidup.

Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkankan saat ini menjadikan perempuan miskin, tidak ada kepedulian, perhatian termasuk jaminan hidup, apa lagi sejahtera. Mereka rela pergi pagi pulang petang, banting tulang demi memenuhi nafkah keluarganya.

Peran mereka sebagai ibu dan pendidik utama bagi anaknya tidak bisa berjalan dengan baik dan optimal. Naluri keibuan mereka harus ditanggalkan demi kebutuhan hidup. Generasi yang rabbani sebagai estafet peradaban bangsa dan negara sulit terwujud. Pada hal, dari ibu lah lahir generasi yang unggul.

Beginilah kondisi perempuan hidup di dalam sistem kapitalisme sekularisme. Membuat kaum hawa ini hidup penuh penderitaan, miskin, tertekan, dan tidak bisa menjalankan peran mulianya sebagaimana mestinya.

Islam Sejahterakan Perempuan

Islam agama yang paripurna, telah menetapkan peran dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan dengan tepat. Islam telah menetapkan laki-laki sebagai qowwan di dalam rumah tangga. Di pundaknya dibebankan tanggungjawab nafkan. 

Secara fitrah perempuan adalah orang yang dinafkahi, dilindungi. Perempuan sangat berharap bisa merasakan kesejahteraan, ketenangan, keamanan, kebahagiaan dalam hidupnya.

Islam memiliki mekanisme dalam menyejahterakan rakyatnya termasuk perempuan, yaitu dengan pelaksanaan syari'ah kaffah. 

Islam memastikan seluruh laki-laki yang telah dewasa mendapatkan pekerjaan agar bisa memenuhi nafkan dirinya dan keluarganya. 

Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya dan dengan upah yang seimbang. Dengan pengelolaan industri, pertanian, pertambangan, dll. 

Negara juga akan memberi pelatihan bagi para kaum adam ini agar mereka punya skil melalui penerapan sistem pendidikan. 

Negara akan memberi modal bagi mereka yang tidak berpunya.

Jika ada diantara mereka yang malas untuk bekerja, negara akan memberi penyadaran dan memberi peringatan. 

Sebagaimana yang dilakukan oleh Kholifah Umar bin Khotthob yang menegur salah seorang sahabat bernama Abu Hurairah yang dikenal sebagai sahabat yang zuhud dan karena tidak bekerja. 

Lebih jauh lagi, Rasulullah SAW memerintahkan untuk bekerja dan mencukupi kebutuhan sendiri. "Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah."

Di samping negara juga akan memberi pelayanan gratis bagi seluruh rakyatnya seperti, pendidikan, kesehatan, keamanan secara langsung.

Dengan pengelolaan harta milik umum seperti hutan, api, tambang. Semua ini dikelola oleh negara dan hasilnya akan dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. 

Negara tidak boleh menjual harta milik umum kepada siapapun, karena itu milik seluruh rakyat.

Rasulullah SAW bersabda," Manusia berserikat dalam tiga hal, air, padang rumput dan api."( HR Abu Dawud).

Islam membolehkan perempuan bekerja dengan tetap memperhatikan hukum syara. Mereka bekerja bukan untuk memenuhi nafkah, akan tetapi ingin memberi sumbangsih pada manusia karena ilmu yang ia miliki seperti dokter, guru, dosen, pengusaha, kepala dinas, pegawai dll. 

Semua ini mereka lakukan dengan tidak mengabaikan peran dan tanggungjawabnya sebagai ibu dan pendidik generasi. 

Oleh sebab itu hanya dengan islam perempuan bisa menjalankan peran dan tanggungjawabnya sebagai mana mestinya. Hanya dengan islam pula perempuan bisa hidup dalam ketenangan, keamanan dan kesejahteraan. Allahu'alam. 

Posting Komentar untuk "Tulang Rusuk Jadi Tulang Punggung"

close