Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SoftBank Undur Diri, Akankah IKN Mati Suri?




Oleh: Nurmilati

Pengumuman resmi pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) pada 26 Agustus 2019 lalu oleh Presiden Joko Widodo, menjadi daya tarik tersendiri bagi SoftBank, sebuah perusahaan modal ventura asal Jepang untuk menanamkan investasinya pada mega proyek ini. Kemudian, pada Januari 2020, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, perusahaan yang dikomandoi oleh Masayoshi son ini akan menanamkan modalnya hingga USD 100 Miliar atau setara Rp.1.430 triliun (kurs Rp.14300 perdolar).

Namun, baru saja mega proyek di bumi Mulawarman ini akan segera dimulai, investor pertama tersebut membatalkan rencananya mendanai proyek IKN yang berada di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur dengan alasan akan lebih fokus pada pendanaan starup digital, bukan proyek pemerintahan. Kompas (13/3/2022).

Lantas, benarkah alasannya demikian?

Menyoroti hal tersebut, dilansir dari laman berita nasional Kompas (13/3/2022) Direktur Center of Economic and Low Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira membeberkan beberapa sebab perusahaan induk multinasional Jepang SoftBank membatalkan investasinya di pembangunan IKN, pertama adalah adanya isyarat risiko politik dalam pembangunan IKN apalagi ada kegaduhan soal perpanjangan masa jabatan presiden imbas rencana penundaan Pemilu, yang kedua masalah keuangan internal, SoftBank mengalami kerugian akibat pandemi yang mencapai Rp.49.9 triliun, kemudian ketiga, ada kekhawatiran proyek terkendala hingga terhenti dan berakhir. Keempat, terjadinya peperangan yang terus berlanjut antara Rusia dan Ukraina sudah berdampak pada ketidakpastian ekonomi global. Sehingga, investor memprediksi risiko inflasi di negara maju akan berakibat pendanaan IKN naik signifikan. Misalkan, adanya kenaikan bahan baku besi baja, barang material, dan kontruksi. Hal tersebut berkaca pada kenaikan pembiayaan yang signifikan pembangunan ibu kota negara di Putra Jaya, Malaysia saat krisis moneter pada 1998 lalu. Media Indonesia (12/3/2022).

Berdasarkan penjabaran tadi, bisa diambil kesimpulan jika hengkangnya investor bukan semata-mata karena fokus pada investasi perusahaan portofolio SofBank Vision Fund, akan tetapi karena pihaknya tidak ingin mengambil risiko kerugian. Terlebih, perusahaan tersebut berorientasi profit, artinya sebuah perusahaan dalam menjalankan usahanya menitikberatkan pada keuntungan yang ingin dicapai.

Polemik IKN Nusantara

Apabila diperhatikan lebih saksama, sejak awal pemerintah menyampaikan rencana pemindahan Ibu Kota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur, beragam polemik bermunculan dari berbagai pihak. Mereka menilai, IKN tidak mendesak dan terlalu dipaksakan, banyaknya kepentingan pengusaha dan kapitalis. Belum lagi masalah lingkungan karena di lokasi IKN merupakan wilayah dengan kondisi kesulitan air bersih, menghilangkan hak-hak lahan pertanian dan pemukiman, sebab menurut Kepala Adat Balik di Kampung Sepaku, selama ini lahan itu hanya diakui sebagai bagian dari Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), kontroversi desain istana negara yang berbentuk burung Garuda, terkendala masalah pembiayaan, ditambah batalnya investor Asing, pemilihan Ketua dan Wakil Otorita yang dianggap tidak sesuai dengan passion-nya, ritual Kendi Nusantara yang dinilai berbau mistis, dan terbaru hengkangnya investor SoftBank.

Dengan demikian, adanya berbagai permasalahan yang ada saat ini, dinilai banyak pihak menjadi pemicu investor enggan untuk mengucurkan dananya pada proyek kontroversial ini, mereka tidak ingin uangnya hilang sia-sia karena menanggung kerugian. Sedangkan investasi jelas arahnya adalah bisnis yang bertujuan meraih keuntungan besar. Selain itu, investasi bukan bantuan gratis atau cuma-cuma. Ketika investor menanamkan modalnya di salah satu sektor prioritas investasi, misalkan infrastruktur, agrikultur, industri, maritim, pariwisata, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri, serta ekonomi digital, di mana sektor-sektor ini sangat terbuka untuk Penanaman Modal Asing (Foreign Direct Investment/FDI). Maka, di sektor tersebut investor akan memanfaatkannya semaksimal mungkin untuk kebutuhan komersialnya. Mereka tidak akan peduli dengan dampak yang ditimbulkannya, sebut saja kerusakan lingkungan. Sebab tujuan mereka hanyalah meraup keuntungan sebanyak mungkin.

Investasi dan Kapitalisme

Pemerintah selalu berdalih bahwa penanaman modal Asing menjadi salah satu sumber yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik. Maka, tak heran jika investasi kerap dijadikan tulang punggung dalam berbagai pembangunan di Tanah Air, baik pusat maupun daerah. Padahal, dengan bersandar pada negara Asing, jelas Indonesia tidak akan mampu berdiri sendiri. Sehingga, keamanan dan kemandirian negara bisa terancam. Inilah yang terjadi pada pemerintahan dengan sistem demokrasi kapitalisme liberalisme sebagai pijakannya. Penguasa dalam sistem ini tidak berfungsi sebagai penjaga dan pengurus rakyat, akan tetapi hanyalah perpanjangan tangan para pemilik modal dan merupakan alat bagi penjajah untuk menguasai aset strategis suatu wilayah.

Maka dari itu, dengan motiv investasi, pihak investor dengan mudah menyetir suatu negara bahkan mengintervensi kebijakan yang dirancang penguasa di negeri tersebut. Sehingga, aturan dirumuskan sesuai kepentingannya. Baik melalui peraturan perundangan, mulai amandemen, konstitusi hingga pembuatan berbagai Undang-undang. Ironisnya, beberapa negara kapitalis sekalipun justru menolak kehadiran investor Asing. Mereka menyadari betul jika keberadaannya berpotensi mengancam kepentingan domestik dan keamanan nasional negaranya.

Namun sayangnya, Indonesia malah sebaliknya, pemerintah justru menempuh berbagai cara supaya investor, khususnya Asing berminat menanamkan modalnya di Tanah Air, mulai dari mengundang mereka secara khusus, melakukan presentasi di berbagai forum internasional, dan menjalin kerjasama bilateral dengan negara korporasi.

Aturan Investasi dalam Perspektif Islam

Islam, begitu jelas memberikan pengaturan soal investasi, dan ini seyogyanya menjadi acuan negara dalam mengambil kebijakan. Adapun kebijakannya antara lain, investor Asing tidak diizinkan berinvestasi di sektor strategis atau sangat vital. Sebab, mereka akan sekehendaknya melakukan praktik bisnis yang merugikan rakyat. Bahkan, lebih jauh lagi bisa menjadi jalan bagi orang kafir untuk menguasai kaum Muslim. Kemudian, tidak boleh di sektor yang membahayakan alam dan masyarakat, seperti penebangan dan pembakaran hutan, produksi narkoba, minuman beralkohol, dan semisalnya. Sebab, akan menimbulkan kerusakan mental generasi kaum Muslim. Para pemodal Asing hanya diizinkan berbisnis di bidang yang halal dan tidak diizinkan membuka usaha pada kepemilikan umum atau harta rakyat. Sebagaimana yang dituturkan Rasulullah Saw "Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal yaitu, air, barang tambang, dan api. Artinya kaum Muslim memiliki hak untuk tiga hal tersebut. Sehingga jelas, ketiganya tidak diperbolehkan untuk dikelola swasta atau dikuasai pihak Asing. Terlebih, dijual. Selain itu, investasi Asing tidak boleh dalam hal yang membahayakan akhlak umat Islam, seperti perjudian, tempat hiburan malam (THM), dan semisalnya. Dilarang berinvestasi di sektor nonriil, misalkan pembiayaan di bidang pasar modal, sebab jual beli dalam konteks ini bisa berakibat pada kehancuran ekonomi sebuah peradaban. Termasuk segala bentuk muamalah yang mengandung riba. Investor yang akan menanamkan modalnya bukanlah yang terkategori muharriban fi’lan, yakni negara yang secara nyata memerangi Islam dan kaum Muslim.

Dengan demikian, aset-aset strategis negara tidak boleh diserahkan kepada korporasi asing maupun swasta. Melalui investasi, negara khususnya rakyat akan menanggung kerugian besar.

Maka dari itu, sangatlah berbahaya jika negara membuka pintu investasi bagi siapa pun

Maka dengan demikian, dari fakta yang terindera dapat disimpulkan bahwa ketidakmandirian suatu negara akibat adanya campur tangan pihak Asing, dalam hal ini investor yang mengeruk keuntungan dari penderitaan rakyat atas nama investasi yang sejatinya merusak tatanan ekonomi bangsa, sebagai konsekuensinya dari pemberlakukan sistem rusak dan merusak, yakni demokrasi sekularisme kapitalisme. 

Oleh karena itu, harus ada kebijakan strategis yang bisa mengubah kondisi negara saat ini, yaitu dengan merubah sistem pemerintahan yang ada saat ini dengan sistem yang berasal dari Allah Azza wa Jalla (Islam). sudah saatnya bangsa ini berpikir ke arah sana demi kemajuan dan kesejahteraan Indonesia sekaligus rakyatnya. Walhasil, satu-satunya cara untuk membangun perekonomian dengan tangguh dan penuh berkah adalah dengan menerapkan syariah di bawah naungan Khilafah Islamiah. 

Posting Komentar untuk "SoftBank Undur Diri, Akankah IKN Mati Suri?"

close