Jangan Lupakan Sejarah Bangsa




Oleh : L. Nur Salamah, S.Pd (Aktivis Muslimah Batam)


Mengejutkan dan sangat disayangkan. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Andika Perkasa, yang membolehkan keturunan PKI menjadi anggota TNI merupakan kebijakan yang seolah-olah menyelisihi kebijakan panglima-panglima sebelumnya. Kita ketahui, TNI merupakan tenaga militer negara, sebagai benteng perlindungan dan perlawanan terhadap PKI dengan ideologi komunisme yang diusungnya.

Adapun kebijakan tersebut menurutnya sudah sesuai dengan hukum, yaitu mengacu pada TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966. Namun, ketika kita bicara soal kebijakan, seharusnya tidak bersandar hanya kepada aspek hukum semata. Namun, ada hal lain yang berkelindan yaitu aspek politis dan aspek historis. Sehingga, dalam penerapannya harus memperhatikan juga dari aspek situasional kondisional, aspek etik maupun aspek agama.

Sebagai masyarakat Bangsa Indonesia semestinya tidak boleh melupakan sejarah di masa lalu. Mengutip pernyataan ahli strategi militer Israel bahwa suatu bangsa tidak akan bangkit manakala tidak peduli dengan sejarahnya, tidak memiliki perencanaan yang matang alias spontanitas dan tidak memiliki literasi yang tinggi. Dengan kata lain minat baca yang sangat rendah.

Kita ini, Indonesia telah mengalami masa-masa yang luar biasa. Bagaimana pahit getirnya perjuangan. Namun, berulang kali mencoba untuk membuka peluang kepahitan itu berulang kembali. 

Kita ketahui bersama bahwa PKI telah terbukti melakukan tindakan makar terhadap Pancasila maupun kekuasaan pemerintahan yang sah. Namun, beberapa kebijakan yang muncul seakan-akan ada upaya untuk melunakkan atau mengaburkan bagaimana keradikalan dan revolusionernya PKI.

Kalau kita tidak waspada, ideologi yang bertentangan dengan anak bangsa, bertentangan dengan nasionalis terutama dengan Islam ada potensi untuk bangkit kembali melalui kebijakan-kebijakan yang secara langsung tidak kita sadari. Dan kita mesti menyadari bahwa yang namanya ideologi itu tidak akan pernah mati meskipun ideologi tersebut tidak sesuai dengan fitrah manusia.

Sebagai bangsa yang dikatakan religius nation states kita harus benar-benar yakin bahwa komunisme itu bertentangan dengan ajaran Islam. Kalau sudah jelas demikian, apakah kita masih akan memberikan ruang untuk itu? 

Mengutip dari pernyataan Prof. Suteki bahwa berbagai kebijakan yang muncul ini ada indikasi untuk memoderasi komunisme. Moderasi adalah sebagai pemahaman sisi yang berlawanan dari radikalisasi. Istilah lainnya adalah sebuah proses melunakkan suatu pemikiran termasuk dari sikap maupun tindakan.

Komunisme itu bisa disebut sebagai paham yang radikal dan revolusioner. Keradikalannya itu telah dibuktikan dengan adanya pemberontakan di tahun 1948. Umat Islam telah banyak menjadi korban. Bukan hanya itu, di tahun 1965 juga terkenal dengan G 30 S PKI, yang juga menelan banyak korban. Di sana terlihat jelas bahwa Komunisme yang telah mengejawantah dalam PKI telah melakukan tindakan makar yang luar biasa.

Namun, sepanjang era reformasi tampak ada upaya-upaya untuk melakukan moderasi itu. Yaitu melunakkan seolah-olah ideologi komunis tidak lagi radikal. 

Menurut pakar hukum dan masyarakat, ada enam kebijakan publik yang terindikasi melunakkan yaitu yang pertama, upaya pencabutan TAP MPRS nomor 25 tahun 1966 yang dilakukan sejak tumbangnya Presiden Abdurrahman Wahid. Yang kedua, tidak menjadikan TAP MPRS nomor 25 tahun 1966 sebagai pertimbangan dalam pembentukan rancangan undang-undang, dahulu dikenal dengan istilah haluan ideologi pancasila tahun 2020. Yang ketiga, hak pilih diberikan kembali sesuai dengan putusan MK nomor 11 sampai 17 tahun 2003. Yang keempat, penerbitan SKKPH (Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM) bagi orang-orang eks Partai Komunis. Yang kelima, rekonsiliasi PKI. Yang terakhir adalah yang terbaru yaitu tentang kebolehan keturunan PKI menjadi anggota TNI. Ini adalah kebijakan yang sangat luar biasa. Sebuah gambaran yang mengarah kepada apa yang disebut dengan istilah moderasi komunisme melalui kebijakan publik. 


Allahu’lam bishowwab. 

Posting Komentar untuk "Jangan Lupakan Sejarah Bangsa"