Praktik Perdukunan Tumbuh Subur dalam Sekularisme
Oleh: Ismawati
Zaman sudah semakin maju, teknologi pun sudah semakin canggih. Namun, karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat untuk mendapat kepastian setiap perkara kehidupan membuat praktik perdukunan dipilih sebagai solusi. Sebab, usaha sudah dijalankan, do'a tak terputus, bahkan kesabaran sudah disediakan seluas-luasnya tak membuahkan hasil. Sementara praktik perdukunan dipercayai membawa angin segar pun dipilih.
Sejatinya, Dukun juga manusia. Tak lepas dari salah juga dosa. Manusia itu kemampuannya terbatas. Sangat sulit menjangkau hal gaib jika tidak dibantu dengan makhluk lainnya. Maka, wajar jika andai ditemui beberapa kasus perdukunan berujung penipuan.
Seperti misalnya yang terjadi di Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel). Karena terdesak ekonomi, Djumari alias Eko (54) nekat menjadi dukun palsu. Ia mengaku kepada tetangganya bisa mengambil uang juga emas batangan gaib. Setiap orang harus membayar mahar sebesar Rp 22 juta.
Dari keterangan pelaku, Eko melakukan ritual untuk menarik uang atau emas gaib di sekitar rumah korban. Pelaku mengisi kotak kardus dengan batu bata seolah-olah emas batangan. Pelaku pun meminta korban untuk membukanya tiga bulan kemudian. Dari situlah aksi korban untuk bisa kabur (TribunSumsel, 30/3/2022).
Tidak hanya itu, praktik perdukunan palsu juga terjadi di Banyuasin yakni penipuan pengobatan alternatif palsu. Sebanyak 300-an korban ditipu bisa hamil cepat dengan cara memakan tiga butir garam, tujuh melati, dan bibit ikan lele. Ketiga pelaku tersebut yakni Sarwati alias Teteh (50), Mariah Abdul Malik (45) dan Dwi Indah Nur Welly(45) sudah menjalankan praktik ini selama tiga tahun (Kompas.com, 30/3/2021).
Sungguh, ironi perdukunan tumbuh subur di alam sekularisme. Sebab, asas ini meminuskan peran pencipta sebagai pengatur dalam kehidupan. Akibatnya, minimnya pemahaman agama mengakibatkan umat terjebak perdukunan. Setan berhasil menjerat umat dari dosa. Akankah pula kebodohan mendominasi negeri kaya Sumber Daya Alam (SDA) seperti Sumsel ini? Sehingga kebenaran tertutupi dengan praktik syirik yang tidak dapat diterima nalar manusia.
Maka, telah terbukti bahwa negara yang berasaskan sekuler telah gagal menjaga akidah umat hingga terjebak kesyirikan. Sekularisme yang melahirkan kapitalisme mengakibatkan standar kebahagiaan manusia tolok ukurnya adalah meraih kebahagiaan materi. Sehingga, materi akan dicari sebanyak-banyaknya meskipun dengan jalan haram.
Ditambah lagi praktik kesyirikan sendiri telah di "endorse" oleh negara. Tentu masih segar dalam ingatan kita bagaimana praktik pawang hujan Mandalika, Mbak Rara yang viral aksinya mengatur cuaca saat pergelaran MotoGP di Mandalika. Ironis memang, negara malah melestarikan praktik syirik semacam ini. Bahkan, menganggap hal itu adalah budaya yang harus dilestarikan.
Sungguh, umat harus bangkit dari kebodohan praktik perdukunan dan syirik. Sebab, praktik ini hanya akan mengakibatkan dosa besar dan mengundang azab dari Allah Swt. Yakinlah, tidak ada kekuatan makhluk yang lebih tinggi dari Sang Pencipta. Sementara meminta bantuan kepada dukun, sama artinya meminta bantuan kepada setan. Setan itu adalah musuh nyata bagi manusia.
Sementara di dalam Islam, praktik perdukunan hukumnya haram. Berdasarkan Firman Allah Swt. “Apakah akan Aku beritakan kepada kalian, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak berbuat jahat/buruk (para dukun dan tukang sihir). Setan-setan tersebut menyampaikan berita yang mereka dengar (dengan mencuri berita dari langit, kepada para dukun dan tukang sihir), dan kebanyakan mereka adalah para pendusta.” (QS asy-Syu’araa’: 221-223).
Rasulullah Saw. pun bersabda, “Barang siapa mendatangi peramal lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima salatnya selama 40 hari.” (HR. Muslim). Inilah dalil dilarangnya mendatangi dukun,penyihir, peramal, dan sebagainya.
Bahkan, uang yang dihasilkan dari praktik perdukunan sudah jelas haram. Rasulullah Saw. bersabda, “Nabi saw. melarang upah dari hasil penjualan anjing, upah pelacuran, dan upah dari perdukunan.” (HR al-Bukhârî, Muslim, al-Tirmidzi & Abu Dawud). Oleh karena itu, praktik perdukunan semacam ini harus tegas ditolak oleh umat.
Perkuat iman dan Islam kita agar tidak mudah meminta kepada makhluk yang lemah. Hanya Allah Swt. tempat meminta, yang akan mengabulkan doa-doa kita di waktu yang tepat. Iman ini pula yang akan menjadikan standar bahagia dalam hidup bukan materi, melainkan rida Allah Swt. Sehingga apa-apa yang kita kerjakan akan sejalan dengan perintah-Nya.
Di samping itu pula, butuhkan peran negara agar praktik perdukunan dapat terhenti. Negara menjaga akidah umat agar tidak terjerumus ke hal yang mengharamkan. Termasuk pula sarana dan prasarana berbau mistik. Negara juga bisa menerapkan sanksi bagi siapa saja yang berpaling dari Allah Swt. Sehingga, manusia hanya akan meminta kepada Allah Swt. Sayangnya, negeri yang mampu menciptakan kehidupan islami hanya ada dalam sistem Islam (Khilafah). Mari menjadi bagian dari perjuangan mendakwahkan Islam secara kaffah!
Wallahua'lam bishowab.
Posting Komentar untuk "Praktik Perdukunan Tumbuh Subur dalam Sekularisme"