Garuda Disuntik Dana Kembali, Akankah Tepat Sasaran?




Oleh: Afina Ratnasari, S.Psi (Pendidik dan Aktivis Dakwah Islam)


Kembali lagi terdengar bahwa maskapai berplat merah mendapat suntikan dana. Garuda Indonesia bakal mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp7,5 triliun pada 2022. Hal ini disepakati Panitia Kerja (Panja) penyelamatan Garuda Indonesia Komisi VI DPR RI. Suntikan anggaran ini disahkan setelah Panja dan Kementerian BUMN menyepakati pelaksanaan skema penyelamatan bisnis dan keuangan emiten dengan kode saham GIAA ini. 

Ketua Panja Penyelamatan Garuda Indonesia Komisi VI, Martin Manurung menyebut Panja menyetujui adanya pemberian PMN sebesar Rp7,5 triliun kepada Garuda. Anggaran ini bersumber dari cadangan pembiayaan investasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2022. Anggaran ini akan diperoleh Garuda, bila maskapai penerbangan ini mencapai kesepakatan damai dengan kreditur dalam skema Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dengan kreditur. Saat ini PKPU tengah berlangsung (https://economy.okezone.com, (22/04/22)).

Menurut Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II Kartika Wirjoatmodjo atau Tiko berujar utang PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah menembus US$ 9,8 triliun atau nyaris setara dengan Rp 140 triliun (asumsi kurs Rp 14.247). Jumlah utang terbesar berasal dari kewajiban pembayaran sewa pesawat kepada lessor (https://bisnis.tempo.co, (10/11/21)). Belum lagi di saat pandemik tahun 2020, tepatnya pada kuartal III, PT Garuda Indonesia menanggung kerugian mencapai Rp 15 Triliun. 

Meskipun telah dipaparkan bahwa kerugian maskapai berplat merah ini berasal dari sewa maskapai kepada lessor dan akibat pandemik. Namun publik pun seharusnya taklupa kerugian perusahaan BUMN ini karena korupsi besar- besaran yang terjadi. 

Dilansir dari Kontan.co.id, Jaksa Agung RI, ST Burhannudin mengungkapkan perkembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat udara PT Garuda Indonesia (Persero) TBK (GIAA) tahun 2011 -2021. Adapun jumlah utang korupsi yang dicatat oleh KPK mencapai 390 Milyar.

Maka dari itu, pangkal masalah bukan dari sisi pengeluaran yang tinggi akibat biaya sewa saja. Mukhamad Misbakhun, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, menilai persoalan di Garuda bukan hanya menyangkut suntikan dana. Pasalnya, meskipun pemerintah sudah menggelontorkan triliunan rupiah melalui Penyertaan Modal Negara atau PMN untuk Garuda Indonesia, kondisi maskapai flag carrier itu tak membaik.

Apabila maskapai plat merah dibiayai oleh dana dari rakyat, apakah rakyat akan menikmati keuntungannya? Tetap saja masyarakat harus merogoh kocek yang besar untuk menikmati fasilitas maskapai tersebut. Bahkan harga yang dibayar pun tidak bersahabat dengan kantong rakyat kecil. Jangan sampai rakyat kembali terluka karena dana yang disuntikan guna menyelamatkan perusahaan dari collaps justru malah mengalir ke para tikus berdasi. 

Inilah karakter penguasa dalam sistem kapitalis. Dimana sistem ini mengajarkan penguasa untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk dirinya ataupun kelompoknya. Sedangkan hubungan dengan rakyat hanya sebatas seperti pedagang yaitu adanya pembeli dan penjual. Sehingga ingin mengantongi keuntungan dari rakyatnya sendiri, bukan menjadi pihak yang siap berperan melayani rakyat.

Sangat berbeda dengan sistem Islam, dimana sistem pemerintahan ini berasal dari wahyu Allah SWT. Orientasi kepemimpinannya untuk mengurusi urusan umat sebagaimana yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. 

“Imam (kepala negara) adalah penggembala, hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya.“ (HR Bukhari dan Muslim )

Dalam sistem Islam yakni Khilafah, kasus maskapai Garuda Indonesia ini tidak akan pelik dan berlarut- larut. Sebab Khilafah memiliki perencanaan yang matang dalam hal infrastruktur negara. Berdasarkan syeikh Abdul Qadim Zallum dalam buku Sistem Keuangan Negara Khilafah, Garuda Indonesia termasuk kedalam infrastruktur jenis kedua yaitu disebut Marafiq. 

Dalam Khilafah negara wajib untuk menyediakan sarana umum sehingga seluruh masyarakat dapat memanfaatkan sarana tersebut. Bahkan warga dalam naungan khilafah bisa menikmati dengan harga murah dan gratis. Sebab pembangunan bandara, landasan pesawat terbang, maskapai dan seluruh operasional sarana serta prasarana menjadi tanggung jawab Khilafah. Baik pengadaan barang maupun jasa serta pembiayaannya. 

Khilafah akan membangun sarana transportasi yang merata baik di pedesaan, provinsi ataupun tempat yang dapat melayani masyarakat dengan optimal. Sebagaimana saat masa Kekhilafahan Turki Utsmaniyah, Khalifah membangun jalur kereta api Hijaz agar memudahkan jamaah haji dan umrah. Adapun dana yang diambil bukan dari pajak (malak rakyat) melainkan dari Baitul Mal atau pos kepemilikan negara (kharja, fai, ghanimah, dll) untuk membiayai pembangunan infrastruktur tersebut, termasuk maskapai penerbangan. 

Seluruh mekanisme ini dapat berjalan dengan baik karena dijalankan oleh para aparatur negara yang amanah dan bertanggungjawab. Selain itu, mereka juga cekatan, professional serta ahli dalam bidangnya. Sistem Khilafah yang lahir dari Akidah Islam akan menyeleksi setiap punggawa pemerintah menjadi manusia yang taat, bersih dan tidak gila harta. 

Demikianlah, solusi yang ditawarkan Khilafah, agar seluruh rakyat bisa menikmatnya bukan hanya segelintir orang saja. Wallahua’lam bishawab 

Posting Komentar untuk "Garuda Disuntik Dana Kembali, Akankah Tepat Sasaran?"