Bencana Ekologis Akibat Penanggulangan Buruk dari Sistem Kapitalisme



 

Oleh: Rasyidah (Mahasiwa STAI YPIQ Baubau)


Mau sampai kapan masalah bencana ekologis ini dapat diselesaikan dengan tuntas? kalau akar pemasalahannya tidak tersentuh dengan bijak. Dalam sepekan ini diwilayah indonesia banyak di timpa musibah di lansir oleh Merdeka.com pada Jumat (15/7)  Banjir melanda Garut malam hari yang menyebabkan hanyutnya sembilan rumah sedangkan puluhan rumah lainnya mengalami kerusakan. 

Dari peristiwa tersebut Uu Ruzhanul selaku Wakil Gubernur Jawa Barat menilai banjir yang terjadi bukan hanya akibat curah hujan yang tinggi, tetapi karena adanya pembabatan dan alih fungsi lahan di kawasan Hulu Sungai. Dalam kejadian tersebut pemerintah Provinsi Jawa Barat meminta warga yang tinggal di sempadan sungai untuk segera pindah, mengingat agar tidak ada lagi korban ketika banjir.

Masih peristiwa yang sama adalah masalah banjir melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Sabtu (16/7) ada 304 rumah yang terdampak banjir di Kecamatan Telukjambe Barat Desa Karangligar, Karawang, Jawa barat. Banjir disebabkan intensitas curah hujan yang tinggi sehiingga aliran sungai Cidawolong dan Kedunghurang meluap  ke pemukiman penduduk setempat (CNN Indonesia).

BNPB menghimbau pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengantisipasi potensi waspada bahaya banjir susulan dengan menjaga sungai dan selokan tetap bersih agar mampu menampung debit air tinggi ketika musim hujan.

Runtutan kejadian bencana alam lain dilansir oleh Kompas.com pada Minggu (17/7) Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi pukul 08.47 WIB. Kejadian tersebut dikonfimasi oleh Oktory Prambada, Koodinator Gunung Api di Unit Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, erupsi terjadi sebanyak 2 kali sejak pukul 00.00 dengan ketinggian 1000 hingga 2000 meter di atas Puncak.

Oktory menjelaskan, erupsi yang terjadi pada hari tersebut adalah konsekuensi tekanan yang berlebih di pust erupsi setelah beberapa hari gunung api tidak mengalami erupsi  dan anak Krakatau memang dalam seri fase erupsi yang berkaitan dengan pembentukan kembali cone yang telah longsor pada 2018 lalu.

Fenomena ekologis yang terjadi di berbagai daerah di Indoensia ini dari tahun ke tahun tak usai meemukan solusi yang benar-benar tuntas, melainkan terpaan derita yang terus dikirimkan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya yang menurut mereka itu bisa teratasi, namun upaya yang dilakukan hanya sebatas respon dan tindakan kecil atas apa yang menimpa rakyatnya. Misal seperti yang terlihat dalam fakta di atas pemerintah dalam menangani banjir hanya sebatas menyuruh rakyatnya pindah kelokasi yang aman yang jauh dari aliran suangai.Begitu pun juga upaya dalam menangani gunung berapi yang ada di berbagai wilayah Indonesia hanya sebatas upaya kecil, misal hanya pemberitahuan sekedarnya saja dari pihak BNPB untuk tetap waspada.

Bencana alam yang berulang seharusnya memberikan penyadaran totalitas kepada pemerintah untuk mengelola negeri ini dengan baik bukan malah merusaknya dengan mengundang para kapitalisator yang menjadi tameng dalam kezaliman bagi rakyat pribumi. Bencana alam yang terjadi menuntut  manusia menyadari KeMahaKuasaan Allah, serta mengevaluasi perilaku individu dan Sistem terhadap alam.

Sesungguhnya Bencana ekologis yang menimpa di berbagai wilayah di Indonesia bukan hal yang baru, dikarenakan negeri nyatanya memang berada di letak garis khatulistiwa sehingga mmebuatnya memilki iklim tropis yang hanya memilki dua musim saja yakni musim penghujan dan kemarau akibatnya suatu ssat bisa terjadi banjir yang berkepanjangan dan juga kekeringan yang berkepanjangan.

Seyogyanya pemerintah sudah sejak dini telah mempersiapkan segala sesuatu untuk bisa menangani berbagai bencana ekologis yang ada diwilayah indonesia ini. Pemerintah juga seharusnya mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi dan telah belajar dari pengalaman sebelumnya sehinnga cepat, sigap dan tanggap dalam menangani bencana tersebutsehingga mininimal dapat mengurangi korban jiwa.

Tetapi inilah Realitas yang terjadi di negeri ini si pengadobsi sistem buruk, busuk Kapitalisme-sekularisme, dalam hal ini sulit mengharapkan pemerintah dapat bekerja secara proposional dan komprehensif serta memberikan perhatian besar terhadap nasib rakyatnya.Selanjutnya, bagaimana sikap seharusnya  mendudukan bencana yang menimpa kita sebagai rakyat? Apakah hanya sekedar pasrah kepada keadaan? Apakah kita tidak boleh Protes menyalahkan pemerintah dalam mengelola dan meanggulangi bencana.

Islam memandang bahwa keberadaan potensi bencana alam yang terjadi di suatu daerah adalah bagian dari ketetapan Allah yang tidak bisa dipungkiri dan terhindari darinya.Akan tetapi, sebagai manusia yang memiliki akal pasti ada ikthiar  yakni upaya yang harus dilakukan untuk menghindari serta meminimalisir keburukan yang dapat ditimbulkan, hal ini telah di contohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sehingga potensi bencana alam dengan izin Allah dapat dihindari dengan kebijakan negara khilafah islamiyah secara paripurna dan solutif, tentu tak terlepas dari Nash dan pertimbangan Aqliyah.

Dalam islam, konteks penanganan musibah negera khilafah memetakan kebijakan tersebut secara komprehensif yang tegak lurus atas  asas Akidah Islamiyah, prinsip pengaturannya didasarkan pada syariat islam dan tujukan untuk kemaslahatan umat. Penanganan bencana dalam Negara Khilafah meliputi tiga tahapan yakni penanganan prabencana, ketika bencana dan pascabencana.

Penanganan Prabencana istilah lain melakukan mitigasi merupakan semuanya kegiatan ditujukan untuk mencegah atau menghindarkan penduduk dari bencana. Mitigasi bencana adalah serangkain usaha dan upaya mnegurangi resik bencana baik pembangunan fisik ataupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bahaya bencana baik bencana alam, bencana ulah manusia maupum gabungan dari keduanya. Kegiatan ini dalam hal pembangunan sarana fisik untuk mencegah bencana dengan ini negara membntuk tim-tim SAR yang memiliki kemampuan teknis dan non teknis untuk menangani bencana. Tim iini di bentuk khusus dan di pahamkan dengan kemampuan dan peralatan canggih misal, alat-alat telekomunikasi, alat-alat evakuasi, alat-alat medis serta berbagai alat-alat lainnya yang itu dibutuhkan pascabencana sehingga mereka selalu siap siaga untuk ditugaskan ditepat yang terjadi bencana. Selain itu tim SAR ini bergerakaktiv melakukan edukasi secara efektif dan efisien kepada masyarakat, sehinnga masyarakatnya mempunyai kemampuan untu mengantisipasi, menangani serta me-recovey dari bencana.

Sementara penanganan ketika terjadi bencana adalah dengan selurh kegiatannya ditujukan untuk mengurangi jumlah korban dan kerugian material efek dari bencana. Kegiatan yang dilakukan adalah segera mengevakuasi korban dengan membuka akses jalan dan komunikasi dengan korban dan mengalihkan material bencana (seperti banjir, tanah lingsir ataupun lahar dll) ketempat yang layak dan tidak dihuni manusia atau menyalurkannya ke tempat yang telah disiapkan sebelumnya. Kegiatan lainnya adalah penyiapan loasi pengungsian, pemebntukan dapur umum dan posko kesehatan, serta membuka akses jalan dan komunikasi untuk memudahkan tim SAR berkomunikasi dan mengevakuasi korban.

Adapun penanganan yang dilakukan pascabencana adalah semua kegiatannya du tujukan untuk me-recovey korban bencana agar mereka mendapatkan pelayanan terbaik selama berada di pengusngsian dan memulihkan kondisi perasaan mereka agar tidak depresi atauapun stres ditambah lagi dampak psikologis lainnya. Negara me-recovey lingkungan tempat tinggal mereka, kantor pemerintahan, tempat peribadahan, rumah sakit, pasar dan lainnya secara keseluruhan. Khlafah akan melakukan perbaikan-perbaikan secepatnya agar masyarakat bisa menjalankan kehidupannya sehari-hari dengan keadaan normal.

Inilah potret utuh negara khilafah menanggulangi masalah bencana ekologi dalam sistem Islam. Luar biasa, Sistem ini benar-benar jelas, praktis, serta memprioritaskan keselamatan masyarakatnya tanpa mengharapkan keuntungan materi apapun. Wallahu’ alam bissawab.

Posting Komentar untuk "Bencana Ekologis Akibat Penanggulangan Buruk dari Sistem Kapitalisme"