Lagu Garuda Pancasila, Untuk Siapa?
Oleh : L. Nur Salamah (Aktivis Muslimah Batam & Kontributor Media)
...
Patriot proklamasi
Sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentosa
...
Tersentak seketika, tatkala mendengar lagu tersebut. Lagu itu dinyanyikan oleh anak-anak RA. Darussalam saat melaksanakan upacara bendera di hari Senin kemarin. Muncullah pertanyaan besar dalam hati ini. Mengapa lagu itu masih dinyanyikan? Apa makna yang terkandung di dalamnya? Benarkah kita sebagai masyarakat sudah mendapatkan keadilan? Apakah kita merasakan kehidupan yang makmur dan sentosa?
Mari kita coba mengurai. Bicara keadilan, masih jauh panggang dari api. Hukum di negeri ini laksana pisau dapur, hanya tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Masyarakat sudah muak dengan berbagai ketidakadilan dan kezaliman yang dilakukan oleh penguasa dan penegak hukum.
Bagaimana Polri menangani kasus FS. Awalnya kita sempat optimis. Kasusnya akan ditangani secara jujur dan transparan. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Kemudian akan mendapatkan hukuman yang setimpal, seperti hukuman mati atau seumur hidup. Tapi apa yang terjadi hingga hari ini. Kasus ini rawan mangkrak. Maka wajar jika akan muncul Sambo Sambo yang lain.
Sangat berbeda, bagaimana mereka memperlakukan para ulama kita. Seperti yang terbaru, sidangnya Farid Ahmad Okbah. Tuduhan yang dilayangkan adalah tentang dakwah, tentang ajaran Islam. Bukan menghilangkan kepala manusia sebagaimana FS. Bukan juga menimbulkan ketakutan sebagaimana yang dilakukan salep 88. Jadi siapa sebenarnya yang menjadi teroris? Ini adalah ketidakadilan yang sangat nyata.
Ah sudah lah, memang hukum saat ini milik mereka yang berkuasa. Milik mereka yang mempunyai harta, yang bisa membeli hukum dengan harta itu. Dan rakyat kecil hanya menjadi tumbal kekuasaan.
Selanjutnya, kita bicara kata makmur dan sentosa. Makmur darimana? Sentosa apanya? Mungkin benar makmur dan sentosa tapi yang jelas bukan rakyat kecil.
Presiden Jokowi resmi menaikkan BBM pada Sabtu (3/9). Namun sangat disayangkan. Partai yang dahulunya mengaku partainya wong cilik pun, kini seperti setan bisu. Tak ada yang cerewet ataupun yang menangis. Malah sebaliknya berpesta pora merayakan ulangtahun. Astaghfirullah...
Apa para politisi dan penguasa ini tidak lagi memiliki empati. Atau jangan-jangan sudah mati rasa empati itu. Kursi kekuasaan yang dingin telah membuat hati mereka beku. Hingga tak lagi mampu merasakan beban derita yang dialami rakyatnya.
Rakyat menjadi tertuduh atas jebolnya APBN. Menurut pemerintah besarnya subsidi lah yang menjadikan APBN jebol. Padahal jika mau jujur, subsidi yang dianggap nyedot APBN ini hanya untuk membayar bunga utang negara. Adapun utang itu hanya dinikmati segelintir orang-orang kaya saja. Mengapa pemerintah seolah tidak pernah mengusik para koruptor yang selama ini nggarong duit negara.
Diakui atau tidak kenaikan BBM ini pasti akan berdampak pada naiknya harga barang dan jasa yang lain. Seyogyanya pemerintah ini sedikit empati dengan menahan dulu kenaikan BBM ini. Setidaknya mencoba cara lain yang tidak membebani rakyat. Seperti menunda atau tidak memaksakan mega proyek IKN yang pasti nyedot biaya sangat besar. Kemudian proyek-proyek yang lain yang tidak begitu mendesak dan tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan rakyatnya.
Tapi memang beginilah tabiat dalam sistem ekonomi yang kapitalistik. Kebijakan yang ditetapkan sama sekali tidak pernah pro terhadap rakyat. Tapi sebaliknya, setiap kebijakan yang dikeluarkan hanyalah untuk kepentingan oligarki atau kepentingan para pemilik modal.
Lantas, apa yang harus kita lakukan? Tidak ada cara lain kecuali dengan muhasabah lil hukam (mengingatkan penguasa) dan berdakwah menyadarkan umat, bahwasanya hanya dengan penerapan syariat Islam lah, yang mampu menciptakan keadilan dan kesejahteraan yang hakiki. Karena penguasa dalam Islam itu berlandaskan keimanan yang kuat kepada Allah. Dan tanggung jawabnya adalah mengurus urusan umat dalam rangka meraih rida Allah semata. Tidak ada kepentingan dengan apapun dan siapapun di dunia ini. Allahu'alam Bishowwab.
Posting Komentar untuk "Lagu Garuda Pancasila, Untuk Siapa?"