Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Miris, Stunting Ditangani Setengah Hati





Oleh: Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP) 


Lagi kabar tidak sedap berhembus tentang pengelolaan keuangan negara. Kemenkeu, Sri Mulyani menjadi geram akan pelaksanaan program penanganan stunting pada bayi (14/03). Padahal masih ada 6 juta balita yang rawan stunting.

Dalam program penanganan stunting terdapat 283 sub kegiatan. Total anggarannya mencapai Rp 77 trilyun. Yang aneh terdapat sub kegiatan yang sesungguhnya tidak terkait erat dengan penanganan stunting, seperti pembangunan pagar puskesmas. Bahkan yang lebih mencengangkan adalah untuk rapat koordinasi dan pelatihan menelan biaya sebesar sekitar Rp 240 milyar. Sedangkan dana yang langsung masuk mulut balita atau melalui ibunya hanya sekitar Rp 34 trilyun. Tentunya besaran dana ini masih sangat minim. Tidak kurang dari 50 persen yang benar-benar untuk stunting.

Padahal dana sebesar Rp 75 milyar bisa digunakan untuk memberikan jatah perbaikan gizi sebanyak 14 ribu balita lebih selama setahun. Per bulannya mendapat bantuan senilai Rp 425 ribu setiap balita. Artinya pelaksanaan rapat koordinasi maupun pelatihan dalam program penanganan stunting ini bisa diminimalisir. Apalagi perbaikan sarana fisik fasum kesehatan mestinya masuk alokasi anggaran untuk program selain penanganan stunting. Dengan kata lain anggaran dana program penanganan stunting betul-betul tepat sasaran. Bukankah ditargetkan dalam RPJPM 2020-2024, tingkat stunting di Indonesia turun hingga 14 persen di 2024. Saat ini tingkat stunting masih tergolong tinggi di kisaran 24 persen atau sebanyak 6 juta balita. Apalagi dampak dari naiknya BBM yang memicu naiknya harga-harga kebutuhan pokok akan meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia. Tingginya tingkat stunting linear dengan tingginya angka kemiskinan.

Demikianlah sistem sekuler dalam mengurusi kepentingan rakyatnya. Secara tertulis disebutkan bahwa salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan umum. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, anggaran dana suatu program masih menggunakan pola pikir "harus habis di akhir tahun anggaran". Akibatnya terjadi salah arah dan sasaran termasuk dalam program penanganan stunting pada anak balita. Artinya penggunaan anggaran stunting untuk hal-hal yang tidak langsung berkaitan, apalagi tidak ada hubungannya dengan stunting, akan menguatkan indikasi korupsi dalam penganggaran, pengadaan dan pengawasannya. Pasalnya menurut KPK sendiri, selama ini belum ada pengawasan yang rigit terkait penggunaan anggaran stunting.

Stunting itu Masalah Sistemik

Masalah stunting ini tidak lantas akan selesai dengan adanya program bantuan gizi dari pemerintah. Pasalnya, masalah stunting adalah masalah sistemik. Dari aspek penganggaran saja, banyak bermunculan sub kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan stunting anak. Apalagi penganggaran yang berlebihan hanya untuk rapat koordinasi dan pelatihan. Di Sumbar, program stunting dianggarkan Rp 208 milyar. Mirisnya, anggaran untuk rakor dan pelatihan menghabiskan dana hingga Rp 112 milyar.

Masalah stunting terkait erat dengan kebijakan politik dan ekonomi negara. Tatkala kebijakan politiknya membolehkan penguasaan swasta terhadap SDA, tentunya berimbas kepada keadaan ekonomi bangsa. BBM menjadi komoditas untuk mendapatkan keuntungan besar. Sementara rakyat harus merogoh dompetnya dalam-dalam untuk sekedar bisa bekerja dengan kendaraan motornya. Semua kebutuhan hidup naik. Sementara rakyat tetap diharuskan membayar pajak. Di lain sisi, Bank Dunia menaikkan tingkat kemiskinan dengan minimal pendapatan per hari senilai 2,15 dollar AS. Artinya tingkat kemiskinan di Indonesia bisa naik 13 juta orang dari angka yang dilangsir BPS.

Jadi diperlukan langkah strategis dari aspek kebijakan politik dan ekonomi. Kebijakan politik menempatkan SDA sebagai komoditas milik rakyat. Negara menjadi satu-satunya pihak yang mengelola SDA. Selanjutnya perolehan dari SDA ini diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyatnya. Negara bisa membuka lapangan kerja lebih luas. Para kepala keluarga akan termotivasi untuk bekerja dengan giat. Negara memberikan pelatihan keterampilan kerja berkala dan gratis. Selanjutnya itu digunakan sebagai bekal kerja.

Begitu pula negara bisa mengalokasikan dana bantuan bagi rakyatnya yang terkendala untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Bisa jadi kepala keluarganya sudah tua dan lemah, atau mengalami cacat sehingga tidak mampu bekerja. Negara akan menyalurkan bantuan dana untuk keluarga yang tidak mampu, termasuk untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak mereka.

Yang lebih penting lagi adalah adanya para petugas negara yang amanah. Mereka akan benar-benar menyalurkan dana bantuan untuk rakyatnya. Mereka menyadari bahwa sebagai pejabat negara harus mengurusi rakyat dengan sebaik-baiknya. Rasulullah Saw memberikan warning dalam hal ini dengan sabda beliau. 

انك ضعيف وانها امانة، وانها يوم القيامة حزي وندامة، الا من اخذها بحقها وادى الذي عليه فيها. 

(Wahai Abu Dzar) sesungguhnya kau lemah. Urusan kepemimpinan ini amanah. Di hari kiamat akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa saja yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikannya dengan baik. 

Demikianlah gambaran seorang pemimpin dan pejabat yang amanah. Kepentingan rakyat didahulukannya. Karena hal tersebut akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt. 

Inilah beberapa kebijakan negara yang digariskan oleh Islam dalam mengurusi SDA dan ekonomi rakyatnya. Di dalam sistem Islam, kesejahteraan rakyat akan mudah untuk diwujudkan. 


#20 Maret 2023 

Posting Komentar untuk "Miris, Stunting Ditangani Setengah Hati"

close