Golden Visa untuk Investor Asing, Berbahayakah?
Oleh: Alfisyah Ummu Arifah (Pegiat Literasi Islam Kota Medan)
Karpet merah sudah dibentang lebar lagi di negara ini. Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, akan mempertimbangkan untuk memberikan golden visa kepada tokoh-tokoh berdampak bagi Indonesia. Bahkan tidak menutup kemungkinan visa spesial ini diberikan kepada Bos Tesla, Elon Musk.
Golden visa sendiri merupakan skema izin tinggal yang diberlakukan oleh suatu negara melalui mekanisme pemberian fasilitas izin tinggal kepada Warga Negara Asing (WNA) melalui investasi atau membayar sejumlah biaya tertentu. Luhut menilai, kebijakan ini akan mendatangkan manfaat bagi Indonesia (detikFinance,8/09/2023)
Banyak yang menilai ini baik. Semata-mata demi menghidupkan kembali perekonomian negara ini paska Covid-19 tahun lalu. Negara ini membutuhkan dana segar. Harus ada cara membujuk investor masuk ke negara ini dalam 5-10 tahun ke depan.
Sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia pada 6 September 2023, Ketentuan mengenai Golden Visa diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 22 tahun 2023 mengenai Visa dan Izin Tinggal, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82 tahun 2023. Dua aturan itu baru saja terbit pada 30 Agustus 2023.
Penerbitan visa spesial ini ditujukan untuk menarik orang tajir ke Indonesia, sehingga bisa bermanfaat bagi perkembangan ekonomi dalam negeri.
Ada tiga jenis warga negara asing yang berhak mendapatkan Golden Visa. Pertama adalah investor perorangan yang akan mendirikan perusahaan di Indonesia. Pemerintah mengharuskan orang tersebut untuk berinvestasi minimal US$ 2,5 juta atau setara Rp 38 miliar untuk mendapatkan Golden Visa dengan izin masa tinggal 5 tahun.
Sedangkan untuk masa tinggal 10 tahun, nilai investasi yang disyaratkan adalah sebesar US$ 5 juta (Rp 76 miliar).
Syarat minimum investasi untuk investor korporasi diatur secara berbeda. Pemerintah mewajibkan korporasi untuk berinvestasi paling sedikit US$ 25 juta (Rp 380 miliar). Golden Visa untuk korporasi itu nantinya akan diberikan kepada jajaran direksi dan komisaris perusahaan untuk masa tinggal 5 tahun. Sedangkan untuk nilai investasi US$ 50 juta maka para direksi dan komisaris akan mendapatkan Golden Visa yang berlaku selama 10 tahun.
Adapun bagi investor asing perorangan yang tidak mendirikan perusahaan di Indonesia juga bisa mendapatkan Golden Visa. Untuk Golden Visa 5 tahun, pemohon diwajibkan menempatkan dana senilai US$ 350.000 (Rp 5,3 miliar) yang dapat digunakan untuk membeli obligasi pemerintah RI, saham perusahaan publik atau penempatan tabungan.
Sementara itu untuk Golden Visa 10 tahun, dana yang harus ditempatkan adalah sejumlah US$ 700.000 (Rp 10,6 miliar).
Lihatlah kebijakan itu, sejatinya diperuntukkan untuk pemodal. Ada manfaat besar di balik kebijakan ini secara materi. Benar-benar kapitalistik. Sementara mereka masuk ke negara ini, berapa banyak sumber kekayaan milik negara ini yang bakal habis.
Jika sudah begini jelas regulasinya, peluang investasi itu akan dibawa keluar negeri mungkin semakin besar. Karena itu memang hak mereka. Saat melihat iklim investasi tidak baik tentunya. Investasi itu membawa serta SDA milik masyarakat Indonesia. Hal ini berbahaya bagi kita.Satu persatu lenyap kepemilikan masyarakat karena regulasi kapitalistik ini.
Investasi Sumber Pemasukan yang Salah
Demikianlah jika sebuah negara menyandarkan pemasukannya dari utang dan investasi. Utang ribawi menghantarkan pads penjajahan ekonomi. Investasi asing juga demikian. Sama saja kita menyerahkan nyawa pada pemangsa.
Padahal negara kita ini berkelimpahan sumber daya alamnya. Namun akibat salah kelola dan salah ambil kebijakan, milik negara yang melimpah ruah itu akan dikuasai asing. Masyarakat tinggal gigit jari dalam kemelaratannya.
Selain itu monopoli asing juga akan terjadi di berbagai lini. Migas, listrik, tol, pendidikan, dan kesehatan. Monopoli itu menguatkan cengkeraman kapitalis di bumi yang subur ini.
Sebenarnya apakah benar konsep kebijakan pemberian golden visa itu? Mari kita melihat bagaimana Islam mengatur investasi. Adakah islam mengaturnya?
Islam Mengatur Investasi
Tidak banyak yang mengetahui bahwa islam juga membicarakan masalah investasi. Investasi itu diatur oleh negara yang segala sesuatunya dipertimbangkan oleh Syariah. Dalam sepanjang 13 abad masa pemerintahan Islam, investasi juga sudah ada dan diatur regulasinya sedemikian rupa.
Islam memandang investasi boleh dilakukan asalkan tidak memberikan mudarat pada masyarakat. Tidak mengabaikan masyarakat. Tidak diskriminatif memihak investor lalu memarjinalkan masyarakat.
Islam juga tidak membenarkan ada masyarakat yang terabaikan haknya gara-gara investasi dengan pihak dan warga negara lain. Islam mengatur investasi itu berdasarkan asas politik luar negeri yang berbasis akidah islam. Sebab islam tak menampik ada investasi pada transaksi harian masyarakatnya.
Islam memandang investasi boleh dilakukan dengan tiga keadaan. Pertama, investasi yang dilakukan tak boleh terjadi pada sektor yang merupakan kebutuhan dan hajat hidup milik orang banyak. Dimana komoditinya dibutuhkan masyarakat. Termasuk jika komoditas itu jumlahnya sedikit.
Kedua, investasi itu tak boleh mengandung riba di dalamnya. Termasuk kontrak-kontrak yang merugikan negara dan masyarakat. Misalnya investasi yang mengharuskan menyerahkan aset masyarakat semisal bandara jika diminta oleh investor itu secara paksa. Hitam dan putih di awal investasi sangat dibutuhkan agar tak ada aset masyarakat yang diambil oleh pihak asing itu.
[8/9 13.00] Alfi Rumah Sehat Ummi Abi: Ketiga, investasi itu mesti dipastikan bukan bagian dari peluang masuknya sarana penjajahan pada negara kita. Penguasa harus memiliki berbagai pertimbangan yang dalam terhadap hal ini. Kemampuan politikus negarawannya harus di atas rata-rata. Berani, tegas, independen dan bukan didikte pihak lain.
Selain itu, investasi itu boleh dilakukan hanya dari pihak warga negara yang tidak memerangi secara nyata negara kita. Bukan negara kafir harbi fi' lan. Ini juga harus dipertimbangkan cukup matang oleh penguasa negeri itu.
Nah, mengapa islam sedemikian ketat soal syarat imvestasi ini?
Itu karena negara berbasis Islam memiliki cara pandang sendiri soal pemasukan negara. Pemasukan negara dalam Islam bukanlah. Berdumber dari utang dan investasi. Tetapi dari tiga pemasukan tetap negara berbasis islam itu.
Sumber pemasukan itu adalah Anggaran yang ada di Baitul Mal.Baitul Mal memiliki tiga pos pendapatan. Diantaranya pos sumber daya kepemilikan umum seperti air (laut, sungai,teluk), padang rumput (hutan, stepa, sabana) dan api (energi dan migas). Semuanya tanggung jawab negara yang mengelola. Tak boleh diserahkan pada asing. Investasi di sini diharamkan. Mengingat terkait hajat hidup orang banyak.
Kedua, sumber pemasukan fai, kharaj, Ghonimaj dan jizyah. Peruntukannya juga untuk melayani masyarakat secara ahsan dan sejahtera.
Ketiga sumber pos zakat yang peruntukannya hanya untuk delapan ashnaf. Demikianlah tiga sumber ini dijaga negara agar terus stabil dan berkembang untuk memakmurkan masyarakat.
Jadi, Golden Visa tak akan dijadikan oleh Islam untuk mempermudah masuknya investor asing. Hal ini membahayakan masyarakat. Aset masyarakat akan hilang. Membiarkan milik masyarakat dikuasai pihak lain adalah memposisikan masyarakat terjual jiwa dan raganya sekaligus. Itu sama saja dengan tindakan bunuh diri.
Maka, hanya dengan mengandalkan sistem islam sajalah yang mungkin dan berpeluang untuk meningkatkan perekonomian negara demi melayani masyarakat. Sistem ekonomi yang bersinergi dengan sistem lain yang kompatibel itu memastikan masyarakat hidup sejahtera tanpa syarat dan ketentuan berlaku. Wallahu a'lam bish-showaab.
Posting Komentar untuk "Golden Visa untuk Investor Asing, Berbahayakah?"